Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KABAR dari Bali itu ditanggapi sambil tertawa oleh Suryo Bambang Sulisto. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini mengaku tak risau oleh gerakan sejumlah koleganya di beberapa daerah yang tak henti menggangsir legitimasinya di organisasi himpunan pengusaha itu. "Biarkan saja. Memangnya ini Republik Mimpi? Semua kan ada aturannya," katanya Selasa malam pekan lalu.
Suryo, yang kerap disapa Gembong oleh teman-teman dekatnya, mengatakan keberadaan organisasinya ditopang oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kadin. Sesuai dengan aturan itu, posisi yang ditempatinya sejak 2010 tersebut baru akan berakhir pada 2015. Kalaupun sekarang ada sekelompok pengurus daerah yang ingin melawan, ia yakin jumlahnya tak seberapa. "Cuma 9 dari 33 pengurus daerah."
Sabtu dua pekan lalu, kelompok tandingan dalam tubuh kamar dagang itu menggelar pertemuan yang mereka klaim sebagai rapat pimpinan nasional. Perhelatan berlangsung di The Stone Hotel, Bali, milik Oesman Sapta Odang, Ketua Dewan Pertimbangan Kadin yang turut mendorong gerakan menggusur Gembong. "Kami prihatin terhadap kepemimpinan Gembong. Dia tak bisa bikin apa-apa. Dalam acara sebesar KTT APEC saja, peran Kadin kalah jauh dibanding Asosiasi Pengusaha Indonesia yang dipimpin Sofjan Wanandi," Oesman Sapta menjelaskan alasan mereka berontak.
Berbeda dengan hitungan Gembong, para penggerak rapat di Bali itu mengklaim didukung 23 pengurus Kadin provinsi dan asosiasi pengusaha. "Ada yang diwakili ketuanya. Ada pula mandat yang dibawa oleh wakilnya," kata Nur Achmad Affandi, Ketua Kadin DI Yogyakarta, yang dipecat oleh Gembong pada pertengahan Februari lalu.
Nur Achmad mengakui acara di Bali ini tak lepas dari rangkaian peristiwa sebelumnya, sejak ia dan sejumlah pengurus daerah lain mendeklarasikan Forum Kadin Provinsi se-Indonesia, Desember tahun lalu. Forum informal ini menyatakan kekecewaan mereka terhadap kepemimpinan Gembong, yang mereka nilai tak melaksanakan perintah Musyawarah Nasional 2010. Peringatan itu ditanggapi kubu Gembong dengan pemecatan Nur Achmad dari posisinya. Bukannya berhenti, Nur Achmad justru memperluas basis perlawanan.
Di Bali, Nur Achmad dan kawan-kawan menunjuk mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli sebagai Ketua Umum Kadin Sementara. Mereka juga memilih Setiawan Djody sebagai Ketua Dewan Penasihat dan Oesman Sapta sebagai Ketua Dewan Pembina. "Saya diberi mandat untuk menyiapkan munas yang akan memilih siapa yang jadi ketua umum berikutnya," ujar Rizal. Munas versi mereka rencananya akan dilaksanakan pada 23 Oktober nanti.
Penunjukan Rizal merupakan "kecelakaan" yang dirancang. Menurut Oesman Sapta, Menteri Keuangan semasa pemerintahan Abdurrahman Wahid itu tadinya diundang sebagai pembicara dalam rapat di Bali. "Tapi teman-teman tertarik pada pemikiran dia. Apa salahnya kalau dia kami pilih sebagai ketua umum. Dari segi pengalaman dan lain-lain, Rizal jelas lebih baik daripada Gembong."
Peran Oesman dalam kamar dagang tandingan ini memang tampak dominan. Bahkan, ketika mereka mengadakan jumpa pers di Hotel Marriott, Jakarta, Jumat siang pekan lalu, hampir semua pertanyaan yang ditujukan kepada Rizal dan Setiawan Djody dijawab oleh bekas Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu. Baru setelah semua pertanyaan habis dijawabnya, ia memberikan kesempatan kepada Rizal sambil mengatakan, "Saya mengawal Pak Rizal sampai di sini."
Para pengurus Kadin pimpinan Gembong tahu benar peta ini. Itu sebabnya, ketika acara di Bali sedang bergulir, mereka buru-buru mengeluarkan keputusan tentang posisi Oesman. "Kadin Indonesia menilai Oesman Sapta telah melakukan pelanggaran berat," kata Gembong. Surat itu menegaskan pemberhentian keanggotaan Oesman di Kadin dan pemecatannya dari jabatan Ketua Dewan Pertimbangan.
Y. Tomi Aryanto, Bernadette Christina, Pingit Aria
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo