Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jika sang manajer bokek

Timah di pasaran internasional jatuh & bursa logam london (lme) tutup. akibat kelebihan suplai. itc kehabisan uang untuk mengerem harga. negara-gara produsen terancam bangkrut. belum ada phk di pt timah. (eb)

7 Desember 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIMAH Indonesia makin runyam gara-gara sudah sebulan ini perdagangan bahan galian itu di Bursa Logam London (LME) ditutup. Ketika transaksi terakhir, yang diselenggarakan beberapa waktu lalu, harga logam itu tercatat 8.000 per ton. Pusat ditiadakannya perdagangan itu adalah Pieter de Koening, manajer cadangan penyangga Dewan Timah Internasional (ITC), yang kehabisan uang untuk mengerem kejatuhan harganya. De Koening sebenarnya sudah berusaha cukup baik dengan menutup kontrak 400 juta (US$ 588 juta) untuk pembelian timah penyerahan kemudian memakai uang para dealer dan bankir. Tapi apa mau dikata, menurut Menteri Pertambangan dan Energi Subroto, kelebihan suplai timah di pasar dunia sekarang sekitar 100 ribu ton. Jika seluruh kelebihan suplai itu harus dibeli De Koening dengan tingkat harga terakhir, maka dana yang dibutuhkan tidak kurang dari 800 juta (US$ 1.176 juta lebih). "Tidak kecil jumlahnya," kata Menteri Subroto kepada Putut Tri Husodo dari TEMPO. Menurut rencana, pekan ini, ITC kembali akan menyelenggarakan pertemuan untuk mencari jalan keluar dari kemelut itu. Dewan yang beranggotakan 22 negara produsen (seperti Malaysia dan Indonesia) dan konsumen tampaknya cukup ngeri melihat kemerosotan harga logam itu: Di akhir November lalu, para pembeli dari pelbagai negara industri hanya menawar rata-rata 6.900 per ton. "Jika harga timah jatuh sampai 4.000 per ton, hanya 22 dari 480 perusahaan timah di Malaysia yang bisa bertahan," kata Menteri Perindustrian Primer Paul Leong. "Dan sekitar 17 ribu dari 43 ribu buruh akan kena PHK karenanya." Di Indonesia efek merosotnya harga timah sampai jauh di bawah harga dasar itu sudah terasa sejak akhir tahun lalu. Ratusan buruh kasar sudah di-PHK-kan dari PT Koba Tin, PMA penyuplai konsentrat timah 4.250 ton setahun ke PT Timah. "Semua ini gara-gara permintaan timah yang cenderung turun terus sementara produksi timah terus melimpah di pasaran dunia," kata Julien de B. Noakes, Presiden Direktur PT Koba Tin. Ia menduga hasil sidang ITC pekan ini paling banter akan menetapkan harga timah 5.500 sampai 6.500 per ton. Tapi di PT Timah merosotnya harga bahan galian itu tidak diwujudkan dengan PHK. Tidak satu pun dari karyawan BUMN yang berjumlah 28 ribu itu terkena pemecatan. Toh, tidak berarti mereka hidup royal. Untuk menyesuaikan diri dengan hasil perusahaan, pelbagai tunjangan terhadap karyawan kini dikurangi. Menurut Direktur Utama PT Timah, Sujatmiko, dalam suatu upacara pekan lalu, langkah itu dianggapnya lebih bijaksana ketimbang mengurangi karyawan. Penutupan terhadap unit kegiatan produksi juga tidak dilakukan. Hanya saja, papan nama yang menyuarakan timah sebagai penghasil devisa no. 4, yang dipajang di sebelah Gedung Timah di depan jembatan layang Kuningan, kini sudah dicabut. Maklum, pamornya dalam mengumpulkan devisa makin melembek lima tahun terakhir ini - dari US$ 461 juta di masa puncak 1980 merosot jadi US$ 136 juta sampai Juli 1985. Sebentar lagi mungkin malah akan dilangkahi udang, yang sampai Juli lalu sudah mengumpulkan US$ 102 juta. Untung, menurunnya prospek penerimaan devisa itu bisa dikompensasikan dengan pasar lokal untuk kepentingan pabrik pelat timah PT Latinusa. "Tapi permintaan dalam negeri itu belum seberapa dibandingkan produksinya," ujar Menteri Subroto. Dengan kata lain, pasar luar negeri tetap merupakan tempat menjual paling utama. Sayangnya, usaha mempertahankan harga timah seperti dituangkan dalam Perjanjian Timah Internasional VI (ITA VI) tidak bisa dipelihara. Harga dasar timah yang ditetapkan sekitar 8 150 per ton (M$ 29-15 per kg) digerilya terus oleh membanjirnya suplai timah - terutama dari RRC dan Brasil, yang bukan anggota ITC. Kantung manajer cadangan penyangga ITC De Koening sampai bolong dibuatnya. Kedua negara ini rupanya tidak peduli dengan soal harga dasar itu. Menurut Menteri Subroto, Brasil dan RRC masing-masing akan menggenjot produksi merekadari 15 ribu ton ke 20 ribu ton, dan dari 6.000 ton jadi 9.000 ton tahun ini. Ekspor RRC sendiri tahun ini diperkirakan akan mencapai 6.000 ton, naik pesat dibandingkan angka tahun lalu yang baru 2.700 ton. Namun, kata Menteri Subroto, soal jatuhnya harga tidak hanya pada soal naiknya produksi atau ekspor. "Kalau soal pengaturan produksi, itu bisa disepakati," tambahnya. "Hanya sebaiknya dalam keadaan seperti sekarang negara-negara non-ITC membatasi diri dalam produksi." Usaha itu sendiri sudah dilakukan terhadap produsen anggota ITC dengan menetapkan kuota. Untuk semester pertama, kedua, dan ketiga tahun ini Indonesia, misalnya, hanya diperbolehkan mengekspor timah 5.526 ton setiap kuartal. Sementara itu, Malaysia sebagai anggota ITC terkemuka 9.128 pada periode yang sama untuk setiap kuartal. Tapi usaha memelihara harga timah dengan membatasi ekspor itu tetap tidak mempan gara-gara Brasil dan RRC melakukan perang gerilya terus-menerus. Dan, sialnya, kantung ITC tidak cukup tebal untuk menahan serangan itu. Akhir bulan lalu, sejumlah anggota Dewan bertemu dengan para bankir dan kreditor membicarakan injeksi dana bagi ITC. Di situ para bankir, yang di pimpin Standard Chartered Bank, menawarkan pinjaman penyangga 900 juta (US$ 1,32 milyar). Tapi syarat-syarat pemberian pinjaman itu dianggap tidak layak, hingga pertemuan itu gagal untuk menyelamatkan keutuhan laci uang Manajer De Koening. Maklum, beberapa produsen, seperti Muangthai dan Indonesia, mengisyaratkan agak keberatan jika kelak harus ditarik uang untuk membayar kembali pinjaman itu. Pertemuan ITC pekan ini mungkin bisa memberikan pilihan untuk menembus jalan buntu itu. Mudah-mudahan hasilnya bisa untuk menaikkan ekspor timah - menambah devisa. Eddy Herwanto Laporan Putut T.H. dan Ahmed S. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus