Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK telah mencabut izin usaha perusahaan milik negara PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Setelah pencabutan izin ini, OJK memerintahkan Jiwasraya untuk segera dibubarkan dan dilikuidasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Machril, perwakilan nasabah Jiwasraya yang menolak skema restrukturisasi, mempertanyakan status dan kelanjutan nasib 70 pemegang polis yang kini tergabung dalam Konsolidasi Nasional Nasabah Korban Jiwasraya. “Tidak masuk akal ketika perusahaan ini kemudian dilikudasi, dibubarkan. Terus terang kami keberatan dengan pencabutan itu karena begitu perusahaan itu statusnya dicabut, status kami ini nasabah siapa? Kalau perusahaan itu dibubarkan kami jadi nasabah siapa? Jiwasraya sudah tidak ada,” ucap Machril di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 0,3 persen atau 70 nasabah pemegang polis Jiwasraya menolak program restrukturisasi yang ditawarkan Jiwasraya melalui pihak ketiga, yakni PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life). Kewajiban pengembalian uang polis nasabah yang belum diselesaikan Jiwasraya mencapai Rp 217 miliar per 31 Desember 2024.
Machril dan pemegang polis lainnya masih menunggu pengembalian dana tersebut. Namun, dengan dicabutnya izin usaha Jiwasraya, peluang pengembalian dana 100 persen semakin mengecil. “Sekalipun nanti dilikuidasi, kemungkinan kesulitan mereka untuk mengembalikan 100 persen,” kata dia.
Ia pun menyinggung usulan anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan jajaran direktur Utama PT Pupuk Indonesia, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Asuransi Jiwa IFG, dan PT Jiwasraya, pada Kamis, 6 Februari 2025 lalu.
Dalam rapat tersebut, DPR mengusulkan supaya kewajiban kepada pemegang polis dapat dibayarkan menggunakan aset tindak pidana korupsi Jiwasraya yang disita oleh Kejaksaan Agung. Menurut Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), nilai aset sitaan dalam perkara korupsi itu sebesar Rp 1,2 triliun dalam bentuk reksadana dan Rp 8 triliun berupa tanah dan bangunan.
Machril pun berpendapat aset sitaan itu merupakan hak nasabah sah Jiwasraya. “Saya sempat kemarin singgung nasabah sah Jiwasraya itu sebenarnya kami yang masih tinggal di Jiwasraya,” kata dia.
Sementara itu, lanjut dia, nasabah yang sudah ikut restrukturisasi atau sudah pindah berarti sudah menjadi mantan nasabah Jiwasraya. “Mereka bukan lagi nasabah Jiwasraya kan karena sudah punya kontrak baru dan penyelesaiannya juga di luar, bukan di Jiwasraya,” ujar dia lagi.
“Jadi sebenarnya nilai yang di Kejaksaan Agung itu aset itu adalah hak kami,” tutur Machril.
Ia pun meminta bantuan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan persoalan pembayaran polis ini. “Nasabah Jiwasraya ini masih menunggu pengembalian dana yang ada di Kejaksaan Agung, minta tolong Pak Presiden, gimana ini hanya tinggal sedikit lagi,” kata dia.
Seperti yang diketahui, perusahaan asuransi yang telah berusia 165 tahun ini mengalami masalah keuangan serius yang terungkap sejak 2019 dan menyebabkan kerugian besar termasuk ketidakmampuan untuk memenuhi kewajibannya kepada pemegang polis. OJK pun resmi mencabut izin usaha perusahaan milik negara Jiwasraya melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-9/D.05/2025 tanggal 16 Januari 2025.
Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus dan Pengendalian Kualitas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Asep Iskandar mengatakan sejak pencabutan izin ini, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai Jiwasraya dilarang mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset perusahaan asuransi itu.
“PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi jiwa, serta diwajibkan untuk menghentikan seluruh kegiatan usaha baik di kantor pusat maupun kantor di luar kantor pusat,” kata Asep dalam keterangan resmi OJK, dikutip Jumat, 21 Februari 2025.
Kemudian, perusahaan diwajibkan menyusun dan menyampaikan neraca penutupan kepada OJK paling lambat 15 hari sejak tanggal pencabutan izin usaha. Tak hanya itu, perusahaan negara yang sudah berdiri sejak 1859 ini juga wajib menyelenggarakan rapat umum pemegang saham paling lambat 30 hari sejak tanggal dicabutnya izin usaha untuk memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan, serta membentuk tim likuidasi. OJK juga mewajibkan Jiwasraya untuk melaksanakan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun Asep menuturkan, merujuk pada surat Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor S-30/MBU/01/2025 tanggal 22 Januari 2025, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah menyelenggarakan rapat umum pemegang saham untuk memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan serta membentuk tim likuidasi.
“Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan pegawai PT Asuransi Jiwasraya (Persero) wajib memberikan data, informasi, dan dokumen yang diperlukan oleh tim likuidasi serta dilarang menghambat proses likuidasi yang dilakukan oleh tim likuidasi,” kata Asep.
Pilihan Editor: Sejarah Jiwasraya yang Dicabut Izin Usahanya oleh OJK