Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PATUNG Garuda setinggi 18 meter itu rencananya menjulang di gerbang Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten. Dibuat oleh pematung I Nyoman Nuarta, karya itu dibeberkan di depan Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Budi Karya Sumadi, awal Juni lalu.
"Ini melambangkan airport negara karena simbol negara kita burung Garuda," kata Nuarta di Restoran Tugu Kunstkring Paleis, Jakarta. Nuarta adalah salah satu seniman yang diminta Angkasa Pura II mempercantik Soekarno-Hatta. Pembuatan patung itu bagian dari proyek perluasan Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Demi mempercantik Terminal 3, Angkasa Pura II menggelontorkan Rp 7 triliun sejak lima tahun lalu. Terminal baru itu diyakini bisa menampung 25 juta penumpang per tahun. Tiga terminal di Soekarno-Hatta saat ini keteteran melayani 60 juta penumpang per tahun. Padahal kapasitasnya cuma 24 juta penumpang per tahun.
Pada awal Juni, Budi Karya yakin perluasan Terminal 3 bisa beroperasi mulai 20 Juni 2016. Tapi harapan itu mesti ditunda setelah Lebaran. Setelah melakukan verifikasi sejak 8 Juni 2016, pada Kamis dua pekan lalu, Kementerian Perhubungan mengumumkan Terminal 3 belum layak digunakan.
Direktur Bandar Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Yudhi Sari Sitompul mengatakan Terminal 3 belum memenuhi sejumlah persyaratan. "Di antaranya catu daya listrik tidak bekerja menurut standar," ujar Yudhi dalam konferensi pers di kantor Kementerian Perhubungan. Selama verifikasi, generator pembangkit cadangan tidak mampu menopang beban ketika setrum PT PLN (Persero) putus.
Tanda-tanda penundaan operasi Terminal 3 sebetulnya muncul dua hari sebelum pengumuman. Saat itu Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menengok langsung Terminal 3. Jonan heran kenapa wilayah manuver pesawat di Terminal 3 tak bisa dilihat langsung dari menara pemandu lalu lintas udara (air traffic controller/ATC) milik Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia alias AirNav Indonesia.
Setelah berkeliling ke lokasi proyek, Jonan mengajak pihak Angkasa Pura II; PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, sebagai calon pengguna terminal; dan AirNAv Indonesia rapat di kantor AirNav, yang terletak di kawasan bandara.
Sekretaris Perusahaan Angkasa Pura II Agus Haryadi mengatakan persoalan menara itu baru muncul belakangan. Awalnya Angkasa Pura II dan AirNAv sudah sepakat akan menggantinya dengan pantauan kamera pemantau (CCTV). Kamera pemantau pun dilengkapi kemampuan infrared yang dapat menangkap obyek saat gelap dan cuaca buruk. "Pesawat di Terminal 3 yang existing itu enggak kelihatan dari tower. Kok, tiba-tiba yang Terminal 3 Ultimate enggak boleh?" kata Agus. Menurut dia, kondisi serupa terjadi di Bandara Supadio, Pontianak.
Seorang peserta rapat bertutur, Direktur Utama AirNav Bambang Tjahjono sempat berusaha meyakinkan Jonan bahwa penggunaan CCTV untuk pantauan area manuver di Terminal 3 Ultimate tidak jadi soal. Tapi Bambang langsung balik badan setelah ditantang Jonan. "Silakan semua direktur AirNav tanda tangan. Kalau terjadi sesuatu, kalian yang tanggung jawab," ujar Jonan seperti ditirukan pejabat tersebut. Yudhi Sari mengakui bosnya menantang AirNav. Namun Bambang menampiknya. "Tidak seperti itu. Harus sesuai dengan ketentuan saja," ucapnya.
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Petunjuk dan Tata Cara Bagian 172-01 tentang Sertifikasi Penyelenggara Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan menyebutkan pemandu lalu lintas penerbangan harus bisa melihat area manuver pesawat tanpa alat bantu. Wilayah manuver meliputi landas pacu hingga landas penghubung alias taxiway. Pandangan pemandu lalu lintas ke area manuver pesawat saat ini terhalang atap Terminal 3.
Ketentuan itu mengacu pada Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 172. "Organisasi Penerbangan Internasional (ICAO) memandatkan harus ada kontak visual antara ATC dan pesawat," kata Direktur Navigasi Penerbangan Kementerian Perhubungan Novie Riyanto saat dihubungi pada Jumat pekan lalu.
Kalaupun tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, perlu disediakan subtower di dekat apron atau tempat parkir pesawat. Perkara tower itu akhirnya menemukan solusi. AirNav nantinya akan memasang sistem radar pengatur pergerakan pesawat dan semua jenis kendaraan di bandara (advanced surface movement, guidance, and control system/A-SMGCS) level II. AirNav baru menggunakan A-SMGCS level I, yang hanya bisa memonitor tanpa menyajikan jarak pasti antar-obyek. Setelah itu semua obyek di movement area dan apron akan dilengkapi pemancar agar terbaca radar.
Novie mengakui pantauan ATC ke area manuver Terminal 3 yang telah ada juga dibantu kamera pemantau. Tapi, dengan melihat perkembangan lalu lintas Terminal 3, kamera pemantau saja tidak cukup.
Dalam rapat pada 14 Juni di kantor AirNav itu, menurut Novie, sebenarnya solusi muncul ketika Angkasa Pura II berencana meminjam menara portabel milik Kementerian Perhubungan. Tower dadakan tidak menolong. Tingginya cuma 7 meter. Padahal tinggi rata-rata garbarata dan ekor pesawat lebih dari 12 meter.
Penolakan Kementerian pada 16 Juni tak membuat Budi Karya surut. Dua hari kemudian, Budi menyurati Kementerian agar dilakukan verifikasi ulang pada 20 Juni. Menurut Agus Haryadi, Angkasa Pura II merasa perkara menara sudah dibereskan dengan tower portabel pinjaman Kementerian. Generator juga sudah mumpuni. Tapi upaya tersebut mental lagi lantaran tower portabel tak cukup tinggi.
Akhirnya Angkasa Pura II kini menggarap subtower baja setinggi 22 meter. Verifikasi ulang tetap akan dilakukan pada 17 Juli 2016 oleh tim percepatan operasi Terminal 3, yang terdiri atas perwakilan Kementerian dan Angkasa Pura II.
HARAPAN Angkasa Pura II menggunakan Terminal 3 untuk Lebaran tak bisa lepas dari keinginan Presiden Joko Widodo. Pada pertengahan Mei, Presiden menengok proyek Terminal 3. Jokowi ingin Terminal 3 bisa melayani para pemudik. "Kami ingin memberikan semacam kado Lebaran buat masyarakat," kata Agus Haryadi.
Seorang pejabat di Kementerian Perhubungan mengatakan Presiden sempat mengutus orang-orang kepercayaannya memeriksa langsung Terminal 3. Pada Selasa dua pekan lalu, fotografer pribadi Presiden, Agus Suparto, dan Devid Agus Yunanto dari Staf Sekretaris Pribadi Presiden meluncur ke sana. Devid tidak merespons konfirmasi Tempo. Sekretaris Kabinet Pramono Anung tidak membantah atau membenarkan kedatangan mereka berdua.
Pramono mengakui Presiden sempat menyinggung rencana operasi Terminal 3 setelah Kementerian Perhubungan menolak izin operasi. Jokowi tetap berharap Terminal 3 bisa digunakan sebelum Lebaran. "Pokoknya kalau sudah siap harus segera difungsikan," ujar Presiden seperti ditirukan Pramono, di kompleks Istana Kepresidenan, Senin lalu.
Penolakan Kementerian juga dipicu oleh keberatan Garuda Indonesia. Maskapai penerbangan ini belakangan membeberkan sebelas syarat yang belum dipenuhi Angkasa Pura II. Sebelas syarat itu baru diungkap Garuda dalam rapat di kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah I Soekarno-Hatta pada pagi hari sebelum Menteri Ignasius Jonan berkunjung ke Terminal 3.
Berdasarkan catatan Garuda dalam uji coba pada 11 dan 12 Juni, lift dan eskalator Terminal 3 belum berfungsi. Kios-kios makanan juga masih melompong. Padahal Garuda berencana menjadikan Terminal 3 sebagai markas besarnya.
Direktur Operasi Garuda Novianto Herupratomo tidak membantah kabar bahwa Garuda mengemukakan sebelas syarat tersebut. Namun sebelas syarat itu, menurut Novianto, tak jadi masalah lagi karena sudah dipenuhi Angkasa Pura II saat verifikasi Kementerian Perhubungan berlangsung. Sebelas syarat itu, kata dia, bagian dari ratusan syarat yang diperiksa Kementerian Perhubungan.
Catatan Garuda berbuntut panjang. Pekan lalu, Angkasa Pura II menyurati Garuda. Isinya, Angkasa Pura II mengancam akan melempar slot Garuda di Terminal 3 ke maskapai lain. "Dari awal Terminal 3 ini kami gadang-gadang untuk Garuda, tapi kok sambutannya begitu?" ujar Agus. Tapi Agus memastikan surat itu cuma gertak sambal.
Kini, setelah gagal pada verifikasi pertama, Angkasa Pura II terus berpacu merampungkan Terminal 3. Sejumlah pekerja masih sibuk membereskan eskalator. Ada yang membersihkan dinding kaca. Sebagian lagi merapikan kios-kios permanen yang masih melompong. Mereka seolah-olah tak peduli dengan kehadiran Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli, yang mengunjungi terminal itu pada Jumat pekan lalu. Khairul Anam, Istman M.p., Joniansyah Hardjono (Tangerang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo