Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi (APRDI) Mauldy Rauf Makmur mengingatkan kalangan investor untuk selalu berhati-hati dalam memilih produk reksa dana dan manajer investasi. Pasalnya belakangan ini muncul sejumlah kasus yang menyeret perusahaan manajer investasi yang memasarkan reksa dana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK tercatat beberapa kali melakukan suspensi beli atas Kresna Asset Management. Sebelumnya, suspensi juga dilayangkan ke PT Sinarmas Asset Management atau Sinarmas AM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belum lepas dari ingatan publik, Satgas Waspada Investasi OJK menghentikan kegiatan perusahaan penasihat keuangan Jouska dan aliansi bisnis sekitarnya. Penghentian kegiatan itu dilakukan per 24 Juli 2020.
Mauldy menjelaskan, sejumlah kasus belakangan itu menimpa pada produk reksa dana. "Artinya, itu semua legal bukan investasi bodong. Yang ingin saya tekankan juga, dalam memilih (reksa dana dan MI) juga harus hati-hati,” kata Mauldy, dalam Talkshow Investasi yang diadakan alumni SMA 70 Jakarta, Senin, 17 Agustus 2020.
Lebih jauh, Mauldy menyebutkan, bahwa tindakan OJK terhadap manajer investasi tersebut merupakan bentuk aksi supervisi regulator di industri pasar modal. Adapun, investasi di pasar modal tidak sama dengan menempatkan dana di perbankan.
Sebab, penempatan dana di bank mendapat jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sementara di sisi lain, investasi di pasar modal tidak ada yang bisa memberikan jaminan pertumbuhan, karena return bergerak mengikuti mekanisme pasar.
“Perlindungan di pasar modal itu adalah pengawasan kepada pelakunya. OJK melakukan pengawasan makanya ada yang disuspen, dibubarkan, lalu ada yang diberi sanksi. Itu merupakan supervisory action dari OJK,” katanya.
Oleh karena itu, Mauldy menekankan, para investor dalam memilih produk reksa dana dan manajer investasi untuk selalu menghindari iming-iming imbal hasil pasti (fix return). Pasalnya, setiap investasi di pasar saham tidak mungkin dapat menjamin imbal hasil dalam jangka waktu tertentu.
Mauldy pun memberi tips memilih produk investasi dengan membandingkan return yang diberikan oleh deposito. “Alat ukurnya deposito saja. Kalau ada yang menjamin imbal hasil 2 kali lipat deposito, itu sudah tidak mungkin,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Edwin Sebayang menambahkan bahwa imbal hasil pasti hanya bisa didapat dari penempatan dana di tabungan dan investasi di surat utang. Dari dua produk tersebut, masyarakat bisa mendapatkan bunga atau kupon secara berkala.
"Tapi untuk reksa dana, manajer investasi menawarkan fix rate, itu nanti semacam ponzi scheme yang masuk di awal masih dapat tapi lama-lama kalau tidak kuat mereka (MI) bisa jebol,” ujar Edwin.
Setelah investor menentukan pilihan investasi di produk reksa dana dari manajer investasi tertentu, langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan mencermati perkembangan underlying asset yang menyusun produk reksa dana tersebut.
Saat ini, manajer investasi telah diwajibkan untuk mengungkap 10 besar kepemilikan efek di dalam fund fact sheet reksa dana. Dengan demikian, investor dapat secara berkala mengecek performa saham yang menjadi aset dasar penyusun produk reksa dananya.
Dari sepenglihatannya, kata Edwin, sejumlah produk reksa dana yang hancur itu berisi saham yang tidak jelas fundamentalnya. "Tidak jelas fundamentalnya, tidak likuid, dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ketika ada redemption, tidak bisa dijual di pasar."
BISNIS