DIAM-DIAM di jalur padat mobil Jakarta-Puncak-Bandung sedang di pasang STKB (Sistem Telepon Kendaraan Bergerak). Proyek yang diharapkan rampung awal tahun baru nanti, untuk diresmikan 11 Maret 1986, itu dipercayakan Perumtel tanpa tender kepada perusahaan swasta Swedia, Ericsson. Ada yang heran: Kok, PT Inti (Industri Telekomunikasi Indonesia), perintis STKB di Indonesia, tak ikut sama sekali? Direksi Inti, yang dihubungi TEMPO, menyatakan bahwa dia sebenarnya mampu menangani proyek itu. STKB sebanyak 28 nomor diperkenalkannya untuk beberapa pejabat pemilihan umum 1977. Kemudian, anak perusahaan Perumtel ini membuat enam stasiun basis pemancar (BS) yang dipasang di Jakarta (5) dan Surabaya. Tiap-tiap BS dioperasikan Perumtel untuk melayani 350 nomor telepon mobil, kendati kemampuannya bisa mencapai 500 nomor. "Dengan produksi hampir 2.000 telepon mobil, praktis kami sudah menguasai teknologinya, pun pelayanan purna jualnya," kata Dirut Inti, Muchtil Junus. Namun, pemasaran STKB itu rupanya masih dianggap berisiko, dan pemerintah tak ingin memperbesar anggaran untuk Inti yang telah menyerap PMP (penyertaan modal pemerintah) Rp 66 milyar lebih. Alasan Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi mempercayakan STKB Jakarta-Bandung tanpa tender kepada Ericsson, menurut pejabat Ditjen Postel, karena perusahaan itu telah berpengalaman memasang jaringan STKB di Eropa Barat, dan kemampuannya menyediakan dana. Proyek Ericsson itu ditangani PT Rajasa, sebagai kontraktor utama yang mengurus gedung dan pemasukan, bersama PT Erindo Utama (perwakilan Ericsson) sebagai teknisi dan penyelia. STKB Jakarta-Puncak-Bandung ini dianggap "perjudian" Ericsson, kata Direktur Divisi Telekomunikasi Umum PT Erindo Utama, Damsruddin Siregar. "Kalau enam bulan habis peresmian nanti belum laku semuanya, kami akan rugi," tutur Siregar. Sebaliknya, bila ternyata laris, STKB Ericsson akan diperluas ke kawasan industri Cilegon hingga Lampung, akhir 1986, lalu ke Jawa Timur tahun 1987. Proyek tahap pertama, menurut Siregar, membutuhkan 320 saluran yang mampu menampung 6.000-10.000 nomor. Jika berhasil, jumlah saluran ditingkatkan hingga 800. Untuk itu diperlukan biaya rata-rata Rp 56 juta per saluran, sehingga seluruhnya nanti berjumlah sekitar Rp 44,8 milyar. "Kualitas produk kami tak dapat dibandingkan dengan PT Inti," kata Siregar, membanggakan produk Swedia itu. Diumpamakannya, produk Inti seperti pesawat berbaling-baling satu, sedangkan Eramobitel (Ericsson radio mobil telephone) seperti pesawat Boeing. Peralatan Eramobitel yang ditawarkan dengan harga Rp 6,9 juta belum termasuk ongkos pemasangan dan pajak - memiliki 12 sifat keunggulan, antara lain pemutaran dipersingkat, dapat ditransfer dari mobil ke gedung, bisa memutar nomor lain pada saat percakapan, bisa bicara sambil mengemudikan mobil tanpa memegang telepon (hands-free). Keunggulan Eramobitel itu memang belum terdapat pada telepon mobil yang sudah dipasang PT Inti di lima STKB Jakarta dan dijual Perumtel dengan tarif Rp 5,3 juta. Namun, sekarang ini pesero anak perusahaan Perumtel itu tengah merampungkan dua BS baru untuk STKB Jakarta VI yang disebut Muchtil Junus sebagai "produk yang jauh lebih modern". Disebutnya ada 13 sifat keunggulan, yang ternyata mirip dengan 12 keunggulan Eramobitel tersebut di atas. "Semua peralatan itu sudah siap di pabrik, Januari mendatang, dan Februari sudah bisa on-air (mengudara)," kata Muchtil. Dan, menurut Muchtil, Inti merasa mampu bersaing dengan produk luar negeri tanpa perlu mengemis proteksi. "Cukup kami disamakan saja dalam hal kontrak, misalnya dalam escalation gross (kenaikan harga), kami bisa bersaing. Fasilitas kami lebih lengkap," katanya tandas. M. Wangkar Laporan Gatot Triyanto & Moeboeno (Jakarta) Syafiq Basri (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini