Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kalau Bebas Di Malaysia

Pemimpin redaksi Watan di Malaysia, Abdul Halim Mahmud ditangkap, dituduh menyebarkan ajaran komunisme lewat korannya, penangkapan tersebut berdasarkan akta keamanan dalam negeri (isa).

24 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKELOMPOK Polisi Khusus (Special Branch) mendadak menangkap seorang wartawan. Abdul Halim Mahmud, 35 tahun, pemimpin redaksi koran dwi mingguan Watan, disergap di rumahnya di Petaling Jaya, Kualalumpur, ketika tengah berkemas hendak ke kantor. Pagi itu, Faridah Sulaiman, 23 tahun, yang baru dinikahinya enam bulan kelihatan kaget. "Saya tidak tahu apa yang harus saya kerjakan. Saya kini sendiri," kata wanita itu. Mahmud ditangkap 9 Oktober karena dituduh menyebarkan ajaran komunis lewat korannya. Menurut Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia Abdul Rahim Thamby Chik, sedikitnya 10 artikel yang ditulis Mahmud enam bulan belakangan ini dengan jelas mempropagandakan dan memuliakan komunisme. Tulisan Islam di Uni Soviet yang pernah dijadikan berita utama, misalnya, mengesankan bahwa Islam masih bisa tumbuh subur dan cocok di negeri komunis sekali pun. "Bagaimana mungkin itu bisa terjadi," ujar Rahim. "Setiap orang mengetahui bahwa kaum komunis tidak percaya pada Tuhan, dan Islam karenanya tak akan rukun dengannya." Sebagian dari artikel tersebut konon berisi kutipan propaganda yang pernah diterbitkan Kedutaan Besar Uni Soviet di Kualalumpur. Partai Komunis Malaysia (MCP) yang terlarang, demikian Rahim, juga turut menyediakan materi propaganda bagi Mahmud. Tindakan semacam itu dianggap mengancam ke amanan Malaysia dan karenanya, tambah Rahim, seseorang bisa ditahan berdasarkan Akta Keamanan Dalam Negeri (ISA)--semacam Penpres No. 11 tahun 1963 di Indonesia. Dengan ISA tersebut, pemerintah berhak menahan seseorang selama 60 hari untuk diinterogasi. Siapa Mahmud? Hanya beberapa bulan sesudah Mohamad Khir Johari, bekas Dubes Malaysia di Washington, menerbitkan Watan (pertengahan 1976), Mahmud bekerja di situ sebagai reporter. Di koran berbahasa Malaysia itu, ia kemudian ditunjuk sebagai pemimpin redaksi sementara, tapi sejak 15 September ia mengundurkan diri dari jabatan itu karena "berat tanggungjawabnya". Sekalipun Mahmud ditangkap, Kualalumpur masih mengizinkan koran tersebut tetap terbit. Sejauh itu pula, Khir Johari belum terdengar memberikan komentar. Sekitar lima tahun lalu, pernah terjadi peristiwa serupa. Ketika itu Abdul Samad Ismail, pemimpin redaksi koran Tbe New Straits Times, tiba-tiba ditahan. Lewat korannya itu, ia dituduh secara aktif menyebarkan komunisme. Dalam siaran televisi Malaysia, Samad mengaku bahwa dia sesungguhnya adalah orang komunis anggota MCP. Bersama dia, ditahan pula Samani Amin (Berita Harian, Kualalumpur), Hussein Jahidin dan Azmi (Berita Harian, Singapura). Keempat wartawan yang mempunyai hubungan erat itu ditahan berdasarkan ISA. Sekalipun tak pernah diajukan ke pengadilan, Samad dibebaskan Fcbruari lalu--sementara tak jelas nasib tiga temannya. Akurat, Obyektif Mungkinkah Mahmud membuat pengakuan serupa di layar televisi Malaysia? Belum jelas. Tapi PM Datuk Mahathir Mohamad tampak cemas akan kecenderungan pers dipakai sebagai media propaganda komunisme. Dia, katanya, tak menghendaki pers Malaysia menganut kebebasan pers model Barat. Menurut dia, kebebasan pers adalah nomor dua -- sedang nomor satu adalah kebutuhan bangsa dan rakyat. Kendati demikian, "kita harus berpikir apa yang terbaik diberikan untuk negara dan rakyat," katanya dalam jamuan makan di Press Club, Kualalumpur, pekan lalu. Belum lama ini Mahathir menolak permintaan wawancara BBC (London) mengenai kebijaksanaannya terhadap berbagai perusahaan Inggris. Hubungan London dan Kualalumpur memburuk sesudah Permodalan Nasional Berhad membeli sebagian (30%) saham Guthrie Corp, perusahaan perkebunan kelapa sawit Inggris terkemuka. Dia menolak karena ia merasa media itu akan menggunakan setiap ucapannya untuk menghantam dirinya sendiri dan Malaysia. "Buat saya, BBC bukan merupakan bagian dari sistem kebebasan pers," katanya. Menurut Mahathir, pers harus menguji kebebasannya dengan rasa tanggungjawab dan pengendalian diri. Dia menginginkan pers Malaysia membuat laporan akurat, obyektif dan hati-hati menurunkan tulisan yang mempertentangkan perbedaan ras. Pers Malaysia tampak menaati anjuran itu dan bernada lembut. Kenapa? Mungkin karena UMNO (United Malays National Organization), partai yang berkuasa kini, lewat Fleet Holding mengontrol sebagian besar saham koran terkemuka seperti The New Straits Times dan Utusan Malaysia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus