Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pelaku usaha minyak dan gas bumi optimistis investasi di sektor hulu tahun ini bakal meningkat. Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA), Tumbur Parlindungan, menilai investor masih meminati sektor migas Indonesia kendati harga minyak mentah menunjukkan tren penurunan sejak November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami tetap optimistis. Resources di Indonesia banyak, kok," kata Tumbur kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati begitu, menurut Tumbur, pemerintah perlu memberikan kemudahan investasi untuk memperlancar masuknya investor. Sebanyak 40 perusahaan yang tergabung di IPA, kata dia, siap bekerja sama dengan pemerintah asalkan sama-sama menguntungkan. "Karena mereka juga pasti bandingkan aturannya dengan aturan di negara lain, kan," kata Tumbur.
Dalam paparan awal 2019, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menyatakan telah berusaha memberikan kemudahan investasi dengan memangkas perizinan, yang selama ini dinilai menghambat. Sedikitnya 18 regulasi dan 23 proses perizinan dicabut di Kementerian ESDM. Sedangkan di tingkat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), ada 12 regulasi yang dipangkas.
SKK Migas menargetkan investasi hulu migas bakal mencapai US$ 14,79 miliar pada 2019. Angka proyeksi itu lebih tinggi dari realisasi investasi tahun lalu yang hanya US$ 11,9 miliar-sekitar 94 persen dari target 2018. Ketua SKK Migas Dwi Soetjipto-dilantik awal Desember lalu-optimistis target investasi tahun ini bakal tercapai. "Investasi ini harus dikawal lebih intens supaya terlaksana," ucapnya di Kementerian ESDM.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Djoko Siswanto, pun memastikan target investasi sektor hulu tahun ini dibuat bukan tanpa perhitungan. Beberapa rencana investasi yang cukup besar pada 2019 akan mendorong pencapaian target tersebut. Dia mencontohkan proyek di Lapangan Merakes, Blok East Sepinggan, Kalimantan Timur, yang dioperasikan Eni Indonesia. Selain itu, ada proyek Jambaran Tiung Biru (JTB) di Bojonegoro, Jawa Timur. "Untuk tahun ini, Eni sudah tetapkan untuk Merakes US$ 1,3 miliar dan JTB US$ 1,6 miliar," tutur Djoko.
Investasi diperlukan untuk memperbaiki produksi migas nasional yang terus jeblok di bawah target karena mengandalkan wilayah kerja tua. Pada 2018, penyumbang produksi minyak terbesar masih didominasi Blok Rokan sebesar 209,4 ribu barel per hari (bph) dan Blok Cepu minyak 209,3 ribu bph. Kedua blok yang dikelola Chevron Pacific Indonesia dan ExxonMobil itu pun tergolong tak dapat memenuhi target produksi dari SKK Migas. Keduanya juga merupakan wilayah kerja yang tergolong tua dan mulai menunjukkan periode penurunan produksi secara alamiah (natural decline).
Buruknya produksi ini juga menyebabkan defisit pada neraca perdagangan migas sepanjang 2018. Dari data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan migas selalu defisit di atas
US$ 800 juta. Defisit pada Agustus 2018 menjadi puncaknya, impor migas lebih besar US$ 1.611,1 juta dibandingkan dengan ekspor.
Menurut Tumbur, saat ini Indonesia masih kekurangan aktivitas pengeboran eksplorasi. "Produksi minyak saat ini turun terus. Produksi kan enggak akan naik kalau enggak ada penemuan sumur baru (lewat eksplorasi)," ujarnya. EGI ADYATAMA | LARISSA HUDA | CAESAR AKBAR | EGI ADYATAMA
Target Ambisius
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo