Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Solusi Backlog dengan Hunian Berkonsep TOD

Hunian berkonsep TOD bisa jadi solusi pemenuhan kebutuhan perumahan, terutama bagi generasi muda.

14 April 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Proyek pembangunan hunian vertikal Samesta Mahata Tanjung Barat di sebelah Stasiun Tanjung Barat, Jakarta, 12 Oktober 2021. TEMPO/Nita Dian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • BUMN bisa menjadi motor pembangunan hunian berkonsep TOD.

  • Pembangunan TOD bisa menjadi solusi kekurangan pasokan hunian.

  • Angka backlog atau kekurangan hunian pada 2021 mencapai 12,71 juta.

JAKARTA – Presiden Joko Widodo mendorong pembangunan hunian vertikal yang terintegrasi dengan transportasi massal atau transit-oriented development (TOD). Dia meminta PT Kereta Api Indonesia mengerahkan aset tanah mereka. Hunian dengan konsep TOD, kata Jokowi, bisa menjadi jawaban dari kekurangan rumah (backlog) di dalam negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Merujuk pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2021, angka backlog mencapai 12,71 juta. Selain itu, hunian vertikal jenis ini bisa menjadi pilihan generasi muda yang mencari harga murah serta kemudahan akses ke pusat kota. Menurut Jokowi, saat ini ada 81 juta orang dalam generasi milenial berusia produktif yang belum mendapatkan fasilitas hunian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jokowi juga mengatakan PT KAI memiliki banyak tanah yang bisa dikembangkan menjadi kawasan TOD. "Ini harus segera dikerjakan, dibangun, sehingga kekurangan hunian untuk generasi milenial maupun masyarakat umum bisa tersedia dengan baik," ujarnya, kemarin. Dia berharap, ke depan, pembangunan hunian berkonsep TOD tidak hanya dilakukan di kawasan Jabodetabek, tapi juga di daerah lain, khususnya daerah yang sudah mulai macet akibat banyaknya kendaraan pribadi.

Permintaan Jokowi tersebut disampaikan setelah ia meresmikan apartemen Samesta Mahata Margonda, Depok, Jawa Barat, kemarin. Gedung tersebut dibangun Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional dengan konsep TOD sejak 2020 untuk menyasar generasi milenial yang kesulitan membeli rumah. Total terdapat 940 unit di dalam hunian vertikal tersebut. 

Direktur Utama Perum Perumnas, Budi Saddewa Soediro, menyatakan ada 182 unit apartemen yang dijual dengan harga subsidi. Harga unit dengan luas 32 meter persegi itu dibanderol sekitar Rp 200 juta dengan uang muka hanya Rp 1 juta. "Itu sudah sold out. Sekarang tinggal yang komersial," tuturnya. Untuk kelas komersial, apartemen tersebut memiliki tiga jenis tipe. Tipe studio dijual seharga Rp 300 jutaan, unit dengan satu kamar mulai Rp 500 juta, dan unit dengan dua kamar mulai Rp 700 juta.

Presiden Joko Widodo (tengah) menyampaikan sambutan terkait hunian vertikal konsep Transit Oriented Development (TOD) pada peresmian Hunian Milenial Untuk Indonesia, di Samesta Mahata Margonda, Depok, Jawa Barat, 13 April 2023. ANTARA/Dhemas Reviyanto

Pengamat properti dan perumahan, Anton Sitorus, menyatakan hunian vertikal berkonsep TOD memang tepat menjadi solusi backlog, khususnya untuk generasi milenial. Sebab, dalam kelompok usia tersebut, kemampuan rata-rata untuk membeli rumah berada di bawah Rp 1 miliar. "Selain itu, mereka tidak ingin jauh dari pusat kota sehingga pilihannya adalah apartemen," kata dia. Alasan utama lainnya adalah kemudahan akses transportasi. 

Menurut Anton, kunci pengembangan TOD ada di tangan perusahaan pelat merah. Kebanyakan pemilik lahan di sekitar jalur kereta saat ini adalah badan usaha milik negara (BUMN). Jika BUMN bisa bergerak cepat mengembangkan hunian berkonsep TOD, pengusaha swasta juga akan berbondong-bondong masuk ke sektor tersebut. Dengan makin banyaknya pilihan hunian, kebutuhan masyarakat akan perumahan bisa terpenuhi. 

Senior Associate Director Colliers Indonesia, Ferry Salanto, menilai hunian dengan konsep TOD memiliki prospek cerah dalam jangka panjang. Seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak, tarif jalan tol, pajak kendaraan bermotor, biaya parkir yang tinggi, serta rencana penerapan electronic road pricing di jalan utama, para pengguna kendaraan pribadi bukan tidak mungkin beralih ke transportasi publik. Terlebih biaya transportasi publik lebih murah dan ramah lingkungan. 

Colliers membandingkan 15 proyek TOD dan non-TOD yang diluncurkan di Jakarta dan sekitarnya pada 2017, berlokasi di area serta dalam masa periode peluncuran yang sama. Salah satu hasilnya, jumlah proyek non-TOD lebih banyak tertunda dan dibatalkan akibat pandemi dibanding proyek TOD. "Selain itu, proyek TOD menunjukkan peningkatan penyerapan bila dibanding yang non-TOD," tutur Ferry. Rata-rata serapannya sebesar 10,3 persen, sedangkan non-TOD hanya 3,8 persen.

VINDRY FLORENTIN | ANTARA 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus