Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Benarkah Robert Bonosusatya di Belakang Korupsi Timah Ilegal Bangka Belitung?

Korupsi timah di Bangka Belitung menyeret petinggi PT Timah dan pengusaha smelter. Nama pengusaha Robert Bonosusatya mencuat.

10 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH tiga bulan lamanya tanur peleburan timah di PT Refined Bangka Tin (RBT) tak beroperasi. Kini kondisi tanur dingin karena tak pernah dipanaskan lagi untuk melebur timah dari para pengepul. “Benar-benar mati total,” kata Baitul, petugas keamanan PT RBT, saat ditemui Tempo di lokasi pabrik di Jalan Kawasan Industri Jelitik, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Bangka Belitung, Rabu, 6 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Operasi PT RBT di Bangka berhenti setelah digeledah penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada 23 Desember 2023. Perusahaan tambang itu dituduh terlibat korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. Suparta, Direktur Utama PT RBT, dan Reza, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Kejaksaan Agung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perusahaan timah lain juga digeledah. Hingga awal Maret 2024, total tersangka mencapai 14 orang. Salah seorang di antaranya bernama Tamron Tamsil yang dikenal sebagai raja timah dari Bangka Belitung. Tiga direktur PT Timah juga menjadi tersangka dan diterungku. Nilai kerugian negara dan kerusakan lingkungan akibat korupsi ini diperkirakan mencapai Rp 271 triliun. Dalam kasus ini, PT RBT menjadi sorotan karena merupakan salah satu mitra utama PT Timah dalam pengelolaan timah di Bangka Belitung.

Saat kasus korupsi timah mencuat, nama pengusaha Robert Priantono Bonosusatya ikut mengemuka. Ia disebut pernah menguasai saham PT RBT. Baik Robert maupun PT Refined Bangka Tin kerap disebut dengan singkatan yang sama: RBT. Tapi Robert membantah hubungan itu. “Saya bukan pemilik PT RBT,” ujarnya kepada Tempo pada Rabu, 6 Maret 2024.

Penjelasan lebih detail datang dari kuasa hukum Robert, Harris Arthur Hedar. Harris mengakui Direktur Utama PT RBT Suparta dan kliennya berteman dekat. “Mereka berdua memang berteman, sama-sama orang tambang,” ucap Harris saat ditemui di Senayan, Jakarta Selatan, Kamis, 7 Maret 2024. Dalam wawancara itu, Harris juga mengaku sebagai pengacara PT RBT.

PT Refined Bangka Tin yang terletak di Jalan Kawasan Industri Jelitik, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Bangka Belitung./Servio Maranda

Berdasarkan data di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Suparta menguasai 73 persen saham di PT RBT. Tak ada nama Robert dalam kepemilikan saham ataupun manajemen perusahaan. Itu sebabnya Harris membantah bila Robert disebut terhubung dengan PT RBT, apalagi ikut berperan di balik perusahaan smelter yang berkongsi dengan PT Timah.

Nama Robert juga pernah muncul dalam artikel majalah Tempo edisi 26 Oktober 2018 berjudul “Gara-gara Ulah Panglima”. Saat itu kisruh penambangan timah ilegal di Bangka Belitung mulai mencuat. Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI menutup 27 smelter timah yang dianggap ilegal. Dalam artikel itu, Robert mengklaim perusahaannya tak menadah bijih timah ilegal. PT RBT, Robert menjelaskan, menambang bijih timah dari wilayah IUP sendiri. “Kami ada kapal sendiri. Kami sekarang kerja baik-baik,” tuturnya kala itu.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan penyidikan korupsi timah akan terus berkembang. Pihaknya berjanji menyasar semua pejabat yang terlibat, juga Robert yang diduga berada di balik operasi PT RBT. “Apakah yang bersangkutan terlibat atau tidak, tentu itu bagian dari proses penyidikan,” ujar Ketut.

Syahdan, sengkarut penambangan ilegal timah di Bangka Belitung mulai terungkap pada 2018. Kala itu PT Timah membuat laporan ke Bareskrim Polri lantaran banyaknya tambang timah ilegal yang beroperasi di wilayah IUP mereka. Polisi kemudian turun ke Bangka dan menggeledah sejumlah smelter pada Oktober 2018 di bawah komando Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri saat itu, Brigadir Jenderal Muhammad Fadil Imran.

Di tengah pengepungan smelter, tim Bareskrim membuntuti tiga truk. Namun tim akhirnya hanya menguntit truk yang mengarah ke smelter PT Panca Mega Persada, yang belakangan ikut digerebek. Dua truk lain yang menuju smelter PT RBT diduga dibiarkan. Selama ini Robert dikabarkan dekat dengan sejumlah petinggi Polri. Soal kedekatan ini, Robert alias RBT pernah membantah anggapan itu.

Beberapa bulan sebelum penggeledahan tim Bareskrim, salah seorang pengusaha timah di Bangka Belitung mengikuti konferensi timah yang digelar Bursa Berjangka Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) di Hotel Borobudur, Jakarta. Di situlah pengusaha ini melihat kehadiran Robert. Saat itu Robert dan pejabat PT Timah dikabarkan membicarakan rencana kerja sama pengolahan bijih timah beberapa pemain smelter.

Untuk merealisasi kerja sama, pertemuan berlanjut di salah satu restoran di Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan, milik Robert. Saat itu seorang pengusaha berinisial HM yang juga dekat dengan Robert, Direktur Utama PT RBT Suparta, dan beberapa pengusaha smelter ikut berkumpul. Harris Arthur Hedar yang juga menjadi kuasa hukum Suparta membenarkan kabar mengenai pertemuan tersebut. “Itu hanya kumpul biasa. Pak Suparta yang mengundang HM,” katanya.

CV Venus Inti Perkasa milik pengusaha Tamron Tamsil alias Aon yang terletak di Jalan Industri Ketapang, Kecamatan Bukit Intan, Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung./Servio Maranda

Pada 2018 ini pula diketahui akhirnya terjalin kerja sama PT Timah dengan konsorsium lima smelter, yaitu PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Tinindo Inti Perkasa, dan PT Stanindo Inti Perkasa. Kerja sama ini kemudian yang ditengarai bermasalah sampai akhirnya penyidik Kejaksaan Agung menetapkan para petinggi di kelima perusahaan tersebut sebagai tersangka. Seseorang yang mengetahui penyidikan kasus ini mengatakan PT RBT menjadi inisiator konsorsium smelter. Sementara itu, smelter lain dilibatkan agar terlihat ramai.

Pihak konsorsium itulah yang belakangan digulung Kejaksaan agung. Di antaranya Tamron Tamsil alias Aon. CV Venus Inti Perkasa, perusahaan Aon, dituding membentuk perusahaan boneka yang kemudian menambang di wilayah IUP milik PT Timah secara ilegal bermodalkan surat perintah kerja. Jaksa juga menyebut Suparta turut berperan dalam pembentukan perusahaan boneka.

Harris menyangsikan temuan jaksa. Ia menyebut PT RBT sekadar menerima setoran timah dari perusahaan-perusahaan tersebut untuk diolah. “Perusahaan ini ada sejak 2015, sedangkan PT RBT baru bekerja sama pada 2018,” tuturnya.

Kongsi antara PT Timah dan kelima smelter rupanya menyisakan nasib pahit bagi smelter lain. Pada 2019, sebanyak 27 pemilik smelter mengadu kepada Ketua Dewan Perwakilan Daerah AA La Nyalla Mahmud Mattalitti. Mereka mengeluh karena tak bisa memproses produksi dan ekspor tin ingot atau timah batangan. Sementara itu, 27 perusahaan tersebut harus menjual mineral mentah ke PT Timah. “Tapi, anehnya, menurut aduan tersebut, PT Timah justru menunjuk lima smelter rekanan untuk membantu processing sehingga PT Timah membeli dari mereka,” ujar La Nyalla.

Sengkarut masalah timah di Bangka Belitung ini kemudian membuat badan usaha milik negara holding industri pertambangan Indonesia, Mining Industry Indonesia alias MIND ID, turun tangan. Ditemui secara terpisah, tiga orang yang mengetahui peristiwa ini bercerita bahwa pimpinan MIND ID sempat beraudiensi dengan PT Timah, yang menjadi anggota holding, dan PT RBT. Perwakilan PT RBT mendatangi kantor MIND ID di Senayan, Jakarta. Siapa saja yang hadir? Salah seorang di antaranya adalah Robert Priantono Bonosusatya.

Sekretaris Perusahaan MIND ID Heri Yusuf mengaku tak mengetahui ihwal pertemuan tersebut. Kala itu ia belum bekerja di MIND ID. “Saya baru bergabung,” katanya.

Harris Arthur Hedar membantah kabar bahwa Robert hadir dalam pertemuan di kantor MIND ID itu. Harris juga membantah dugaan adanya komunikasi antara Robert dan pejabat PT Timah untuk mengatur smelter yang bekerja sama melebur bijih timah. Ia mengaku kliennya pernah datang ke Bangka Belitung untuk menghadiri acara buka puasa bersama atas undangan Kepala Kepolisian Daerah Bangka Belitung. Harris lantas mengatakan kliennya memang terkenal sehingga bisa saja banyak yang mencatut nama Robert. “Mungkin karena dia dianggap bisa menyelesaikan masalah,” tutur Harris.

Tamron Tamsil, tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah, diborgol petugas di Kejaksaan Agung, Jakarta, 6 Februari 2024./Dokumentasi Kejaksaan Agung

Pangkal masalah lain dalam kasus timah yang sedang diselidiki Kejaksaan Agung adalah proses legalisasi sumber bijih yang ditambang. Dalam tata niaga timah, ada otoritas yang berwenang di setiap tahapan. Ada competent person Indonesia (CPI) yang memvalidasi cadangan tambang di suatu wilayah sebelum terbitnya rencana kerja dan anggaran biaya. Kemudian ada lembaga surveyor yang memberikan sertifikat legalitas timah sebelum diperdagangkan di BKDI.

Pada 2018, ketika Bareskrim datang menggeledah, aktivitas ekspor di berbagai perusahaan smelter di Bangka Belitung sempat terhenti. Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang dan Pengelola Pasir Mineral Indonesia Rudi Sahwani mengklaim pihaknya kesulitan memverifikasi dan memvalidasi asal-usul timah. Hal ini menjadi hambatan pengusaha smelter kala itu. “Karena wajib ditandatangani oleh pihak yang mendapatkan sertifikasi CPI,” ujarnya.

Situasi ini dibenarkan oleh dua sumber Tempo di lingkaran tata niaga timah yang mengetahui masalah itu. Mereka menyebutkan jumlah CPI yang terbatas akhirnya berujung lolosnya timah ilegal yang kemudian dilebur di smelter. Minimnya verifikasi dari lembaga surveyor juga membuat timah ilegal mendapatkan sertifikat dan lolos untuk diekspor. Dimintai konfirmasi mengenai hal ini, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tri Winarno hanya memberikan jawaban singkat. “Setahu saya, jumlah CPI sudah bertambah,” kata Tri.

Direktur Utama PT Timah Ahmad Dani Virsal, yang baru ditunjuk oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada Juni 2023, tak menjelaskan seputar keterlibatan mantan pejabat perusahaannya di pusaran korupsi timah Bangka Belitung. Ia mengatakan tata kelola bisnis timah saat ini belum ideal. “Ini konsekuensi perjalanan dinamika bisnis komoditas timah di Bangka Belitung yang sudah berlangsung lama,” ucapnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Lani Diana, M. Khory Alfarizi, Ade Ridwan Yandwiputra, dan Servio Maranda dari Bangka Belitung berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jejak RBT di Korupsi Timah"

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus