DI Jerman Barat di mana pabrik itu bermula ada, diduga hanya 25%
wanita yang memakai pakaian dalam merk Triumph. "Potensi
produksi di Eropa memang lebih kecil, kalau dibandingkan jumlah
produksi kami di benua lain," kata Guenther Spiesshofer,
generasi ketiga dari pendiri pabrik pakaian dalam wanita merk
ini. Tahun 1891, Spiesshofer & Braun oHG di Wuerttemberg,
memulai usaha ini hanya dengan 150 pegawai dan 90 buah mesin
jahit. Sembilan puluh tahun kemudian, Triumph berpegawai 22.000
orang dan beromset DM 1 milyar lebih.
Untuk kepentingan pemasaran pula, selama Maret dan April,
Triumph pameran di 11 kota besar Asia dan Australia. Enambelas
peragawati dalam waktu 90 menit, telah memamerkan 350 potong
pakaian dalam. Mulai dari celana dan kutang yang minim modelnya,
sampai segala macam korset untuk pelangsing tubuh. "Body fashion
ini secara umum telah menguatkan dunia mode selama ini," kata
Spiesshofer kepada Toeti Kakiailatu dari TEMPO di hotel
Shangri-la, Singapura, ketika grup Triumph berpameran di sana,
akhir Maret.
Saingan? "Tentu ada. Tapi motto kami tetap: semua wanita di
dunia mencintai Triumph," kata Spiesshofer. Di beberapa kota
besar di Asia, Triumph memang harus bersaing kuat dengan pabrik
lain yang berasal dari Jepang, antara lain merk Wacoal. Selain
modelnya lebih sesuai dengan anatomi wanita Asia, Wacoal juga
memproduksi beberapa model yang lebih praktis, tipis dan warna
yang lebih menarik.
Maklumlah, wanita sekarang lebih senang mengenakan pakaian yang
serba longgar dan bisa dikenakan dengan enak dan cepat.
Sementara merk lain seperti Maidenform dan Formfit semakin kecil
peredarannya di pasaran Asia. Kedua merk beken itu lebih banyak
beredar di Eropa dan Amerika Utara. Sebab merk ini memang lebih
mengkhususkan dengan model-model negara yang mempunyai empat
musim.
Untuk kawasan Aia, Triumph mulai membuka keagenannya di
Malaysia dan Singapura. Tahun 1973, perusahaan ini memindahkan
kegiatan pemasaran dunianya ke Hongkong. Input berupa tenaga
manusia memang lebih murah di Asia dari pada Eropa. Di Asean,
kecuali Singapura, Triumph mempunyai pabrik. Bahkan di Manila --
yang terbesar di Asean -- 70% dari hasil produksinya untuk
ekspor.
Imitasi
Tahun 1978, PT Great River Garments di Citeureup, Bogor,
mendapat lisensi dari Triumph. "Tapi produksi kami masih
carnpuran dan sebagian besar kami tujukan untuk kelas menengah,"
kata Sunyoto Tanujaya, direktur Great River. Apa yang dimaksud
dengan produksi campuran ialah, Great River yang mendapat
lisensi selama 5 tahun, masih dalam taraf permulaan baik dalam
mencampurkan bahan produksi maupun hasil produksinya.
Ada sekitar 700 pekerja di Great River, 58% wanita. Upah mereka
di masa percobaan, Rp 750/hari, ditambah perangsang Rp 1.000
kalau tidak mangkir selama seminggu. Menjahit kutang atau
memasang plastik celana dalam, rupanya memang lebih cocok
dikerjakan oleh pekerja wanita ketimbang pria. Sebuah kutang
model biasa dapat diselesaikan selama 13 menit dan untuk celana
dalam sekitar 5 menit.
Pabrik gaya ban berjalan ini diperkirakan memproduksi 200.000
kutang dalam sebulan. Mengenai model, jangan diharap yang
terlalu mutakhir. Pabrik Triumph di Manila misalnya, baru akan
memprodusir model-model yang dipamerkan dalam Triumph Scene
1981. Untuk Citeuteup, model akan lebih terbelakang lagi
beberapa tahun dari yang beredar dl luar negeri sekarang.
"Produksi kami untuk konsumen kelas menengah ke bawah," sambung
Sunyoto. Sekarang ini Citeureup baru memproduksi pakaian dalam
satu warna saja -- warna coklat kulit.
Untuk mengawasi mutu, pakaian dalam yang memakai merk kupu-kupu
ini menempatkan seorang pengawas dari Jerman. Disain juga
ditentukan oleh kantor pusat. Untuk kawasan Asia, Triumph juga
telah menentukan model-model yang sesuai dengan anatomi wanita
Asia. Dan ini dilakukan oleh Triumph Hongkong, untuk kemudian
disebarkan ke beberapa kota yang ada pabriknya. Diakui Sunyoto
pabriknya belum sanggup memenuhi konsumen dalam negeri. "Saingan
yang berarti, tidak ada untuk kami," kata Sunyoto, "tetapi kami
cukup repot dengan hasil imitasi."
Di Jakarta misalnya, terdapat lebih dari 10 merk pakaian dalam
wanita. Namanya macam-macam, banyak yang mengaku dari luar
negeri. Merk Monalisa buatan dalam negeri, rupanya menjadi
saingan keras Triumph. Pabrik ini khusus membuat kutang,
terutama kutang untuk kebaya. Sebagian besar bahan terbuat dari
katun, yang dirasa lebih kuat dan enak dipakai di iklim tropis
ini.
Selain itu pakaian dalam yang masuk secara tidak resmi dari luar
negeri cukup banyak. Merk Embry dan beberapa merk lain dari
Taiwan, banyak bertebaran di pasaran. Harga bikinan dalam negeri
dan luar negeri, sama. Karena in, konsumen beranggapan, yang
berasal dari luar negeri jatuhnya lebih murah. Triumph sendiri,
tidak bisa menjual produksinya lebih murah. Karena semua bahan
masih diimpor. Kecuali bahan kaus, yang belakangan ini sedang
coba-coba memakai buatan dalam negeri.
Harga kutang sederhana buatan Triumph, Rp 2.500 dan celana Rp
700 sepotong. Harga kutang tersebut, ternyata sama, baik yang
buatan Monalisa maupun Embry yang kabarnya dari Taiwan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini