Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jalan Panjang Reformasi Lahan

1 Mei 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dimulai dengan penerbitan Undang-Undang Pokok Agraria 1960, program redistribusi tanah semula ditujukan untuk merombak struktur agraria kolonial. Perkebunan dan hutan menjadi obyek reformasi lahan pada masa itu. Setelah tak terdengar di era Orde Baru, ide Reforma Agraria kembali berdenyut di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kini Presiden Joko Widodo mendengungkan program serupa sebagai salah satu upaya mengurangi kesenjangan.

1870
Terbit Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet). Pemerintah kolonial Belanda memberikan berbagai hak konsesi perkebunan selama 70 tahun kepada perusahaan asing.

1942-1945
Jepang memobilisasi rakyat menduduki tanah-tanah partikelir. Hasil pertanian diserahkan ke militer Jepang.

1945
Reformasi lahan skala kecil. Hak desa perdikan dihapus, separuh lahannya dibagikan ke petani penggarap. Hak konversi dihapuskan, tanah diserahkan kepada petani lokal yang hidup di tanah tersebut.

1957
Presiden Sukarno menasionalisasi semua perusahaan Belanda. Dibentuk Pusat Perkebunan Negara Baru—kemudian menjadi PTPN—yang mengelola 35 perkebunan eks Belanda.

1960-1967
- Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, menggantikan produk agraria kolonial.
- Terjadi konflik di berbagai daerah. Barisan Tani Indonesia dan Serikat Buruh Kehutanan Indonesia melancarkan kampanye pendudukan perkebunan dan hutan sebagai obyek land reform.

1967-1997
- Presiden Soeharto meneken Undang-Undang Kehutanan 1967, yang sama sekali tak menyinggung Undang-Undang Pokok Agaria.
- Pengadilan Land Reform dibubarkan pada 1970.
- Perhutani dibentuk pada 1972 untuk mengelola hutan negara di Jawa dan Madura.
- Badan Pertanahan Nasional dibentuk pada 1988.

2001
Tap MPR IX/MPR/2001 mendukung reformasi agraria, meliputi restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, serta pemilikan sumber daya agraria dan sumber daya alam.

2005-2012
- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum.
- Presiden menugasi Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto untuk melaksanakan Program Pembaruan Agraria Nasional (Reforma Agraria). Agendanya: meredistribusi 1,1 juta hektare tanah negara, 8,15 juta hektare hutan konversi, dan 7 juta hektare tanah telantar. Program tidak berjalan.

2014-sekarang
Dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, Presiden Joko Widodo berjanji meredistribusi 9 juta hektare lahan. Belakangan, skemanya berubah menjadi legalisasi dan redistribusi aset, masing-masing 4,5 juta hektare. Skema Reforma Agraria (9 juta ha) dan Sinkronisasi Hutan Sosial (12,7 juta ha)

Legalisasi aset

4,5 juta hektare
- Tanah transmigrasi belum bersertifikat (0,6 juta hektare)
- Legalisasi aset (3,9 juta hektare)

Redistribusi Aset
4,5 juta hektare
- Eks HGU (tanah telantar dan tanah negara lainnya) (0,4 juta hektare)
- Pelepasan kawasan hutan (4,1 juta hektare)

Perhutanan Sosial
Pemberian akses pengusahaan hutan
12,7 juta hektare

Pencapaian transmigrasi (ribu hektare) Target 600 ribu hektare
2015 : 22
2016 : 9,7
2017 : 22,9
2018-2019 : 540,2

Pencapaian redistribusi tanah telantar (ribu hektare) Target 400 ribu hektare
2015 : 69,1
2016 : 113,6
2017 : 18,1
2018-2019 : 199,1

Pencapaian legalisasi aset (juta hektare)Target 3,9 juta hektare
2015 : 0,214 (955 ribu persil)
2016 : 0,274 (1,22 juta persil)
2017 : 1,75 (5 juta persil)
2018-2019 : 2,45 (7 juta persil)

Pencapaian pelepasan kawasan hutan (juta hektare) Target 4,1 juta hektare
2015 : 0
2016 : 0
2017 : 0,3-0,4
2018-2019 : 3,7-3,8

Rasio Gini
0,396 (2016)

Rasio Gini pemilikan lahan
0,64 (2013)

1 persen penduduk
menguasai 49 persen aset

2.000-an perusahaan
menguasai 16 juta hektare perkebunan

304 perusahaan
menguasai 26 juta hektare konsesi hutan

23,7 juta petani
menguasai 21,5 juta hektare

13,57 juta petani
menguasai 0 hektare

Akses Penduduk atas Tanah
17,66 juta (63 persen) tinggal di desa
11 persen penduduk miskin
10,33 juta (37 persen) tinggal di kota

Kepemilikan lahan di pulau-pulau besar

 JawaPapuaSumateraKalimantanSulawesi
Lahan (juta hektare)12,941,64854,418,8
Populasi (juta jiwa)145,1455,315,918,7
Kepemilikan lahan (hektare per kapita)0,0810,30,873,41

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus