Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Katakan Lewat Pesta

Majalah Swasembada mengadakan seminar di Manggala Wana Bhakti, Jakarta. Sejumlah tokoh menghadirinya. Bob Hasan mengkritik, dalam ekspor nonmigas kita selalu bicara soal makro, padahal masalah teknis.

10 Desember 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESTA Bisnis ala Swa selama empat hari pekan lalu bolehlah disimak. Majalah Swasembada, yang belakangan ini lebih dikenal dengan Swa, dalam acara di Manggala Wana Bhakti itu tak hanya menghadirkan puluhan perusahaan peserta untuk berpromosi, tetapi juga menyelenggarakan diskusi atau dialog. Ada Dialog Kreatif Swa-Hipmi yang berlangsung cukup seru, ada pula Dialog Bisnis ala Swa. Rabu pekan lalu, tampil sebagai pembicara adalah Ketua BKPM Sanyoto Sastrowardoyo. Kemudian Dirjen Industri Kecil Trisura Suhadi, lalu Bob Hasan (Ketua Umum Apkindo), disambung oleh Esther Satyono dari PT Great Giant Pincapple, dengan moderator Tanri Abeng, manajer puncak PT Multi Bintang. Sekitar 100 hadirin tampak betah mengikuti dialog yang dinamis itu. Dan satu hal yang layak dipetik sebagai semacam benang merah untuk menghubungkan semua pembicara adalah betapa pentingnya peran ekspor di masa purnaminyak. Pemasukan devisa melulu dari minyak memang sudah merupakan jargon lama. Maka, ketika ekspor nonmigas menjadi bahasa dunia ekonomi dan bisnis sekarang, segala hal yang berkaitan ke sana menarik disimak. Itu bisa berupa perkara investasi yang berorientasi ekspor, seperti diungkapkan Sanyoto. Misalnya, betapa pada 1988 ada 535 proyek PMDN yang akan melempar produknya ke mancanegara, atau 75% dari seluruh investasi PMDN. Ini lebih tinggi dibanding tahun 1987, yang meraih 62% alias 370 proyek. Tapi pasar internasional, menurut Trisura, belakangan diwarnai ketegangan. Barangkali maksudnya ancaman, karena menyinggung soal rencana negara-negara Eropa menjadi kesatuan pasar, nanti pada 1992. Ditambah lagi dengan perangai banyak negara lain yang memasarkan barang yang sama dengan hasil ekspor kita di pasar yang sudah kita miliki. Bicara soal mempertahankan kue yang sudah kita punyai di luar negeri, orang mungkin perlu melihat pengalaman Bob Hasan dalam kayu lapis. Bob mengkritik, dalam ekspor nonmigas kita selalu bicara soal makro. Padahal, menurut yang empunya cerita, soal ekspor lebih merupakan masalah teknis operasional. Maka, ia memilih bercerita pengalamannya: bagaimana Apkindo berhasil meningkatkan ekspor plywood (kayu lapis), sehingga kini mengisi 80% seluruh perdagangan tanaman keras tropis atau plywood dunia. "Jalan untuk mencapai sukses tersebut tidak mulus," kata Bob. Untuk merapikan pasar dan menghadapi pesaing, Bob kemudian, melalui Apkindo, membentuk Badan Pemasaran Bersama (BPB), seluruhnya ada tujuh. Peraturan dasarnya merupakan bagian dari Tata Niaga Ekspor Kayu Lapis. Disusul pembentukan Komisi Pemasaran (Kompa) dan Tim Stabilisasi Harga (TSH). Kecuali itu, ada juga usaha pengembangan industri hilir. "Sehingga, tekanan ekspor raw plywood dapat dikurangi," tutur Bob. Bagi eksportir yang berhasil membuka pasaran baru, Apkindo siap mengulurkan perangsang menarik: lima dolar per meter kubik. Dananya diambil dari eksportir ke pasar tradisional, yang dipungut 5 dolar pula per meter kubik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus