Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terkejut Pencabutan Subsidi Setrum

Pemerintah menghapus jatah subsidi pelanggan listrik berdasarkan golongan pelanggan. Subsidi langsung ke masyarakat miskin masih terhambat mekanisme penyaluran.

17 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sri Widuri mengaku kaget saat melihat angka tagihan listriknya di layar mesin anjungan tunai mandiri pada awal bulan lalu. Warga Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, itu hendak mentransfer pembayaran tagihan listrik PLN untuk April, Mei, dan Juni 2017. Ia kaget karena angka tagihan itu "tak wajar". Jumlahnya lebih dari Rp 1 juta, naik dua kali lipat dibanding biasanya.

Ibu empat anak ini rata-rata membayar langganan listrik Rp 150-170 ribu per bulan untuk sambungan listrik 900 volt ampere di rumahnya. Padahal, kata dia, pola konsumsi listriknya normal-normal saja. Dengan agak terpaksa, dia harus mengurangi pos belanja bulanannya yang lain. "Saya tidak tahu kalau subsidi dicabut. Tidak ada pemberitahuan apa pun ke kami," ujar istri pegawai negeri itu, Kamis pekan lalu.

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memang melakukan penyesuaian tarif untuk pelanggan rumah tangga 900 VA. Penyesuaian ini menyusul kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencabut subsidi bagi pelanggan di golongan tersebut per 1 Mei lalu. Ini adalah "kenaikan tarif" yang ketiga sejak awal tahun lalu.

Pengguna listrik dengan sambungan daya 900 VA sekarang menikmati tarif nonsubsidi. Sebelumnya pelanggan subsidi hanya perlu membayar listrik Rp 605 per kilowatt-jam (kWh), mereka kini dikenai tarif Rp 1.352 per kWh. Angka ini naik bertahap dari Maret (Rp 1.034 per kWh) dan Januari (Rp 791 per kWh).

Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengatakan pencabutan subsidi listrik itu memberi andil cukup tinggi ke inflasi. Dengan rupiah yang sama, konsumen hanya mendapatkan separuhnya. Pada Juni, angka inflasi tercatat sebesar 0,69 persen. Pada kelompok perumahan, inflasi yang disebabkan oleh air, listrik, gas, dan bahan bakar lebih tinggi, yakni 0,75 persen. Kelompok pengeluaran ini memiliki andil 0,18 persen terhadap total inflasi.

Dari angka itu, menurut dia, lebih dari 94 persen ternyata disumbangkan oleh listrik. "Ini rumah tangga yang bayar akibat kenaikan tarif listrik 900 VA di awal Mei," kata Kecuk--panggilan Suhariyanto--kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Bulan sebelumnya, inflasi untuk kelompok pengeluaran yang sama berkisar 0,35 persen.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati mengatakan kenaikan tagihan listrik berkontribusi terhadap inflasi sekaligus menurunkan daya beli masyarakat. Penurunan daya beli ini terjadi karena kenaikan tarif listrik langsung disusul dengan kenaikan harga produk. "Ini terkonfirmasi oleh inflasi kelompok makanan jadi yang mencapai 0,39 persen," ujarnya.

Menurut Enny, sebagian besar pelanggan listrik 900 VA adalah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Seharusnya PLN membedakan mana rumah tangga produsen dan mana rumah tangga konsumen. Khusus untuk rumah tangga produsen, seperti UMKM, diberikan skema-skema yang tidak memberatkan.

l l l

WACANA rencana pencabutan subsidi listrik sudah mulai dibahas pada tahun lalu. Hasilnya, saat penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017, Oktober tahun lalu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui mencabut subsidi listrik untuk dua golongan pelanggan yang masih disubsidi, yakni sambungan 450 VA dan 900 VA. Jatah subsidi listrik 2017 berhasil ditekan dari usul semula Rp 48,56 triliun menjadi Rp 44,98 triliun. Angka ini menurun dibanding kebutuhan subsidi listrik 2016, yang sebesar Rp 56,55 triliun.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengungkapkan perubahan skema subsidi listrik cukup fundamental di APBN 2017. Sementara dulunya subsidi diberikan gelondongan ke PLN, mulai 2003 sampai 2004, subsidi hanya diberikan kepada pelanggan yang memakai daya listrik 450 VA dan 900 VA. "Sekarang listrik bersubsidi hanya untuk masyarakat tidak mampu," ujarnya pekan lalu.

Kepala Divisi Niaga PLN Benny M. Marbun mengatakan hampir 14 tahun--tepatnya sejak akhir 2003--tarif listrik untuk dua golongan pelanggan ini tidak pernah berubah. "Kalau pemerintah mampu, ya, disubsidi terus," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis pekan lalu.

Koordinator Kelompok Kerja Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Elan Satriawan mengatakan pencabutan subsidi listrik harus dilakukan untuk 900 VA dan 45 VA. Sebab, kata dia, selain soal anggaran negara yang semakin ketat, sebagian besar subsidi dinikmati oleh mereka yang tak berhak. Agar lebih tepat sasaran, subsidi akan diberikan langsung ke masyarakat miskin.

Selama ini, menurut data TNP2K, pelanggan yang sebagian besar berdomisili di perkotaan menikmati subsidi senilai Rp 101 ribu per bulan melalui penggunaan listrik hingga 124 kWh. Sedangkan pelanggan tidak mampu menikmati subsidi listrik lebih sedikit, yaitu Rp 66 ribu per bulan. Sebab, konsumsi listriknya hanya 86 kWh.

Jumlahnya pun fantastis. Mereka yang disubsidi sebanyak 46 juta rumah tangga atau mencapai 75 persen dari total pelanggan PLN. "Ini tidak mungkin diteruskan," kata Elan kepada Tempo di kantornya, Rabu pekan lalu.

Angka itu jauh melampaui data rumah tangga miskin dan rentan miskin yang dimiliki TNP2K. Basis data terpadu (BDT) TNP2K, yang mencakup 40 persen kelompok terbawah, hanya sebanyak 25,7 juta rumah tangga. Itu separuh jumlah pelanggan PLN yang disubsidi negara selama ini. Dari 46 juta pelanggan bersubsidi, sebanyak 23,2 juta pelanggan sambungan daya 450 VA, sisanya 900 VA. "Pokoknya yang menerima subsidi hanya mereka yang ada di basis data terpadu," kata Elan.

Penataan data penerima subsidi listrik ini, diakui Elan, baru mencuat belakangan, yakni setelah pemerintah menetapkan kriteria "hanya warga miskin" yang berhak menerima subsidi setrum tersebut. Benny M. Marbun membenarkan. Sebab, menurut dia, selama ini pemerintah tidak pernah mensyaratkan bahwa pelanggan 900 VA atau 450 VA harus keluarga miskin. "Dulu pelanggan minta daya sambungan berapa, ya, kita layani," kata Benny.

Dengan bekal basis data terpadu yang dimiliki TNP2K, PLN mulai melakukan verifikasi pelanggan pada akhir tahun lalu. Tujuannya: mendapatkan data konsumen yang profilnya cocok dengan 25,7 juta rumah tangga miskin dan rentan miskin di basis data terpadu.

Meski selesai cepat, verifikasi tak mudah. Sebab, meski PLN memiliki data nama dan alamat pelanggan lengkap, data itu tak langsung klop dengan data TNP2K. Data TNP2K hanya mencatat status kesejahteraan warga miskin tanpa ada nomor pelanggan. Dari 4,1 juta data yang diberikan ke PLN, kata Elan, sebanyak 95 persen berhasil ditemukan. Sisanya mungkin pindah alamat atau ganti pemilik.

Tak semua pelanggan puas atas pencabutan subsidi itu. Dibuatlah mekanisme pengaduan. Mereka yang merasa layak tetap mendapatkan subsidi bisa meminta ke pemerintah. Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Hadi M. Djuaraid mengungkapkan ada 60 ribu aduan. Setelah diverifikasi, sebanyak 35 ribu aduan dianggap tetap layak disubsidi. "Ada juga pelanggan yang minta tidak disubsidi karena merasa tidak pantas," ujar Hadi.

Belakangan, dari hasil pendataan ulang yang dilakukan PLN, ditemukan 2,4 juta pelanggan yang secara administrasi merupakan pelanggan 450 VA tapi kenyataan di lapangan menunjukkan mereka pelanggan 900 VA. Mereka seharusnya tetap disubsidi. Dengan begitu, jumlah rumah tangga miskin yang disubsidi menjadi 29,71 rumah tangga.

Gara-gara data itu, pemerintah akhirnya meminta tambahan jatah subsidi listrik ke DPR. Senin pekan lalu, Komisi VII DPR telah memberikan persetujuan penambahan subsidi sebesar Rp 6,02 triliun sehingga total subsidi menjadi Rp 51 triliun. Hingga pekan lalu, PLN telah memberikan restitusi tagihan kepada 1,3 juta--dari tambahan 2,4 juta pelanggan.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Andy Noorsaman Sommeng mengatakan PLN tengah melanjutkan pemadaman data pelanggan dan basis data terpadu TNP2K bagi pelanggan 450 VA. Diperkirakan, Agustus tahun ini semua proses itu selesai. "Sekarang sudah 90-an persen," kata Andy di Senayan, Kamis pekan lalu. "Kalau data lengkap, berarti lebih reliable."

Sembari menunggu verifikasi data pelanggan 450 VA, untuk sementara mereka tetap disubsidi penuh. "Yang 450 VA jangan disentuh dulu. Itu perintah Presiden Joko Widodo," kata Elan. Artinya, semua pelanggan 450 VA tetap menikmati tarif Rp 415 per kWh. "Penyaluran subsidinya tetap dengan mekanisme saat ini, yakni subsidi harga," ujar Direktur Utama PLN Sofyan Basir.

Sebenarnya keputusan pemerintah bersama DPR pada 1 Januari 2017 sudah memandatkan agar subsidi 450 VA juga dicabut. Celakanya, niat pemerintah mengubah skema subsidi tarif ke subsidi langsung (cash transfer) tak berjalan mulus. Sebab, seperti diakui Elan, subsidi langsung berbasis kartu belum siap diterapkan secara menyeluruh.

Benny Marbun menambahkan, pelanggan 900 VA yang sudah nonsubsidi masih mendapat perlakuan khusus. Tarif mereka Rp 1.320 per kWh, lebih rendah daripada pelanggan daya 1.300 VA ke atas, yang sebesar Rp 1.467 per kWh. Penyebabnya: rencana PLN melakukan penyesuaian tarif ditolak pemerintah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan meminta tarif dasar listrik pelanggan 900 VA tak dinaikkan hingga akhir tahun.

Agus Supriyanto, Ayu Prima Sandi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus