Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Ratusan pedagang kaki lima (PKL) Malioboro yang menempati area Teras Malioboro 2 kembali berdemonstrasi dengan turun ke Jalan Malioboro Yogyakarta hingga depan Kantor Gubernur DIY di Kompleks Kepatihan, Rabu 11 September 2024.
Aksi pedagang itu bahkan sempat memblokade jalan Malioboro. Aksi ini merupakan bentuk protes para PKL Teras Malioboro 2 terhadap rencana relokasi sepihak yang akan dilakukan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) pada awal 2025 mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemda DIY bakal menggusur para PKL di Teras Malioboro 2 ke dua lokasi baru yakni kampung Beskalan dan Ketandan, yang berada di ruas jalan Malioboro. Adapun lokasi Teras Malioboro 2 akan digunakan untuk membangun proyek baru semacam museum, Jogja Planning Gallery atau JPG.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami sudah bersurat berkali-kali ke Pemda DIY untuk berdiskusi terbuka dan menemukan solusi bersama soal rencana relokasi PKL, namun tak direspons," kata perwakilan PKL Teras Malioboro 2 yang juga Ketua Paguyuban Pedagang Tri Dharma Upik Supriyati di sela aksi.
Para PKL mengaku kecewa, upayanya bertemu dan berdialog dengan pemerintah provinsi selalu kandas. "Saat coba berdialog dengan Pemda DIY, kami selalu diarahkan ke Pemerintah Kota Yogyakarta," kata dia.
Para PKL menilai, tempat relokasi baru yang lebih menjorok ke dalam perkampungan ini bakal kian menurunkan omset dan mematikan usaha mereka meskipun masih berada di ruas Jalan Malioboro.
Lokasi yang dinilai paling tepat untuk para pedagang adalah kembali ke selasar Malioboro atau setidaknya bertahan di Teras Malioboro 2, tempat mereka berjualan saat ini.
PKL pun membuka opsi bisa mendapatkan tempat di area Jogja Planning Gallery yang akan dibangun di lahan Teras Malioboro 2.
“Ya namanya PKL Malioboro, tempat ideal ya di selasar Malioboro, PKL Malioboro itu kan ikonnya Malioboro,” kata dia.
Atas ketidakjelasan nasib mereka dan tertutupnya ruang dialog lanjutan, para PKL di Teras Malioboro 2 bakal mengadukan Pemda DIY ke UNESCO.
UNESCO merupakan organisasi yang pada 2023 lalu menetapkan Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta yang di dalamnya termasuk Jalan Malioboro sebagai Warisan Budaya Dunia tak Benda.
Pelaporan ke UNESCO akan dilakukan karena Pemda DIY dalam proses relokasi pedagang dinilai tidak sesuai dengan amanat ketika kawasan Sumbu Filosofi itu ditetapkan. “UNESCO kan menyatakan, dalam penataan Sumbu Filosofi terutama di kawasan Malioboro ini harus melibatkan masyarakat, tapi nyatanya sampai saat ini, kami tidak dilibatkan dalam penataan itu maka kami akan bersurat ke UNESCO,” imbuh Upik yang bakal mendesak status Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya tak Benda dicabut.
Tidak hanya menyurati UNESCO, para PKL pun juga bakal mengadukan Pemda DIY ke Komnas HAM karena dinilai telah berlaku tak adil dan melanggar hak-hak mereka dengan melakukan relokasi sepihak.
Aksi PKL Teras Malioboro 2 ini bukan kali pertama terjadi. Setidaknya aksi ini sudah kali ketiga digelar sejak akhir Juli, lalu awal Agustus 2024 lalu.
Terpisah, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X pada Rabu, 11 September 2024 menuturkan, jika tuntutan pedagang kembali berjualan di selasar atau trotoar Malioboro tidak bisa dipenuhi. Sebab selasar Malioboro merupakan ruang publik, bukan untuk berjualan.
"Tidak bisa (kembali ke selasar), selasar itu bukan punya mereka (pedagang)," kata Sultan kepada wartawan.
Pemda DIY kini menyiapkan relokasi PKL Teras Malioboro 2 di Beskalan dan Ketandan yang totalnya bisa menampung 1.041 pedagang.
Sebanyak 712 pedagang akan ditempatkan Ketandan dengan lahan seluas 3.779 meter persegi dan 329 pedagang akan menempati area di Beskalan dengan lahan seluas 2.982 meter persegi.
Kedua bangunan nantinya didesain menjadi tiga lantai. Setiap pedagang nantinya akan menempati lapak seluas 70 sentimeter x 1,2 meter.