Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Forum Warga Kota (Fakta) Azas Tigor Nainggolan mengkritisi kinerja Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Arifin. Menurut dia, Arifin memiliki harta kekayaan puluhan miliar, tapi prestasi kerjanya sejak menjabat Kasatpol PP pada 2019 minim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari sisi prestasi kerja dapat dikatakan Arifin sebagai Kasatpol PP sangat minim," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 17 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Azas merespons nilai harta kekayaan Arifin yang tertinggi di antara 39 pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI Jakarta. Sebanyak 39 anak buah Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono itu terdiri dari 10 kepala badan, 21 kepala dinas, satu kepala Satpol PP, satu inspektorat, serta lima wali kota dan satu bupati.
Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periode 2021 yang diterbitkan KPK, Arifin memiliki total kekayaan mencapai Rp 24,5 miliar. Dia tercatat memiliki aset berupa dua bidang tanah serta tujuh bidang tanah dan bangunan yang dijumlahkan nilainya mencapai Rp23,8 miliar.
Azas menuturkan rapor merah kinerja Arifin tampak dari masifnya pedagang kaki lima (PKL) yang membuka lapak di trotoar kawasan Kota Tua hingga mal Grand Indonesia (GI). Dia menganggap Satpol PP terkesan membiarkan PKL mengokupasi trotoar di Ibu Kota.
Jika melintasi kawasan mal GI di Jalan Kebon Kacang, tutur dia, maka akan tampak parkir hingga warung-warung liar yang menjadi sumber kemacetan. Sejumlah warung liar dengan tenda seragam tersebut didirikan tepat di pinggir Kali Sekretaris, samping mal Grand Indonesia dan Thamrin City.
“Anehnya bertahun-tahun warung liar yang jumlahnya banyak sekali itu bisa bertahan berdiri tegak tanpa ada penertiban dari Satpol PP hingga hari ini,” ujar Azas.
Karena itulah, dia menilai Satpol PP DKI di bawah kepemimpinan Arifin belum menjalankan tugas dengan benar. Padahal, Azas menambahkan, Satpol PP terbentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dugaan pungutan liar oleh oknum Satpol PP
Dalam keterangannya, Azas Tigor mempertanyakan mengapa Satpol PP belum menjalankan tugasnya dalam menertibkan fasilitas umum. Dia juga menyinggung dugaan pungutan liar oleh oknum Satpol PP DKI.
Azas mengaku memperoleh informasi bahwa oknum tersebut mengutip setoran wajib Rp 1 juta hingga Rp 1,6 juta kepada pemilik warung liar di kawasan mal Grand Indonesia.
Pungutan tersebut juga berlaku bagi para PKL yang menjual makanan dan minuman pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) alias car free day (CFD) yang diduga dilakukan oknum Dinas Perhubungan DKI.
“Bisa jadi semua biaya atau atau pungutan liar ini yang membuat keberadaan warung liar bisa bertahan eksis hingga hari ini dan memperkaya oknum aparat Pemprov Jakarta,” ungkap dia.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.