Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha Mohammad Jusuf Hamka mengungkapkan bahwa dirinya tak tertib membayar pajaknya dengan benar selama 35 tahun. Hingga akhirnya ia kemudian mengikuti tax amnesty atau pengampunan pajak jilid pertama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya bawa daftar harta saya (ke Kantor Pelayanan Pajak/KPP). Saya sudah 35 tahun tidak tertib pajak. Ini daftar harta saya, bantuin dong, bagaimana membenarkan ini (melalui tax amnesty)," ujar Jusuf pada Rabu, 23 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cerita itu disampaikannya dalam bincang-bincang terkait pajak dalam acara Spectaxcular yang digelar Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada hari ini, Rabu, 23 Maret 2022.
Acara itu juga dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo. Mendengar penjelasan tersebut, spontan Sri Mulyani tertawa.
Lebih jauh, Jusuf Hamka menyebutkan bahwa tax amnesty benar-benar memberikan pengampunan bagi orang-orang kelas kakap untuk melaporkan hartanya dengan benar.
Ia mengaku menyetor pajak senilai Rp 55 miliar saat tax amnesty jilid pertama. Pajak tersebut dibayarkan setelah Jusuf melaporkan seluruh hartanya dan mendapatkan tarif pajak sesuai jenis harta. Kini ia tercatat sebagai Komisaris Independen PT Indomobil Sukses Internasional Tbk.
Tarif pajak tax amnesty berkisar 2 persen - 5 persen untuk harta yang berada di dalam atau luar negeri dan diinvestasikan di Indonesia, lalu 4 persen - 10 persen untuk harta di luar negeri dan tidak dialihkan ke Indonesia.
Ia juga menanggapi Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang merupakan kelanjutan tax amnesty jilid pertama. Program yang berlaku pada 1 Januari - 30 Juni 2022 ini, menurut Jusuf, tak hanya program yang adil, tetapi bahkan lebih dari adil bagi para konglomerat.
Sebab, menurut dia, para konglomerat bisa mengungkapkan harta 'tersembunyi' dengan tarif pajak diskon. Hal ini seperti yang Jusuf lakukan setelah 35 tahun tidak tertib membayar pajak.
"Menurut saya bukan cukup adil dengan tax amnesty dan PPS, ini lebih dari adil menurut kami. Karena dosa-dosa kita semua diampuni, tetapi kalau kita masih tidak memanfaatkan kesempatan ini, ingat, pasti nanti ada surat cinta datang," ujar Jusuf.
Hingga 82 hari pelaksanaan PPS, tercatat harta yang dilaporkan berada di luar negeri mencapai Rp 2,66 triliun. Data di situs resmi Direktorat Jenderal Pajak per hari ini mencatat 26.860 wajib pajak yang mengikuti program tersebut.
Ditjen Pajak memperoleh 30.521 surat keterangan dan total nilai aset yang diungkapkan peserta sejauh ini mencapai Rp 33,8 triliun. Dari jumlah tersebut, diketahui bahwa 6,9 persen di antaranya merupakan aset yang berada di luar negeri. Adapun, 86,9 persen harta atau Rp 33,8 triliun merupakan deklarasi dalam negeri dan repatriasi.
Wajib pajak berkesempatan memperoleh tarif khusus jika mengungkapkan hartanya dalam PPS--skema yang sama dengan tax amnesty jilid I. Terdapat pula harta yang diinvestasikan mencapai Rp 2,4 triliun atau 6,2 persen dari total harta.
Peserta PPS dapat memilih menempatkan investasinya di SBN atau secara langsung ke perusahaan yang bergerak di bidang hilirisasi sumber daya alam atau energi baru dan terbarukan (EBT). Pemerintah telah memperoleh pajak penghasilan (PPh) Rp 4 triliun dari penyelenggaraan PPS sejauh ini. Jumlah tersebut mencakup 10,29 persen dari total nilai harta bersih.
BISNIS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.