Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berhasil menurunkan harga tiket pesawat selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) pada 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025. Penurunan harga ini berkat diskon avtur, tarif layanan penumpang di bandara atau pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) serta tarif pelayanan jasa pendaratan, penempatan, dan penyimpanan pesawat udara (PJ4PU).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun cara menurunkan harga tiket pesawat selama libur Nataru ini mendapat kritik tajam dari pengamat penerbangan Alvin Lie. Mantan Anggota DPR ini mengatakan kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menurunkan tarif tiket pesawat 10 persen itu, tidak layak dilanjutkan pada periode Lebaran tahun 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tidak sepatutnya pemerintah memberlakukan kebijakan seperti ini. Baik untuk Nataru maupun Idul Fitri,” katanya dalam aplikasi perpesanan pada Sabtu, 4 Januari 2025.
Pemerintah, menurut Alvin, sebenarnya bisa memutuskan harga tiket berdasarkan aturan tentang Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB) tiket pesawat di Indonesia sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019.
“Kan sudah ada Permenhub tentang TBA dan TBB, yang merumuskan harga tiket dalam koridor itu adalah pemerintah sendiri dengan pertimbangan berbagai faktor,” ucapnya.
Alvin menilai, sejauh maskapai atau perusahaan tidak melanggar aturan yang berlaku sejak 2019 itu, kebijakan penurunan harga tiket pesawat tidak tepat untuk diterapkan. “Airlines saja sudah mengeluh karena sudah tidak sesuai dengan kondisi biaya operasi yang sesungguhnya, ini malah dipaksa suruh turun lagi,” tuturnya.
Kebijakan itu tidak tepat karena memberatkan salah satu pihak, sehingga akan mengganggu dan mempengaruhi kualitas penerbangan. Hal itu berdampak buruk terhadap kesehatan keuangan perusahaan yang pada akhirnya dapat mengancam keselamatan penerbangan dan keberlangsungan kehidupan perusahaan.
“Kapan airlines bisa bernafas secara keuangan, hutang mereka yang menumpuk selama pandemi masih banyak yang tertunggak,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dirilis Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, total penumpang angkutan udara selama masa Nataru 2025 meningkat sebesar 10 persen. Meski begitu, ia menganggap angka itu tidak menunjukkan kenaikan yang berarti karena peningkatan 10 persen dibanding masa yang sama tahun lalu. “Hanya setara dengan pertumbuhan rata-rata tahun ini dibanding tahun lalu,” kata dia.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Udara Lukman F. Laisa menilai peningkatan 10 persen penumpang itu, menunjukkan animo masyarakat untuk menggunakan pesawat sebagai moda transportasi selama masa Nataru meningkat signifikan.
"Di tahun ini, ternyata animo masyarakat untuk menggunakan pesawat sebagai moda transportasi selama Nataru cukup tinggi. Jumlah penumpang pesawat meningkat sebanyak 10 persen dibanding tahun lalu. Jumlah ini di atas prediksi sebelumnya yang hanya 5 persen," katanya dalam keterangan tertulis pada 3 Januari 2025.
Ini Kata Erick Thohir
Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan keberlanjutan penurunan harga tiket pesawat perlu kajian mendalam agar dapat memastikan dampaknya terhadap industri penerbangan maupun secara ekonomi.
"Saya belum bisa bicara, karena itu tentu konteksnya perlu kajian yang lebih dalam," kata Erick saat konferensi pers di Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025, seperti dikutip Antara.
Erick menyampaikan hal itu menjawab pertanyaan awak media mengenai keberlanjutan kebijakan penurunan harga tiket pesawat sebesar 10 persen yang diberlakukan pemerintah sejak 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025.
Pernyataan itu disampaikan seusai rapat dengan berbagai BUMN aviasi yakni Garuda Indonesia, Citilink, Pelita Air, InJourney Airports, dan Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia.
Dia menegaskan industri penerbangan Indonesia masih berfokus pada efisiensi, mengingat jumlah pesawat yang terbatas. Saat ini, Indonesia membutuhkan sekitar 750 pesawat, namun jumlah pesawat yang ada baru sekitar 400-an.
"Saya rasa industri penerbangan hari ini kita terus efisiensi. Karena memang jumlah pesawat kan tidak cukup. Dengan size Indonesia yang memerlukan 750 pesawat yang hari ini baru 400-an ya memang kita kurang," ucapnya.
Erick mengatakan maskapai seperti Garuda, Citilink, dan Pelita Air tengah berusaha menambah jumlah pesawat untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara yang terus berkembang.
Upaya itu dianggap sebagai langkah inovatif dalam mendukung kelancaran penerbangan.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Elba Damhuri mengatakan kebijakan terkait penurunan tarif pesawat angkutan udara merupakan arahan langsung Presiden Prabowo Subianto untuk membantu masyarakat dalam rangka mengurangi beban harga tiket pesawat.
Pemberlakuan penyesuaian tarif berlaku selama 16 hari pada masa periode Natal dan Tahun Baru, mulai 19 Desember 2024 sampai 3 Januari 2025 untuk tiket yang belum terjual.
Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.