Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah nasabah produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau sering disebut unit link yang merasa dirugikan oleh perusahaan asuransi jiwa pada hari ini menemui anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka mengadukan sejumlah masalah yang dihadapi, khususnya terkait praktik pemasaran oleh industri asuransi yang mengarah ke mis-selling dan mencurangi calon nasabah. Komunitas Korban Asuransi yang mewakili lebih dari 200 orang anggota itu menuntut adanya reformasi di industri asuransi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Komunitas Korban Asuransi Maria Trihartati berharap DPR menindaklanjuti pengaduan ini dengan memanggil pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan terus bertambahnya korban, otoritas dinilai tidak lagi mampu melindungi kepentingan warga negara Indonesia.
Maria juga meminta dukungan dan perhatian dari DPR untuk menekan OJK agar mengkaji ulang bisnis asuransi unit link di Indonesia yang telah merugikan banyak pihak. Salah satunya karena penjelasan perusahaan asuransi selalu tidak sesuai dengan yang kenyataan.
"Padahal, masyarakat beli karena kepercayaan terhadap agen, sebagai wakil yang membawa nama besar perusahaan asuransi. Kalau mereka ini beres sejak awal, saya yakin tidak ada masalah seperti ini," ujar Maria di Gedung Nusantara III DPR RI, Rabu, 6 Oktober 2021.
Ia lalu mengutip data yang dirilis OJK bahwa hampir 3 juta polis unit link tutup pada April 2021. Menurutnya, fenomena ini bisa diartikan bahwa semakin banyak pemegang polis yang sadar bahwa kehadiran produk proteksi ini tidak membawa dampak positif buat masyarakat.
Maria datang ke gedung DPR bersama suaminya yang menjadi korban pemasaran unit link mis-selling dari asuransi AIA, AXA Mandiri, dan Prudential ini bersama beberapa perwakilan pemegang polis lain. Di sana, mereka diterima oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
"Ke depan, kami sedang melengkapi berkas untuk mengadu juga ke Ombudsman. Saat ini, selain ke DPR, kami juga sudah mengirimkan berkas pidana kepada Bareskrim Polri," ucap Maria.
Sementara itu, seorang korban lainnya, Viola, yang juga datang ke DPR. Ia mengaku dirugikan oleh agen Prudential yang selama memasarkan produk asuransinya tidak pernah menerangkan secara jelas soal risiko dan teknis investasi. Khususnya berkaitan pemisahan biaya proteksi dan investasi.
Tak hanya Viola tak pernah mendapatkan keterangan soal porsi penempatan investasi di perjanjian, laporan bulanan soal kinerja investasi miliknya pun tak pernah di-update secara lengkap. Hal tersebut terjadi sampai akhirnya asetnya anjlok dan hampir ludes.
"Saya punya bukti kalau agen saya selalu bilang nanti di tahun ke-10 akan dikembalikan modal full dari premi yang saya setorkan, plus hasil investasinya," ucap Viola. Ketika dia menyampaikan komplain, pihak perusahaan menjelaskan bahwa yang dimaksud modal full kembali itu adalah hanya porsi investasi.
Lebih jauh, Viola menyebutkan banyak nasabah seperti dirinya selama ini tidak bersuara karena ditekan oleh perusahaan asuransi. Mereka menganggap nasabah sudah memahami teknis unit link dan mengaku memiliki bukti.
"Karena yang agen jelaskan itu selalu dari ilustrasi, dan pastinya hanya yang bagus-bagusnya saja. Bukan langsung dari salinan polis," tutur Viola.
Selain itu, kata dia, banyak para korban yang tidak pernah dijelaskan ada waktu 14 hari untuk mempelajari polis. "Setelah bertahun-tahun baru sadar dan sudah telanjur terjebak."
Ada juga cerita dari Wenny yang merupakan pemegang polis salah satu produk unit-link AIA yang terjebak lewat kanal bancassurance. Ia mengaku saat itu itu ditawarkan tabungan investasi jangka panjang.
Ketika itu, kata Wenny, transaksi dilakukan di bank dan tidak ada niat untuk membeli asuransi. Namun belakangan, pihak bank kemudian menawarkan produk investasi agar uang yang disimpan bisa berlipat ganda nilainya.
"Pihak bank bilang, daripada uang saya cuma disimpan di tabungan, masuk saja ke tabungan investasi yang ada bonus asuransi. Saya percaya saja. Ternyata ini unit-link, dan akhirnya aset saya ini berkurang 40 persen," ucap Wenny.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah sebelumnya menyatakan pihaknya bakal memperketat pengelolaan investasi dari produk asuransi yang dikaitkan dengan unit link. Otoritas bakal mengeluarkan aturan berisi rambu-rambu yang lebih ketat terhadap pengelolaan investasi dari produk unit link yang dijual oleh perusahaan asuransi.
Pengaturan ini juga mungkin akan membuat produk unit link relatif sulit dijual, tetapi hal ini perlu dilakukan semata untuk melindungi kepentingan masyarakat. "Karena ini uang masyarakat yang risikonya ditanggung masyarakat," tutur Nasrullah awal September lalu.
BISNIS