Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat tahun lalu,taper tantrummenghantui pasar negara berkembang. Seperti bocah yang sedangtantrum, investor panik tak mampu mengontrol emosi ketika The Federal Reserve mulai mengurangi (tapering) program pencetakan uang untuk membeli obligasi. Kini bulu kuduk investor di pasar berkembang kembali meremang.
Harga berbagai aset finansial dan nilai mata uang memang belum bertumbangan seperti pada 2013. Cuma, gelagatnya terlihat mencemaskan. Selama pekan pertama Juli, likuiditas mengalir keluar dari pasar negara berkembang dengan deras. Ini membalik tren positif sepanjang semester I 2017, ketika dana senilai US$ 169 miliar masuk ke negara berkembang, menurut data Institute of International Finance, asosiasi lembaga keuangan global, yang dikutipFinancial Times.
Berbaliknya aliran dana sejak awal Juli langsung memukul negara-negara berkembang dari Brasil hingga Afrika Selatan. Dampaknya ke Indonesia tampak pada melemahnya nilai rupiah. Sementara pada 3 Juli 2017 Bank Indonesia menjual dolar Amerika Serikat dengan harga 13.392 per dolar, sepekan kemudian harganya melonjak menjadi 13.475.
Harga saham pun ikut kena imbas. Indeks harga saham gabungan (IHSG), yang mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada 3 Juli 2017 sebesar 5.910,23, pelan-pelan merosot menjadi 5.767,6 pada 11 Juli lalu. Sedangkan imbal hasil (yield)obligasi terbitan pemerintah RI bertenor 10 tahun sempat melompat melampaui 7,2 persen pada 10 Juli lalu, naik dari 6,8 persen ketika menjelang Lebaran. Sekadar catatan, makin tinggiyieldberarti makin tinggi pula tuntutan investor untuk imbalan investasinya. Pada gilirannya, pemerintah harus membayar kupon obligasi lebih besar pula.
Kini para analis sibuk memprediksi, seberapa lama dan deras "perdarahan" pasar negara berkembang akan berlangsung. Sepertinya situasi belum akan berkembang hingga seburuktaper tantrum2013. Setidaknya kini investor sudah lebih berpengalaman menghadapi ketidakpastian tanpa harus panik.
Memang The Fed sudah menyatakan akan menyedot likuiditas senilai sekitar US$ 2,25 triliun dari pasar dalam tiga tahun ke depan. Tapi, bagaimana persisnya dan kapan langkah ini dimulai, belum ada rincian yangbisa jadi pegangan. Bank Sentral Eropa (ECB) juga akan menghentikan pencetakan uang untuk membeli obligasi. Artinya, ada dua kekuatan yang berbarengan mengeringkan likuiditas dari pasar. The Fed menyedot, dan di saat yang sama ECB menghentikan pasokan. Tapi, sekali lagi, rincian langkah ECB juga baru sampai pada taraf menjadi subyek spekulasi.
Menjelang akhir pekan lalu, situasi malah kembali berbalik. Rupiah sedikit menguat ke 13.400 per dolar. IHSG naik tipis menjadi 5.830.Yieldobligasi pemerintah bertenor 10 tahun juga kembali turun ke bawah 7 persen. Real Brasil, rand Afrika Selatan, dan rubel Rusia juga menguat. Pemicunya: testimoni Ketua The Fed Janet Yellen di depan Kongres Amerika Serikat tentang kondisi ekonomi Amerika yang sepertinya tidak sehebat perkiraan The Fed sebelumnya. Pasar pun berspekulasi lagi bahwa The Fed belum akan cepat-cepat mulai menyedot likuiditas.
Moral cerita, faktor global memang jauhlebih dominan mempengaruhi harga aset finansial negara berkembang. Maka investor jangan mudah takjub dan langsungmenyimpulkan bahwa ekonomi Indonesia prospektif ketika harga saham mencetak rekor. Jika Presiden Joko Widodo menyatakan demikian, hal itu harus dibaca sebagai upaya politikus untuk mendongkrak optimisme. Kenyataannya, di horizon masih menggantung awan gelap pembalikan dana yang sewaktu-waktu dapat mengguncang pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. l
Yopie Hidayat
Kontributor Tempo
Kurs | |
Pekan sebelumnya | 13.364 |
Rp per US$ | 13.347 |
Pembukaan 14 Juli 2017 |
IHSG | |
Pekan sebelumnya | 5.849 |
5.827 | |
Pembukaan sesi pertama 14 Juli 2017 |
Inflasi | |
Bulan sebelumnya | 4,33% |
4,37% | |
Juni 2017 YoY |
BI 7-Day Repo Rate | |
4,75% | |
15 Juni 2017 |
Cadangan Devisa | |
31 Mei 2017 | US$ miliar 123,953 |
Miliar US$ | 123,094 |
31 Juni 2017 |
Pertumbuhan PDB | |
2016 | 5,02% |
5,1% | |
Target 2017 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo