Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sulit Untung Investasi IKN

Batasan jumlah penduduk IKN maksimal 2 juta orang memunculkan tanda tanya ihwal kelayakan investasi di kota tersebut. 

11 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana pembangunan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Nusantara (IKN), Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 12 Februari 2024. ANTARA/ Rivan Awal Lingga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Investor akan enggan menanamkan modal di IKN jika penduduknya hanya 2 juta jiwa.

  • Perlu 5 juta penduduk untuk membuat IKN menarik di mata investor.

  • Skala keekonomian sebuah kota ditentukan oleh produktivitas penduduknya.

JAKARTA - Batasan maksimal jumlah penduduk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang dipatok 2 juta orang memunculkan tanda tanya ihwal kelayakan investasi di kota itu. Beberapa ekonom menyebutkan jumlah penduduk yang minim akan membuat tingkat pengembalian investasi lambat sehingga investor enggan masuk. 

Sebaliknya, pakar tata kota serta Otorita IKN optimistis jumlah penduduk yang sedikit tetap bisa membuat IKN menarik secara ekonomi, asalkan diisi oleh kelompok menengah ke atas.

Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, termasuk salah satu yang ragu akan kelayakan investasi IKN. Ia menyatakan investor akan enggan menanamkan modal di IKN jika penduduknya hanya 2 juta jiwa. 

Baca Juga Infografiknya:


Dia menilai jumlah tersebut terlalu sedikit bagi investor untuk bisa balik modal dan meraup keuntungan. “Investor menghitung berapa IRR (internal rate of return) untuk mengetahui tingkat efisiensi sebuah investasi,” kata Faisal di Gedung Tempo, Senin, 4 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Faisal mencontohkan, investor perumahan akan memproyeksikan keuntungan dari jumlah orang dikalikan ongkos investasi yang dikeluarkan. “Jadi, kalau cuma 1,9 atau 2 juta orang, tidak ada investor yang mau. Tidak masuk akal,” ucapnya.


Hal ini pula, menurut Faisal, yang membuat perusahaan asal Jepang, SoftBank Inc, batal berinvestasi di IKN pada 2022. Pernyataan Faisal itu sejalan dengan pengakuan sumber Tempo di pemerintahan yang pernah mengikuti pertemuan bos SoftBank, Masayoshi Son, dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. 

Sumber itu menyebutkan SoftBank mengajukan syarat jumlah penduduk IKN nantinya minimal 50 juta jiwa. SoftBank juga ingin semua industri di Jakarta dan sekitarnya dipindahkan ke IKN. 
Sumber itu mengimbuhkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional kemudian menjelaskan bahwa IKN dibangun dengan konsep kota kecil berwawasan lingkungan. 

Alasan lain adalah daya dukung IKN tidak memungkinkan untuk menampung semua industri dari kawasan Jakarta dan sekitarnya. Sementara itu, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengklaim mundurnya SoftBank dari IKN merupakan bukti bahwa pemerintah tidak bisa disetir oleh investor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono juga memperkirakan IKN baru mampu menarik investasi swasta jika seluruh Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) seluas 6.000 hektare terbangun dan kota baru tersebut telah memiliki penduduk setidaknya 1 juta orang. 

“Selanjutnya, investasi akan benar-benar mengalir jika kawasan IKN seluas 56 ribu hektare benar-benar telah terbangun dan memiliki penduduk setidaknya 5 juta orang,” kata Yusuf.

Pekerja menggunakan sepeda motor melintas di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 12 Februari 2024. ANTARA/Rivan Awal Lingga

Batasan maksimal 2 juta penduduk diungkapkan oleh Kepala Otorita IKN Bambang Susantono pada 17 Februari lalu. Ia berujar, pembatasan jumlah penduduk diperlukan agar tidak terjadi kelebihan populasi seperti yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia. 

“Kita tidak mau mengulangi yang terjadi di kota-kota besar supaya lingkungan dan sumber daya yang ada bisa memenuhi kehidupan yang baik,” tutur Bambang.

Belakangan, Otorita IKN mengklarifikasi pernyataan tersebut dan menyatakan tidak membatasi jumlah penduduk IKN hanya 2 juta jiwa. Kepala Ekonom Otorita IKN Fauziah Zen mengatakan 2 juta penduduk merupakan proyeksi pertumbuhan penduduk hingga 2045.
“Apakah angka itu sangat rigid sehingga kalau sudah lebih dari 2 juta akan mengusir orang, ya, enggak begitu, kan?” kata Fauziah, dikutip dari Antara.

Fauziah menjelaskan, perjalanan menuju 2045 masih panjang. Dia memprediksi, dalam 10 tahun ke depan, ada kemungkinan daya dukung lingkungan dan teknologi di IKN berubah sehingga bisa dihuni oleh lebih banyak orang dengan tetap menjaga keberlanjutannya. 

Bukan Kuantitas, Melainkan Kualitas

Praktisi perkotaan sekaligus pendiri dan Direktur Ruangwaktu Knowledge Hub, Wicaksono Sarosa, menyatakan target Otorita IKN sudah cukup baik untuk menjaga tingkat kepadatan penduduk. Sebab, kawasan perkotaan IKN hanya sekitar 25 persen dari keseluruhan luas yang ditentukan.

Dengan jumlah tersebut, luas kawasan perkotaan IKN nantinya hanya 640 kilometer persegi, hampir sama dengan DKI Jakarta yang seluas 661 kilometer persegi. Namun, dengan target penduduk hanya 2 juta jiwa, tingkat kepadatan penduduk IKN hanya 20 persen dari Jakarta. “Jadi tingkat kepadatannya sudah cukup bagus,” kata Wicaksono.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022 tentang Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, luas IKN ditetapkan 256 ribu hektare. Sebanyak 75 persen dari area tersebut diperuntukkan bagi ruang hijau dan produksi pangan. Hanya 25 persen yang akan dibangun sebagai kawasan perkotaan.

Persoalan keberlanjutan atau kelayakan ekonomi suatu kota, Wicaksono menambahkan, tidak ditentukan oleh kuantitas penduduk, melainkan kualitasnya. Ia menyebutkan, jika penduduk yang tinggal rata-rata kelas menengah, tentu sangat menarik dibanding penduduk berpenghasilan rendah.

Meski begitu, dia mengakui jumlah penduduk ikut menentukan minat investor dalam pembangunan IKN. “Bagi investasi yang berbasis pasar, makin besar jumlah penduduk tentu makin baik,” ujar pria yang pernah menjabat koordinator tim ahli dalam Tim Transisi IKN ini.

Saat ini pembangunan infrastruktur di IKN masih terus dilakukan, khususnya di KIPP. Menurut Wicaksono, perkembangan pembangunan infrastruktur mempengaruhi minat investor. Jika infrastruktur utama selesai, investor akan lebih mudah tertarik.

Namun, untuk membangun infrastruktur, biaya awal memang harus berasal dari pemerintah. Wicaksono mengimbuhkan, pemerintah tidak bisa mengharapkan investor menanamkan investasinya pada tahap awal. “Kecuali memang sebagai inisiator proyek, seperti BSD atau Jababeka,” katanya.

Guru besar perencanaan wilayah dan kota Universitas Diponegoro, Wiwandari Handayani, mengatakan hal senada. Potensi keuntungan investasi dan perekonomian kota dilihat dari kualitas atau produktivitas penduduk. Faktor yang perlu dilihat ialah bagaimana pemerintah menciptakan kualitas hidup layak dan mendorong produktivitas penduduk IKN.

Dia berpendapat jumlah penduduk IKN perlu dijaga sesuai dengan daya tampung sekaligus memastikan perkembangan perekonomian menjalar ke daerah-daerah sekitarnya. “Pengembangan IKN bisa menjadi superhub bagi kabupaten dan kota di sekitarnya,” Wiwandari menjelaskan.

Investor Menunggu Relokasi Penduduk

Suasana permukiman warga di Pantai Lango, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 17 Februari 2024. ANTARA/Rivan Awal Lingga

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan pembangunan infrastruktur dan relokasi berpengaruh pada minat investor. Dia mengatakan kecenderungan wait and see terjadi akibat investor masih menunggu realisasi relokasi dan seberapa cepat keterisian penduduk.

“Pemerintah perlu meyakinkan investor untuk berinvestasi. Bukan hanya menunjukkan ambisi satu perencanaan, tapi juga realistis atau tidak,” kata Mohammad Faisal.

Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto menyatakan pihaknya tertarik ikut berkontribusi dalam pembangunan IKN, tapi belum melihat proyeksi risiko dan keuntungannya. Anggota REI, ucap dia, harus memastikan lebih dulu peluang pasar properti di IKN. 

Joko mengimbuhkan, ada empat risiko yang menjadi pertimbangan investor, yakni risiko hukum, pasar, keuangan, dan keberlanjutan. Para pengembang hingga sekarang belum bisa memproyeksikan empat risiko tersebut. “Kami terbuka jika Otorita IKN mengundang kami untuk memberikan informasi akurat mengenai hal ini,” kata Joko kepada Tempo, kemarin.

Jangan Sampai Menjadi Kota Mati

Saat ini pembangunan IKN masih terus didorong untuk KIPP. Pemerintah menargetkan pemindahan ASN bisa dilakukan pada September mendatang. Berdasarkan Perincian Rencana Induk IKN, target pembangunan pada 2022 hingga 2024 adalah untuk pemindahan tahap awal. 

Pembangunan tahap awal ini berfokus pada infrastruktur dasar utama dan pada tahap selanjutnya, yakni pada 2025-2029, perluasan kawasan permukiman dan fasilitas transportasi. Otorita IKN juga telah menyiapkan perumahan komersial untuk penduduk IKN. “Harapannya, tahun ini mulai ada yang dibangun karena kalau komersial lebih cepat,” kata Direktur Pembiayaan OIKN Naufal Aminuddin kepada Tempo, 7 Maret lalu.

Ia mengaku Otorita sudah menawarkan peluang investasi secara informal kepada beberapa investor. Otorita bahkan sudah menawarkan lahan ke beberapa pengembang besar. Dia mengklaim ada beberapa pengembang yang menyampaikan minatnya. Ia pun membenarkan bahwa salah satu kendala penawaran adalah sulitnya mencari lokasi.

“Karena kami masih berfokus membangun KIPP. Proyek hunian di KIPP ada, tapi terbatas,” kata Naufal. 

Karena itu, ia mengimbuhkan, Otorita akan menawarkan lokasi di wilayah perencanaan (WP) lain. Berdasarkan dokumen Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara, terdapat sembilan WP, seperti WP IKN Utara seluas 12.067 hektare untuk pusat riset dan inovasi pelayanan pendidikan tinggi serta pusat perkantoran, juga WP IKN Barat seluas 17.206 hektare untuk pusat ekonomi, bisnis dan keuangan, serta pariwisata alam.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, berpendapat pengelolaan wilayah IKN penting dilakukan agar tidak terjadi lonjakan jumlah penduduk seperti di Jakarta. Ia menilai konsep yang ada saat ini sudah bagus, termasuk menjadikan IKN sebagai smart city dan forest city.

“Tantangannya adalah kota ini belum hidup dan jangan sampai menjadi kota mati,” ujar Yayat.

***

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Vindry Florentin dan Yohanes Maharso berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus