Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dari Pangalengan Taklukkan Singapura

Komar sukses mengekspor buah, sayur, dan bunga lokal dengan omzet ratusan miliar. Kuncinya menjaga komitmen petani dan pemasok.

7 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari lahan seluas 1,5 hektare di Pangalengan, Kabupaten Bandung, itu, Komar Muljawibawa mengendalikan roda bisnis sayur, buah, dan bunga miliknya sejak 2004. Di atas lahan itu berdiri bangunan seluas 5.000 meter persegi—bangunan terbesar untuk tempat menyeleksi produk—dan sisanya untuk lahan pengembangan benih.

Ruang tengah bangunan digunakan untuk pengemasan. Produk yang siap ekspor disimpan di ruang kecil bersuhu 2 derajat Celsius yang mengelilingi ruang tengah. Semua pegawai di ruangan ini berseragam jas laboratorium dan bebas organisme pengganggu. "Gudang kami wajib memenuhi standar Singapura," kata Komar kepada Tempo, Selasa dua pekan lalu. Gudang pengemasan Alamanda tersebar di Tegal, Jawa Tengah; Malang, Jawa Timur; Berastagi, Sumatera Utara; dan Pekanbaru, Riau.

Komar mengacu pada standar Singapura karena Negeri Singa itu menampung 70 persen produk ekspor PT Alamanda Sejati Utama, perusahaan miliknya. Beberapa toko swalayan, seperti NTUC-Fair Price, Cold Storage, Giant, dan SATS, di Singapura menjadi mitra bisnis pria 47 tahun itu. Ekspor Alamanda juga menyasar Malaysia, Thailand, Pakistan, Bangladesh, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Jepang, Korea Selatan, Cina, dan Hong Kong.

Komoditas unggulannya mencapai 40 varietas, di antaranya bunga melati, manggis, mangga, salak, melon, jambu, jahe, buncis, dan brokoli. Komar mengklaim perusahaannya yang membuat penduduk Singapura mengenal mangga dan salak. "Suplai salak mencapai 500 kilogram per hari."

Kiat sukses bisnis Komar adalah menjaga kestabilan suplai, yang mencapai 25 ton per hari. Dia menggandeng pemasok, kelompok tani, dan petani. Saat ini, 60 persen produk berasal dari kelompok tani, sisanya dari supplier. Menurut Komar, kerja sama dengan petani dan kelompok tani melalui perjanjian di muka. "Kami menetapkan harga dan produk dengan kualitas yang disepakati," ujarnya.

Kendala yang kerap ditemui adalah komitmen petani yang gampang berubah. Ketika harga pasar melejit di atas harga perjanjian, petani mencari seribu alasan menjual ke pembeli lain. Agar petani tak tergoda, Komar menambah insentif. Adapun jika harga jatuh, Komar tetap bertahan dengan harga awal. Model ini disebutnya manajemen rantai pasokan, yang dikembangkan bersama peneliti Universitas Padjadjaran, almamaternya.

Cara lain mengikat komitmen petani dengan suplai benih. Benih yang diimpor dari Singapura hingga Kenya ini tidak langsung diserahkan ke petani. Benih dikembangbiakkan agar beradaptasi dengan iklim tropis Indonesia. "Benih generasi ketiga yang kami kirim," katanya. Menurut Komar, dia wajib teliti dalam perbenihan. Padahal pesaingnya di Thailand dan Cina bisa ongkang kaki karena urusan benih ditangani negara. "Inilah penyebab komoditas hortikultura kalah bersaing dengan negara lain."

Komar mulai klik dengan bisnis ini pada 2008. Sebelumnya, ia pengusaha properti dan eksportir jahe sejak 1994. Bisnis propertinya kolaps akibat krisis ekonomi 1998. Adapun ekspor jahenya meredup setelah jahe Cina merajai pasar dunia pada 2003. Karyawannya berkurang hingga tersisa enam orang. "Saya mengutang untuk bayar gaji mereka."

Di saat jatuh, semua kawan menjauh. Tak ada bank yang mengucurkan kredit dan Komar terpaksa mengutang kepada rentenir. Untuk menekan efisiensi, ia bersepeda motor mencari jahe dari Sukabumi, Garut, hingga Bengkulu.

Angin segar mulai datang ketika ada pengusaha menjual bisnis bunga melati di Tegal. Komar menghubungi asosiasi importir dan berkeliling ke pasar induk di Singapura. "Dari bisnis bunga melati, saya bangkit," ucapnya. Omzet penjualan Komar melejit salah satunya karena dukungan kredit dari Indonesia Eximbank sebesar Rp 30 miliar. Ia memilih Eximbank karena bunganya rendah, yaitu 6,5 persen untuk kredit dolar dan 10,5 persen untuk rupiah.

Tahun lalu PT Alamanda Sejati Utama mencatatkan ekspor sebesar Rp 104 miliar. "Alamanda eksportir terbesar dari 16 pengusaha yang menggeluti bisnis ini," kata Ketua Asosiasi Ekspor Sayur dan Buah Indonesia Sandy Wijaya.

Akbar Tri Kurniawan


Total Ekspor (Rp Miliar)
  • 2008: 52
  • 2009: 74
  • 2010: 71
  • 2011: 96
  • 2012: 104 SUMBER: PT ALAMANDA SEJATI UTAMA
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus