Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Prabowo Subianto mulai membuka rencana kebijakan di bidang ekonomi.
Target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dipatok Prabowo tak realistis.
Perubahan pandangan Prabowo tentang ekonomi belum mampu meyakinkan pasar.
RASA penasaran investor terhadap arah kebijakan ekonomi Indonesia dalam pemerintahan mendatang seolah-olah terjawab. Berpidato dalam Mandiri Investment Forum, 5 Maret 2024, Prabowo Subianto memberikan gambaran bagaimana ia akan mengelola ekonomi Indonesia jika sudah sah menjadi presiden mulai Oktober mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada beberapa hal positif dari pidato itu. Yang paling menonjol, Prabowo tampak ingin menunjukkan kepada pasar bahwa ia sudah berubah. Mantan jenderal Angkatan Darat itu tak lagi mendukung pandangan nasionalisme kaku dan cenderung proteksionistis. Kini Prabowo menampilkan kesan bahwa ia ingin ekonomi Indonesia tumbuh amat pesat, hingga 8 persen per tahun, dengan membuat kebijakan yang ramah investasi seraya memangkas inefisiensi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam hal kebijakan fiskal, Prabowo juga terlihat ingin menghapus keraguan pasar. Selama ini, investor khawatir kebijakan fiskal Prabowo bakal ekspansif dan menyerempet bahaya, tak ragu menanggung menggelembungnya defisit anggaran. Ada juga kecemasan bahwa Prabowo bisa membuat peringkat risiko Indonesia merosot karena melonjaknya beban utang demi membiayai program-program populis yang memakan ongkos besar, seperti makan siang gratis untuk siswa sekolah.
Dalam hal ini pun Prabowo terlihat ingin berubah. Ia kini berbicara tentang pentingnya mengadopsi kebijakan fiskal yang lebih pruden dan rasional. Tak berbicara lagi soal utang sebagai sumber pembiayaan, Prabowo berbalik membicarakan niatnya menaikkan penerimaan pajak pemerintah sebagai sumber pembiayaan anggaran. Targetnya, rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia bisa mencapai 16 persen. Itu target yang sangat ambisius mengingat rasio pajak terhadap PDB saat ini hanya 11 persen.
Bagaimana reaksi pasar menanggapi perubahan ini? Sejauh ini, respons pasar keuangan tampak dingin-dingin saja, tak berlebihan. Pidato Prabowo itu belum mengubah persepsi investor secara signifikan sehingga mendorong optimisme investor. Salah satu petunjuknya, imbal hasil atau yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun malah cenderung naik tipis selama sepekan lalu, dari 6,713 persen pada 3 Maret menjadi 6,724 persen pada 8 Maret 2024. Sekadar catatan, makin tinggi yield, makin tinggi risiko obligasi itu di mata pasar.
Beberapa target Prabowo itu memang sangat tidak mudah tercapai sehingga malah terkesan tak realistis. Pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen, misalnya, membutuhkan perubahan yang amat mendasar. Seorang ekonom senior yang juga mantan menteri pernah menghitung, untuk mencapai pertumbuhan 8 persen, porsi investasi dalam PDB harus melonjak hingga 48 persen. Sedangkan saat ini pendorong pertumbuhan di Indonesia masih didominasi konsumsi rumah tangga yang mencapai 42 persen, sementara porsi investasi masih 35 persen.
Karakteristik investasi yang masuk juga harus berubah, lebih mempunyai daya ungkit yang besar dan menimbulkan efek berantai yang panjang pada ekonomi. Misalnya investasi yang mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar serta melibatkan rantai pemasok di dalam negeri yang amat panjang.
Karakter investasi yang masuk di era Presiden Joko Widodo sangat didominasi investasi di sektor pertambangan dan pengolahan mineral. Dampak investasi semacam ini pada ekonomi negara relatif terbatas. Selain tak muncul pekerjaan dalam jumlah besar, karena ini investasi padat modal, tak tercipta rantai pasokan di dalam negeri yang cukup panjang yang membuat dampak investasi itu bisa mengungkit pertumbuhan secara lebih luas dan besar.
Menaikkan rasio pajak terhadap PDB hingga menjadi 16 persen juga bukan perkara mudah. Alih-alih menaikkan pertumbuhan, pungutan pajak yang lebih kuat justru dapat mengurangi insentif bagi korporasi. Kegiatan bisnis menurun, otomatis pertumbuhan tak akan bertambah cepat. Walhasil, perubahan pandangan Prabowo tentang ekonomi itu sepertinya belum mampu meyakinkan pasar. Ada rasa penasaran yang masih mengganjal, belum sepenuhnya terjawab.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pasar Menakar Ambisi Prabowo"