Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jangan terpesona padi

Perhimpunan agronomi indonesia bertekad untuk melaksanakan konsep industrialisasi pertanian lewat komisariat daerah. disambut dingin oleh hkti. (eb)

11 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTANIAN merupakan penyumbang devisi terbesar no. 2 setelah minyak. Jumlah penduduk yang terlibat mencapai 80 juta orang. Tetapi bidang ini nampaknya sangat terlambat menyerap teknologi untuk mempertinggi produksi. Hal ini jadi bahan perbincangan dalam konperensi Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) yang berlangsung pekan lalu di Jakarta. Dalam sebuah upacara di Istana Negara, Presiden Soeharto membuka konperensi dengan menabuh gong pembukaan. Presiden tak lupa mengharapkan agar para sarjana pertanian yang ikut berkonperensi dapat mencarikan jalan supaya para petani "dapat ikut merasakan manfaat pembangunan". Untuk meningkatkan penghasilan para petani, konperensi yang berlangsung selama 3 hari itu menganggap, tak ada jalan lain kecuali pemerintah melaksanakan pola industri dalam pertanian. "Sasaran kami adalah petani yang masih miskin-miskin. Kami ingin agar mereka menjadi industrialis," kata Ir. Achmad Affandi, Menteri Muda Urusan Pangan yang duduk sebagai Ketua Umum Peragi. Tapi bagaimana? Ketua I Peragi, Prof. Dr. Ir. Gunawan Satari menyebutkan: jalan untuk mengindustrialisasikan petani dapat dilaksanakan dengan memperkenalkan kepada para petani prinsip dasar industri. Yaitu dengan mengubah dan mengolah hasil tanaman melalui teknologi. "Para petani juga harus dituntun agar dapat mengolah, memasarkan dan meningkatkan mutu produksi. Dengan demikian nilai tambah. (added value) hasil tanaman bisa meningkat," ulasnya. Menurut Gunawan Satari para petani belum memanfaatkan teknologi untuk hasil pertanian mereka. Ia mengambil contoh singkong. Katanya, hasil pertanian ini bisa dijadikan beberapa bahan konsumsi dengan memanfaatkan teknologi yang tidak terlalu tinggi. "Singkong bisa diolah menjadi chips (keripik) atau bisa juga dijadikan cube (makanan berbentuk kubus). Harganya kalau dijual tentu lebih mahal," katanya. Pemanfaatan teknologi seperti itu bisa juga dilaksanakan pada hasil tanaman lain. Tetapi apakah keterlambatan teknologi untuk pertanian semata-mata hanya karena kelemahan petani? Ahli agronomi (pembudidayaan lahan pertanian) itu berpendapat pelaksanaannya belum ada saat ini, "karena pola penanganan tanaman pangan yang tak terpadu." Katanya, perhatian pemerintah hanya terpusat kepada padi. Akibatnya petani terpesona pada padi saja. Mengindustrialisasikan pertanian sebaaimana yang dicetuskan dalam konperensi yang berlangsung di Hotel Horizon, Jakarta, nampak diterima dengan dingin oleh organisasi tani HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia). "Kami sih setuju saja. Soalnya apakah konsep itu bisa jalan tanpa dana yang cukup?" debat Ali Hanafiah, bendahara HKTI Pusat. Ia menyesalkan tentang sudah begitu banyak seminar, diskusi dan kegiatan sejenis yang telah diadakan, tapi pelaksanaannya tidak langsung dikecap petani. "Jika pemerintah benar-benar mau, sebenarnya bisa. Tapi lihat saja nanti pada anggaran yang dicantumkan di APBN," ujarnya kecewa. Tetapi Peragi yang beranggotakan 1.296 ahli agronomi sudah bertekad untuk melaksanakan keputusan yang mereka ambil dalam konperensi di pantai Ancol itu. "Konsep industrialisasi pertanian akan kami laksanakan lewat komisariat di daerah," kata Gunawan Satari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus