DIA mirip seorang rocker Zainal Tayeb, 32 tahun, pemuda gondrong kelahiran Sulawesi itu, selalu tampil dengan aksesori mencolok. Kalung dan gelang, terbuat dari kerang dan perak, menempel di kulitnya yang sawo matang. Tapi, jangan salah, aksesori itu adalah dagangannya. Dan untuk Anda ketahui, Zainal adalah eksportir andalan, satu dari 10 eksportir pilihan Swasembada tahun ini. Sebagai pemuda yang hanya lulusan SD, prestasinya luar biasa. Zainal memiliki omset tak kurang dari US$ 1,5 juta per tahun. Suksesnya itu diakui oleh Swasembada, yang berpesta bisnis selama empat hari, pekan silam. Ia diunggulkan karena kepeloporan manajerialnya. Dalam arti, menurut kriteria tim Swasembada -- beranggotakan wakil dari Hipmi, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, BKPM, dan Institut Pengembangan Manajemen Indonesia -- Zainal mampu mengelola usahanya sesuai dengan syarat kuantitas, kualitas, dan waktu penyerahan yang dikehendaki pembelinya di luar negeri. Tidak cuma itu. Ia juga mampu menghimpun 300 perajin, terserak di Sulawesi, Sukabumi, dan Yogyakarta. Usahanya mencakup kerajinan kerang dan perak yang dirintis sejak 16 tahun lalu, melalui perusahaan Mirah Silver di Legian, Bali. Ekspor pertamanya ke Jerman cuma senilai Rp 700 ribu, tapi kian lama kian meningkat. "Usaha saya ini keras juga," kata Zainal yang kini sudah mengekspor aksesorinya ke beberapa negara di Amerika dan Eropa. Masih ada perintis ekspor yang setangguh Zainal, seperti pengusaha garmen dari Bali, Ni Nyoman Kotawati, dan peternak ikan hias, Drs. Digdo Yuwono. Kotawati, pengusaha yang dulunya penari itu, kini mengekspor busana ke 20 negara di Asia, Eropa, dan Amerika. Hebat dia, apalagi kalau diingat bahwa modal pertamanya hanya kredit KMKP Rp 75 juta plus dua mesin jahit. Orang-orang seperti Zainal dan Kotawati-lah, yang kini diandalkan pada saat perolehan devisa dari sektor non-migas, jadi tumpuan harapan. Prakarsa majalah Swasembada untuk memberi penghargaan kepada mereka, beserta rekan lainnya, diharapkan bisa memacu semangat dan membuka mata pihak-pihak lain, termasuk Departemen Perdagangan. "Sebagai penyulut semangat," kata Naafii, 60 tahun, ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia, "tinggal pemerintah memperlonggar peraturan ekspor yang meng hambat," tambahnya. Di amping 10 eksportir pilihan, tim Swa juga memberi penghargaan kepada sejumlah kampiun ekspor, dari kelas dan jenis industri berbeda. Mereka adalah Federal Motor, PT GS Battery, Ika Muda Corpora, Apkindo, Bakrie & Brothers, Asia Permai Group, PT Rotech Indonesia, PT BASF Indonesia Sariwangi, dan lain-lain. Tapi ide ini bukan orisinil, seperti diakui oleh panitia -- ini mengingatkan pada Korea Selatan. Di sana, pemerintah memberi penghargaan kepada eksportirnya, berdasarkan kategori, misalnya, yang berhasil membawa masuk devisa di atas US$ 1 milyar, lalu di atas US$ 500 juta. Kapan, ya, kita mengukur eksportir kita, berdasarkan kriteria devisa?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini