Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Izin Impor Bahan Baku Masih Seret

Kalangan industri meminta pemerintah melonggarkan perizinan.

14 April 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pedagang jahe merah di Pasar Senen, Jakarta, 4 Maret lalu. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia, Subandi, berharap pemerintah kembali melonggarkan impor untuk pasokan bahan baku industri makanan dan minuman dalam negeri di tengah pandemi Covid-19. Keputusan tersebut dinilai harus segera diambil untuk menjamin ketersediaan pasokan Ramadan dan Lebaran hingga kebutuhan pasokan pada semester kedua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau ada pelaku usaha mengajukan persetujuan impor, jangan dikekang. Ini untuk melonggarkan kegiatan usaha. Kalau dikekang, industri tidak jalan," ujar Subandi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejauh ini, Kementerian Perdagangan baru menghapus sementara larangan terbatas bagi komoditas bawang putih dan bawang bombai. Namun Subandi menilai pelonggaran bagi dua komoditas itu belum cukup. Dia berharap pemerintah tidak lagi terlambat mengambil keputusan impor yang berujung pada kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan seperti saat ini.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Adhi Lukman, memperkirakan industri berpotensi kekurangan bahan baku pada Juni mendatang atau setelah puasa dan Lebaran berakhir. Beberapa komoditas yang diperkirakan kekurangan adalah garam, gula, dan daging. Dia berharap pemerintah bisa segera memberikan izin impor untuk mengantisipasi kekurangan tersebut.

Penutupan sejumlah akses dari negara importir akan mempersulit industri memperoleh bahan baku. Pada April ini diharapkan ada pembahasan dan pemerintah segera mengeluarkan izin. "Agar pelaku usaha bisa mengantisipasi untuk mencari sumber yang tersedia," kata Adhi.

Wakil Ketua Umum Gapmmi Rachmat Hidayat mengatakan bahan baku yang digunakan industri hingga periode Ramadan dan Lebaran merupakan stok yang disiapkan sejak awal tahun. Saat ini industri harus menyiapkan stok untuk semester kedua. "Pasti akan kekurangan pada semester depan, sehingga harus impor. Kami mohon agar pemerintah memberikan perizinan," kata dia.

Selain kesulitan mendapatkan bahan baku impor, pengusaha masih dipusingkan oleh fluktuasi nilai tukar dolarAmerika Serikat (AS). "Masih perlu relaksasi untuk komoditas lain, misalnya susu dan turunannya, kedelai, serta daging," kata Rahmat.

Direktur Jenderal Industri Kecil-Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih, mengatakan kesulitan bahan baku juga dialami industri kecil dan menengah di sektor makanan. "Tak hanya kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku makanan, harganya saat ini juga meningkat," ujarnya.

Dia mencatat harga kedelai naik dari Rp 6.700 menjadi Rp 8.500 per kilogram. Kebutuhan ini sudah sulit didapatkan di luar Pulau Jawa. Harga gula pasir naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 18 ribu per kilogram, bahkan ada yang harganya mencapai Rp 21 ribu per kilogram di Kota Palu. Kenaikan harga juga terjadi pada bahan baku gula rafinasi, dari Rp 9.000 menjadi Rp 11 ribu per kilogram.

Selain itu, Gati melanjutkan, harga buah-buahan meningkat sekitar 20 persen. Kemudian harga bahan baku susu segar naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter. Harga jahe merah turut naik dari Rp 35 ribu menjadi Rp 70 ribu per kilogram dan harga bawang putih naik dari Rp 35 ribu menjadi Rp 55 ribu per kilogram.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Suhanto, mengatakan harga rata-rata nasional barang kebutuhan pokok saat ini umumnya relatif stabil dibanding bulan lalu. Untuk ketersediaan gula dan bawang putih, pemerintah sedang mendorong penambahan pasokan melalui impor serta penugasan ke BUMN dan swasta. Suhanto mengakui masih ada harga komoditas yang naik, seperti gula pasir, bawang merah, serta cabai rawit merah.

Berdasarkan informasi Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), Suhanto mengatakan kenaikan harga kedelai terjadi sejak pekan kedua Maret akibat faktor pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan kenaikan biaya angkut dari AS. "Sementara itu, kondisi pasokan masih cukup, mengingat kebutuhan kedelai menjelang Lebaran berkurang karena banyak perajin yang mudik," ujarnya. LARISSA HUDA


Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus