KERIBUTAN buruh pabrik PT Perusahaan Bir Indonesia (PBI) di
Tangerang dan Surabaya baru-baru ini ternyata telah membuat
produknya makin laris. Pasaran domestik, yang tadinya ia kuasai
cuma 55%, kini melonjak menjadi 57% dari keseluruhannya. Bahkan
kini PBI maju selangkah lagi dengan memasarkan Bir Bintang ke
Jepang. Menjelang lebaran, kapal Hartvig-Maersk yang mengangkut
15.000 botol mini telah merapat di pelabuhan Yokohama. Bir
Bintang itu selanjutnya dengan truk diangkut ke Tokyo. Angka ini
akan melonjak karena awal Oktober akan dikapalkan lagi sebanyak
30.000 botol m, ini dengan tujuan yang sama.
Kejadian ini adalah pertama kali sejak pabrik bir dibuka di
Indonesia pada tahun 1929 di Surabaya. "Ini merupakan lembaran
baru dalam sejarah bir Indonesia," kata satu manajer PBI, Robert
Aswin.
Sebenarnya, menurut Aswin, sejak 1973 PBI mengidap hasrat
mengekspor Bir Bintang. Permintaan datang antara lain dari
Afrika, Selandia Baru, Hong Kong dan Singapura. Tapi hasrat itu
tak pernah terlaksana karena "waktu itu tidak ada kemudahan
prosedure ekspor dan keringanan dari pemerintah seperti sekarang
ini."
Ekspor ini dimungkinkan karena PPn 20% tidak dipungut. Bahan
ragi dan malt yang selama ini diimpor dan dikenakan bea masuk
kurang lebih 50% kini dapat ditarik kembali setelah barang
diekspor. Pihak Bea dan Cukai pun ikut membantu. Pemuatan ke
dalam peti kemas dilakukan di pabrik dan dengan pengawalan oleh
petugas Bea dan Cukai bir itu langsung dikapalkan. "Kadar
alkoholnya sama seperti yang dijual di dalam negeri," ujar
manajer J.A. Mahulete. "Isinya pun tetap 320 cc per botol.
Mahulete ini mengepalai bidang produksi, jabatan yang tadinya
dipersengketakan oleh pihak buruh karena mereka mempertahankan
manajer berbangsa asing.
Brem Bali Juga
Tapi yang mengekspor Bir Bintang ini bukan PBI sendiri,
melainkan dilaksanakan oleh PT Kibeka Tongga yang mempunyai
kantor cabang di Tokyo. "Sejak setahun yang lalu, kami telah
mengekspor Brem Bali, kerupuk udang, kopi bubuk dan tikar rotan
Kalimantan," kata Dir-Ut PT Kibeka Tongga, Andi Johan. Menurut
Johan, pengapalan pertama ini telah didahului dengan mengirimkan
beberapa kali samples bir merek Bintang ke Tokyo.
Sasaran pertama penjualannya adalah di sekitar 15 restoran
Indonesia yang tersebar di Jepang. Pada tahap kedua PT Kibeka
Tongga akan memasarkannya di Super market.
Persaingan cukup tajam. "Dewasa ini sudah ada 15 macam merek bir
impor yang beredar di Jepang," kata Johan. "Tapi saingan yang
paling berat adalah bir produksi Jepang sendiri yang mendapat
perlindungan dari pemerintahnya." Bir-bir produksi lokal ini di
Jepang berharga sekitar 125 - 150 Yen per botol mini, sedang bir
impor harganya antara 220 - 270 Yen. Bintang adalah keturunan
dari Heineken, sama-sama bir Pelsener, produksi induk perusahaan
yang sama. Tapi keduanya kini bersaing di pasaran Jepang. Jika
di sana cuma laku 225 Yen, Bintang di restoran-restoran
Indonesia di Jepang dapat dijual 250 Yen (Rp 546).
Harga Bintang untuk ekspor adalah US$ 0,40 FOB (Rp 166). Sedang
harga ecerannya di Jakarta Rp 300 (isinya saja). Andi Johan
optimis dengan eksporBintang ini, apalagi banyak turis Jepang
yang datang ke sini telah berkenalan dengan merek ini.
Namun untuk satu peti kemas ini Kibeka Tongga membayar freight
kapal sebesar US$ 1500 sehingga sesampai di Yokohama harganya
menjadi lebih 150 Yen per botol mini. Ini dirasakan berat.
Untungnya, ia bebas dari pajak, kecuali MPO yang dipungut
pemerintah sebesar Rp 10 untuk tiap satu dollar.
Ekspor bir dilakukan oleh negara lain dalam kemasan kaleng.
Kemungkinan pecah pun kurang ketimbang dengan botol. "Tapi
kemasan kaleng juga mempunyai kerugian," kata Mahulete.
"Misalnya konsumen tidak dapat langsung mengetahui isinya apakah
jernih atau keruh. "
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini