SUDAH tak terbilang cerita mengenai pembunuhan bayi yang dilakukan oleh orangtuanya sendiri. Dan ini kisah lain lagi, tentang Inawaty, 19, dan Setyono, 22, yang menghabisi nyawa bayi hasil "kumpul kebo" mereka. Semula, menurut polisi Sukolilo, Inawaty mengaku dialah yang melakukan perbuatan keji itu. Namun, dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, yang kini masih berlangsung, terungkap bahwa Setyonolah yang punya peran utama. Maka, ketua majelis, Yahya Wijaya, meminta jaksa memproses pemuda itu dari saksi menjadi terdakwa. "Karena ada indikasi kuat dia yang melakukannya. Paling tidak, secara bersama-sama," ujarnya. Kisah ini berawal pada kecurigaan masyarakat daerah Mulyorejo Tengah, Surabaya, kepada Inawaty yang tinggal sendirian di rumahnya. Wanita yang sehari-hari bekerja sebagai buruh di pabrik plastik itu diketahui hamil. Padahal, ia tidak punya suami dan memang belum pernah menikah. Sahudi, yang tinggal tidak jauh dari rumah Inawaty, di suatu pagi pertengahan Juni silam, secara tak sengaja mendengar tangis bayi. Suara itu berasal dari bilik Ina. Hanya tiga kali bayi itu menangis, kemudian senyap. Ia tak bisa melongok ke dalam, karena pintunya terkunci. Sahudi curiga, lantas menghubungi Pak RT serta beberapa tetangganya. Pintu dapat dibuka, tapi mereka tak menjumpai bayi. "Ina dan Setyo bilang, baru saja keguguran. Darah memang banyak di lantai," ujar Sahudi kepada TEMPO. Polisi kemudian dipanggil dan ditemukanlah bayi, yang sudah tak bernyawa itu, di antara tumpukan pakaian yang tergantung di tiang. Pada polisi, mulanya Inawaty bercerita bahwa sehabis melahirkan, ia lantas mencekik makhluk tak berdosa itu. Karena bayi itu belum mati, Ina lalu mengambil pisau dapur yang ada di sampingnya, lalu. . . Ialu. . . tak pantas kekejaman itu diceritakan. Jasad bayi yang malang itu lalu dibungkus tas plastik dan dimasukkan dalam tas pakaian serta ditaruh di sela-sela pakaiannya yang tertumpuk. Ketika itu Setyo mengaku baru saja sampai di rumah Ina, jadi tidak melihat semua perbuatan pacarnya. "Waktu itu dia bilang baru saja keguguran, tapi lama-lama 'ngaku juga dia baru saja membunuh bayi yang baru dilahirkannya itu," kata Setyono kala Ina ditangkap polisi. Namun, dalam sidang, majelis tidak begitu saja mempercayai ucapan Setyo. Betul saja. Ketika ditanya, Ina serta merta bangkit dari kursinya, menuding dan berteriak, "Dia bohong, Pak Hakim. Semuanya dia yang lakukan, dia yang bunuh. Jangan percaya omongannya." Setyo balas menuding Ina. Pertengkaran pun pecah di pengadilan. AKHIRNYA kepala pemuda buruh pabrik plastik itu mengangguk ketika para hakim kembali mencecarnya dengan beberapa pertanyaan. "Saya bingung, Pak. Panik," ujarnya pelan. Ia mengaku, ketika hari tiba di rumah Ina, pacarnya itu telah melahirkan anaknya. "Mulanya mau kami buang, tapi takut ketahuan. Kemudian bayi itu saya cekik tapi ndak mati, karena saya masih rasakan napasnya," tuturnya. Ia lalu mengambil pisau. "Ndak tahu berapa kali saya tusuk. Soalnya, saya 'nusuk sambil balik muka, kemudian saya sembelih. Waktu itu saya panik, Pak," tambahnya. Mengapa semula Ina mengaku membunuh untuk menutupi kelakuan pacarnya? Seperti yang diakuinya di sidang, ia terpaksa mengaku demikian di hadapan polisi. "Sebab, Setyo bilang sanggup urus perkara ini biar tak sampai ke pengadilan, dan nantinya mau mengawini saya. Nyatanya, cuma janji bohong, selama saya di tahanan, dia ndak pernah 'jenguk," kata Ina. Erlina Agus Laporan Jalil Hakim (Jawa Timur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini