SEJUMLAH bendera kecil aneka-warna dan poster-poster berisi
pesan promosi dari berbagai merk mobil menebar di halaman luar
Balai Sidang Senayan, Jakarta 3 April 1981. Udara hari itu cerah
dan di gedung tersebut sedang berlangsung pameran Mobil/Motor
III 1981. Kegiatan yang dilaksanakan para penggemar mobil dan
didukung para perakit dan agen tunggal perusahaan mobil yang ada
di Jakarta.
Buat para penggemar mobil, inilah saatnya melihat-lihat mobil
produksi mutakhir. Kesempatan ini dimanfaatkan pula oleh perakit
dan agen tunggal perusahaan mobil -- terutama Jepang yang
menguasai 80% bisnis mobil di Indonesia -- untuk melancarkan
promosi. Beberapa di antaranya adalah Mitsubishi, Toyota, dan
Daihatsu, tiga perusahaan yang tahun 1980 merajai pasaran mobil
di sini.
Mitsubishi, tahun 1980 melempar ke pasaran sekitar 59.000 unit,
sementara Toyota: 50.000 dan Daihatsu: 21.225. Ketiga perusahaan
dari negeri matahari terbit ini, tampaknya sama-sama bergiat
untuk meluaskan penjualan produk mereka di Indonesia. Bahkan
mereka juga sama-sama menunggu hasil penelitian Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM untuk mendirikan pabrik mesin mobil.
"Permohonan kami sekarang masih diproses BKPM," kata Masaaki
Enomoto, direktur Mitsubishi Corporation Jakarta, kepada TEMPO.
Perusahaan yang bisnisnya di Indonesia dilaksanakan PT Krama
Yudha Tiga Berlian Motors (KYTBM) ini, merencanakan pembangunan
sebuah pabrik mesin di Jakarta berharga AS$ 120 juta atau
sekitar Rp 75 milyar.
Koran The Asian Wallstreet Journal 24 April 1981 menyiarkan,
Mitsubishi merencanakan sebuah pabrik mesin berbagai tipe yang
mampu menghasilkan 6000 unit/bulan pada tahap awal dan kelak
meningkat jadi 13.000 unit. Tak diperinci dengan siapa
perusahaan ini akan berpatner. Herman Latif, salah seorang
direktur PT KYTBM, menjelasan paling cepat pabrik itu baru akan
selesai 5 tahun lagi. Direncanakan bisa membuat 15 komponen
uama dari seluruh bagian mesin yang selama ini diimpor. Itu
akan berarti, lima tahun mendatang tidak akan ada lagi impor
mesin kendaraan. "Secara berangsur-angsur seluruh komponen mesin
harus dibuat di sini," kata Menteri Perindustrian A.R. Soehoed,
seusai rapat EKUIN, di Bina Graha, 1 April.
Soehoed membenarkan, ada sejumlah perusahaan yang telah
mengajukan permohonan untuk mendirikan pabrik mesin mobil
tersebut. "Ada tujuh perusahaan yang permohonannya sedang
diteliti," kata Ketua BKPM Ir. Soehartoyo. Kepada TEMPO di ruang
kerjanya yang baru, eks Dirjen Industri Logam Dasar itu
memperinci, perusahaan itu adalah: Mitsubishi, Toyota, Daihatsu,
Isuzu (dari Jepang) Daimler Benz (Jerman Barat), Perkins Engines
(Inggris) dan Dodge (AS). "Hasilnya saya perkirakan, baru dapat
diumumkan triwulan terakhir tahun ini," tambah Soehartoyo.
Ia menjelaskan, yang hingga kini masih harus diteliti adalah
sistem pabrik yang akan didirikan itu. Ada tiga sistem yang saat
ini dalam pertimbangan yakni: captive: masing-masing perusahaan
mendirikan pabrik mesin, noncaptive: sebuah pabrik utama yang
bisa membuat berbagai tipe mesin dari berbagai merk yang
mobilnya beredar di Indonesia. Atau kombinasi dari kedua sistem
ini yakni: hanya beberapa pabrik saja yang mewakili keseluruhan
mobil yang beredar di Indonesia. "Belum pasti, sistem mana yang
akan ditetapkan. Yang jelas pemerintah berpatokan pada
kepentingan nasional. Para perusahaan mobil harus ikut kita
punya kemauan," ujar Soehartoyo.
Perusahaan pembuat mobil diduga akan mencari tahu, apa kemauan
pemerintah itu. Tapi ketentuan pemerintah bisa ditebak dari
ucapan Dirjen Industri Logam Dasar Eman Yogasara: "Sampai lima
tahun mendatang kita akan lebih mengutamakan kendaraan niaga,"
katanya seusai membuka pameran mobil di Balai Sidang Senayan.
Perusahaan pembuat mobil yang ingin mendirikan pabrik mesin itu,
menurut sumber TEMPO, memag belum secara terperinci mengisi
permohonan mereka. Salah satu sebab, ialah mereka harus mencari
patner Indonesia. Toyota Motor, umpamanya merencanakan
pembangunan pabrik mesin yang mampu menghasilkan 10.000 unit per
bulan. Di antaranya adalah mesin dengan 1300 cubic-centimeter
(cc) untuk Toyota Kijang, 10.000 cc untuk truk kecil jenis
Hi-Ace dan 2400 cc untuk truk Dyna. Patner mereka di sini? "Yang
jelas, bukan kami. Karena kami sudah resmi sebagai distributor
mereka," kata seorang staf Humas Toyota Astra Motor di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini