Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) memastikan tidak ada kandungan DNA babi pada suplemen Viostin DS dan Enzyplex saat proses pre-market. Meski demikian, kedua suplemen memang tidak diwajibkan untuk mengantongi sertifikat halal MUI sebelum diedarkan ke publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena sifatnya volutary atau sukarela, sampai sekarang pun belum ada pengajuan untuk ini," kata Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim saat ditemui usai menghadiri konferensi pers di Kantor Pusat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Jakarta Pusat, Senin, 5 Februari 2018. Konferensi pers ini digelar BPOM pasca muncul kegaduhan soal kandungan DNA babi pada Viostin DS dan Enzyplex.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lukmanul menceritakan, bahwa pada proses pre-market atau pengecekan produk sebelum beredar, sample dari suplemen memang diuji di laboratorium milik LPPOM MUI. Pengujian tersebut dilakukan, karena ada kerja sama antara LPPOM MUI dan BPOM. "Kebetulan karena lab milik kami sudah terakreditasi," ujarnya.
Sebelumnya, gaduh soal suplemen Viostin DS dan Enzyplex tablet muncul 30 Januari 2018 lalu. Sebuah surat dari Balai Besar POM Mataram kepada Balai POM di Palangka Raya, Selasa, 30 Januari 2018 yang mengungkap kandungan babi di kedua suplemen, viral. BPOM membenarkan bahwa sampel produk yang dimaksud adalah Viostin DS produksi PT. Pharos Indonesia dan Enzyplex tablet yang diproduksi PT Medifarma Laboratories. Temuan tersebut didapatkan dari hasil pengawasan post-market (setelah beredar)
Sebagai salah satu produsen, PT Pharos Indonesia baru mengeluarkan pernyataan resmi, sehari kemudian, Rabu, 31 Januari 2018. Padahal, indikasi telah ditemukan sejak November 2017. Namun sebagai bentuk evaluasi, PT Pharos Indonesia mengaku telah menunjuk pemasok bahan baku Chondroitin Sulfat yang baru di luar negeri. Chondroitin Sulfat adalah salah satu bahan baku Viostin DS diduga terkontaminasi DNA babi.
Produsen, kata Lukmanul, memang tidak mencantumkan kandungan DNA babi karena memang, uji pre-market menunjukkan hasil demikian. Pengujian oleh BPOM, katanya, juga tidak bertujuan untuk mengecek status halal atau haram dari sebuah produk.
Atas kasus ini, Lukmanul mendorong penguatan kerja sama antar kedua lembaga. Sebab, semakin banyak saringan maka akan semakin sedikit potensi kecolongan yang ada. "Karena ini kan sudah terlanjur di konsumsi masyarakat, bahkan saya pun ikut menggunakannya," kata Lukmanul sembari tertawa.
Kepala BPOM, Penny K. Lukito menyatakan lembaganya akan melakukan perbaikan sistem dan kinerja pengawasan obat dan makanan. Penny, yang tidak merasa kecolongan atas kasus ini, menilai perlu ada penguatan dasar hukum pengawasan obat dan makanan. "Melalui pengesahan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan," ujarnya.