TANKER Aquarius dipilih lagi untuk nembuat sejarah baru. Awal
Agustus 1977, ia ditugaskan mengangkut gas alam cair dari
dermaga khusus LNG Bontang, Kalimantan Timur, buat pertama
kalinya. September ini, pengapalan perdana akan dilakukannya
pula dari Arun, Aceh.
Seyogianya kapal khusus LNG yang dibuat oleh General Dynamics di
Quincy (AS) itu sudah mulai bertolak dari Arun 1 Agustus yang
lalu, tepat setahun sesudah pengapalan perdana dari Bontang.
Tapi peristiwa bersejarah ini tertunda karena bencana besar
menimpa lapangan gas Arun. Sejak 4 Juni di situ terjadi
kebakaran yang baru bisa dipadamkan 3 bulan kemudian. Untuk itu
Paul "Red" Adair, ahli dari Houston telah diterbangkan ke sana.
Dia berhasil menjinakkan api di Arun yang ditaksir menimbulkan
kerugian sekitar $ 30 juta.
Sebagaimana dari Bontang (investasi $ 680 juta), gas alam cair
dari Arun (investasi $ 950 juta) juga dipasarkan ke Jepang dalam
suatu perjanjian 22 tahun. Keduanya kini membuat Indonesia
sebagai pengekspor LNG ke-4 di dunia.
Sebelum bencana kebakaran, Arun pernah dihebohkan oleh peristiwa
gerombolan pengacau, diduga pengikut Hasan Tiro, yang menyerang
dan mengorbankan beberapa karyawan asing. luat sementara Mobil
Oil Indonesia Inc., sebuah unit dari Mobil Corp. yang beroperasi
di sana atas dasar bagi-hasil dengan Pertamina, agak terganggu
pikirannya karena peristiwa itu. Tapi kini semua pihak boleh
lega karena diketahui gerakan petualangan Hasan Tiro tidak
mempunyai pengikut yang berarti, dan tidak sampai berupa ancaman
terhadap keamanan setempat.
Tipis
Kilang LNG Arun kini bekerja dengan tiga unit produksi yang
dibangun khusus untuk melayani pasaran Jepang. Sudah ada rencana
untuk membangun tiga unit lagi, yang tadinya dimaksud untuk
melayani pasaran di pantai barat Amerika. Bahkan suatu kontrak
penjualan 20 tahun sudah ditandatangani dengan Pacindo,
perusahaan patungan Southern California (ras Co. dan Pacific Gas
& Electric Co. pada akhir 1973. Tapi kelanjutannya masih macet
karena Departemen Energi AS belum bisa menyetujui rumus eskalasi
harga yang tercantum dalam kontrak Pacindo-Pertamina itu.
Ketika datang ke Jakarta Mei yang lalu, Wakil Presiden AS Walter
Mondale mengumumkan bahwa Washington sudah menyetujui rumus
eskalasi harga itu. Ternyata kemudian Departemen Energi AS
membantahnya, hingga agak membingungkan terutama orang kita.
Maka akibatnya, beberapa anggota DPR menyuarakan kejengkelan
masing-masing via pers. Seakan-akan AS melakukan tekanan
politik, bukan bisnis tok. Dalam hal ini Menteri Pertambangan
dan Energi Subroto mencoba mendinginkan. "Kita tunggu sampai
Oktober," katanya. Sikap pemerintah terakhir tampaknya begini:
Jika Oktober nanti diterima jawaban okay dari AS, ya syukur.
Jika tidak, ya apa boleh buat, kita cari negara pembeli lain
yang berminat.
Namun tipis kemungkinan kontrak dengan Pacindo akan bisa
dilanjutkan. Sebab kebetulan AS kini berusaha mengurangi impor
energi. Minyak Alaskanya mulai mengalir. Persediaan batubaranya
berlebihan. Ada pula harapannya untuk menjumpai ladang gas alam
di AS sendiri.
Maka bila LNG Arun itu nanti dipompakan ke Aquarius, dan
Presiden Soeharto meresmikannya, akan maslh banyak alasan untuk
bergembira. Tapi suasana upacara itu tentu akan diliputi
tanda-tanya Ke mana lagi bisa dijual?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini