Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jangan promadona jangan bunuh diri

Target penerimaan ekspor nonmigas meningkat 18 % dari tahun sebelumnya. ada 10 komoditi andalan. antara lain, kayu lapis. menteri arifin siregar menganjurkan ada pasar alternatif.

12 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA kabar, ekspor nonmigas? Banyak pihak memprihatinkan laju pertumbuhannya yang melambat, kendati volumenya dari tahun ke tahun tetap membesar. Mungkin karena itu pula, pemerintah -seperti tercermin dalam RAPBN 1991-92 --menetapkan bahwa penerimaan di luar migas masih menduduki posisi dominan. Di situ ditetapkan target penerimaan ekspor nonmigas 18,8 juta dolar, sementara migas hanya 10,7 juta dolar. Jika dibandingkan dengan nilai ekspor nonmigas tahun sebelumnya yang 15,9 juta dolar, terlihat lonjakan tajam: 18%. Begitupun kalau menengok target yang ditetapkan 5 tahun ke belakang, apa yang ditetapkan sekarang masih tetap terbesar. Penetapan target sebesar itu bukannya tak berdasar. Presiden Soeharto sendiri menyatakan rasa optimismenya. Yang menjanjikan harapan, katanya, adalah komoditi manufaktur yang kian mantap. Jika dibandingkan nilai ekspor nonmigas Januari-September 1989 dan 1990 (periode yang sama), memang terlihat kenaikan berarti, terutama pada 10 komoditi andalan. Kayu lapis merupakan komoditi yang paling banyak mendatangkan devisa. Dari 7.920,3 juta dolar pada 1989, naik menjadi 8.615,9 juta dolar (naik 8,8%) pada 1990. Pakaian jadi naik drastis sampai 48,7%, dan di luar perkiraan adalah kain tenun, yang mengalami lonjakan sampai 57,1%. Beberapa komoditi hasil pertanian juga naik. Misalnya udang, teh, tembakau, biji cokelat, ikan tuna, dan kerang. Nilai ekspor udang, dalam periode April-September 1990, mencapai 326,4 juta dolar, yang berarti meningkat 55,7 juta dolar (20,6%) bila dibanding nilai ekspor pada periode yang sama tahun sebelumnya. Komoditi kopi dan lada justru sebaliknya. Harganya melorot tajam, masing-masing 30,6% dan 16,8%. Menurut Presiden, anjloknya harga kopi berkaitan dengan dibekukannya sistem kuota oleh Organisasi Kopi Internasional (ICO) sejak Juli 1989, yang menyebabkan penawaran kopi di pasar dunia meningkat. Sementara untuk lada, harganya kian melemah sejak negara-negara produsen melipatkan produksinya. Tapi bukan karena faktor itu jika ekonom Kwik Kian Gie merasa skeptis, melihat angka ekspor nonmigas yang ditetapkan pemerintah. "Saya sangat khawatir, target tidak akan tercapai," ucap Kwik. Yang dikhawatirkannya adalah pencapaian target melalui cara menurunkan nilai rupiah, supaya barang-barang Indonesia menjadi lebih kompetitif. Penurunan nilai rupiah itu tidak dengan devaluasi, tetapi dengan depresiasi perlahanlahan. "Dampaknya sama saja, dan ini adalah bunuh diri secara perlahan," ujarnya tandas. Sikap pesimistis Kwik didasarkan pada resesi ekonomi di Amerika Serikat, yang merupakan pasar penting bagi hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia. "Ancaman eksternal resesi ekonomi AS perlu diwaspadai. Dan ini dapat dijawab dengan meningkatkan daya saing riil dari eksportir kita," kata Kwik lagi. Faktor lain adalah terus menurunnya harga komoditi primer dan pengaruh dari kebijaksanaan uang ketat serta tingginya suku bunga. Dampaknya akan terasa pada 1991 ini. Betapa beratnya mengejar target ekspor nonmigas itu dirasakan pula oleh Menteri Perdagangan Arifin Siregar. Beberapa kendala, seperti kemungkinan resesi dunia dan kegagalan Putaran Uruguay Desember lalu, dikatakannya sewaktu-waktu bisa menghadang. Belum lagi ganjalan tekstil di Kanada dan beberapa negara Skandinavia. "Padahal, ekspor tekstil kita terus meningkat, tahun 1989-90 saja mencapai 2,3 milyar dolar," ujar Arifin. Sebenarnya, Indonesia sanggup mengekspor tekstil lebih banyak, tapi berdasarkan Multi-Fibre Arrangement (MFA), ekspor itu dibatasi. Lewat putaran Uruguay, Indonesia mencoba berjuang meniadakan sistem MFA itu. "Perundingan yang dilakukan mengalami kemajuan," kata Arifin. Kalaulah itu berhasil, di pasar internasional kita masih harus bersaing dengan RRC, Bangladesh, dan India. Kayu lapis pun tak bisa diharap akan terus mantap. Menurut Arifin Siregar, permintaan building construction berkurang, karena di AS sendiri permintaan rumah menurun. "Saya kurang setuju sistem primadona, yang hanya menitikberatkan beberapa komoditi saja, ini berbahaya," katanya. "Lebih baik model broad based, apa saja yang mumpung bisa diekspor, lakukan!" Arifin menganjurkan agar para eksportir bisa memperbaiki daya saingnya. Diversifikasi pasar pun perlu dicoba. "Kita tidak boleh hanya bergantung pada tiga sasaran pasar tradisional seperti AS, Jepang, dan Eropa," katanya. Tiga tahun terakhir ini, Arifin membawa pengusaha menyusup ke pasar alternatif seperti Timur Tengah, Asia Pasifik, dan Afrika Utara (Aljazair, Tunisia, dan Maroko). Hasilnya? "Ternyata, itu pasar potensial, bahkan menunjukkan pembelian yang meningkat." Aries Margono, Wahyu Muryadi (Jakarta) TABEL ---------------------------------------------------------- . Komoditi Ekspor Nonmigas 10 Terbesar . (dalam juta $ AS) ---------------------------------------------------------- . 1989 1990 Persentase Jenis barang Jan-Sept Jan-Sept perubahan ---------------------------------------------------------- 1. Kayu lapis 1.734,9 1.996,1 -15,1 2. Pakaian jadi 798,7 1.187,6 +48,7 3. Karet olahan 780,4 677,3 -13,2 4. Kain tenun 411,0 645,7 +57,1 5. Udang (segar/beku) 412,9 471,3 +14,1 6. Kayu olahan 287,6 349,9 +21,7 7. Kopi 409,5 282,5 -31,0 8. Tekstil lainnya 186,5 247,0 +32,4 9. Mebel (rotan, kayu, bambu) 112,8 207,7 +84,1 10. Alat listrik 127,9 185,8 +45,3 --------------------------------------------------------

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus