Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah mewaspadai imbas kenaikan harga komoditas global terhadap perekonomian.
Dampak lonjakan harga komoditas internasional mulai merembes ke Indonesia.
APBN masih menjadi andalan sebagai peredam guncangan.
JAKARTA — Pemerintah terus mewaspadai imbas kenaikan harga berbagai komoditas di tingkat global terhadap perekonomian di dalam negeri. Musababnya, dampak lonjakan harga komoditas dunia tersebut mulai merembes ke Indonesia. "Tekanan harga merembes ke dalam negeri meski BI dan kami melihat inflasi terjaga di antara 2-4 persen," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kemarin.
Menurut Sri Mulyani, pengenaan sanksi dari berbagai negara terhadap Rusia di tengah masih terjadinya gangguan rantai pasok akibat pandemi menyebabkan volume perdagangan dan prospek pertumbuhan ekonomi global tertekan. Perang Rusia-Ukraina juga disebut telah memicu kenaikan harga komoditas global secara signifikan, terutama energi, pangan, dan logam.
Di Tanah Air, kenaikan harga pangan dan energi sudah terasa sejak beberapa bulan belakangan. Namun Sri Mulyani menyebutkan angka inflasi pada Maret 2022 masih berada di 2,64 persen secara tahunan lantaran didukung oleh memadainya sisi penawaran dalam merespons kenaikan permintaan.
"Meskipun demikian, sejumlah risiko rambatan perkembangan ekonomi global terhadap inflasi, cost of fund, kinerja perekonomian, serta stabilitas sistem keuangan perlu diwaspadai," ujar Sri Mulyani. Untuk itu, ia mengatakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan memperkuat koordinasi dan pemantauan, termasuk melalui respons kebijakan yang terkoordinasi dalam menjaga pemulihan ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tengah tekanan ekonomi global tersebut, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih menjadi andalan sebagai peredam guncangan. APBN diharapkan memberikan daya dukung berupa stabilisasi harga dan penguatan daya beli masyarakat. Realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional hingga saat ini antara lain Rp 1,5 triliun dari Rp 122,54 triliun untuk sektor kesehatan, Rp 22,74 triliun dari Rp 154,7 triliun untuk perlindungan masyarakat, dan Rp 5,02 triliun dari Rp 178,32 triliun untuk pemulihan ekonomi.
Dengan segala upaya tersebut, Sri Mulyani masih memasang target perekonomian Indonesia bisa tumbuh 4,8-5,5 persen sepanjang 2022. Adapun untuk kuartal I 2022, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada 4,5-5,2 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Warga dari Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mendapat dana Bantuan Program Sembako di Depok, Jawa Barat, 23 Februari 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bank sentral turut berkoordinasi dengan tim pengendali inflasi di daerah guna menjaga stabilitas harga pangan. Pasalnya, inflasi menjadi salah satu parameter bagi kebijakan suku bunga bank sentral, di samping pertumbuhan ekonomi. "Sejauh ini kebijakan suku bunga masih akan dipertahankan sebesar 3,5 persen sampai ada tanda kenaikan inflasi," kata dia.
Perry menyebutkan kebijakan suku bunga Bank Indonesia hanya akan merespons tekanan inflasi yang bersifat fundamental. Karena itu, BI tidak akan merespons dampak pertama dari tekanan harga pangan dan energi, melainkan dampak rambatan yang berpotensi berimbas fundamental pada inflasi. "Indikatornya inflasi inti," kata dia. Untuk itu, bank sentral akan terus melihat respons pasokan dan fiskal terhadap tekanan harga ke depan. .
Ia mengungkapkan, respons suku bunga BI akan didahului langkah pengurangan atau normalisasi likuiditas. BI telah menormalisasi likuiditas dengan menaikkan secara bertahap giro wajib minimum (GWM) rupiah bank umum konvensional, bank umum syariah, serta unit usaha syariah masing-masing menjadi 6,5 persen mulai Maret 2022 dan 5 persen mulai 1 September 2022.
Penyesuaian secara bertahap GWM rupiah tahap I dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret 2022 telah menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp 55 triliun secara neto. "Penyerapan likuiditas secara bertahap tersebut berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas perbankan," kata Perry.
Bank Pembangunan Asia (ADB) sebelumnya memperkirakan dampak invasi Rusia ke Ukraina tak terlalu besar terhadap ekonomi Indonesia. Karena itu, lembaga tersebut mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini sebesar 5 persen. Namun ADB memperkirakan risiko inflasi justru naik.
"Kami proyeksikan inflasi naik menjadi 3,6 persen pada tahun ini," ujar ekonom senior ADB, Henry Ma, pekan lalu. Angka tersebut lebih tinggi daripada proyeksi yang dibuat pada Desember 2021 sebesar 3,3 persen. Pertimbangan ADB adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), makanan, dan komoditas.
Petugas beraktivitas di SPBU Pertamina di MT Haryono, Jakarta, 8 April 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, berpendapat bahwa menjaga inflasi pada 2-4 persen sangat sulit dengan kondisi sekarang. Musababnya, transmisi kenaikan harga energi dan pangan global nyaris tidak bisa dicegah karena besarnya ketergantungan terhadap impor serta lemahnya kapasitas fiskal.
"Seperti kenaikan harga minyak dunia, jika pemerintah ingin menjaga inflasi, seharusnya harga Pertamax dijaga. Namun, karena kapasitas fiskal lemah, harganya naik," ujar Yusuf. Bahkan harga elpiji non-subsidi sudah dua kali naik sejak awal 2022. Ketidakmampuan pemerintah mencegah transmisi lokal tampak pada komoditas ekspor, yakni minyak sawit. "Pemerintah tidak bisa mencegah transmisi lonjakan harga global. Akibatnya, harga minyak goreng melambung sejak Oktober tahun lalu," ucap dia.
Risiko ini pun, kata Yusuf, diperburuk dengan adanya kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen. "Meski kecil, basis PPN sangat luas dan respons pelaku usaha terhadap kenaikan PPN belum bisa dipastikan, apakah harga produk tetap atau akan dinaikkan?" kata Yusuf.
Ekspektasi inflasi saat ini juga sulit dikendalikan karena banyaknya wacana kenaikan harga di masa depan, dari tarif jalan tol, elpiji tiga kilogram bersubsidi, hingga Pertalite. Ia melihat ekspektasi inflasi ini memicu kenaikan permintaan sebagai antisipasi melambungnya harga. "Dampaknya, tekanan permintaan semakin besar. Saya yakin inflasi 2022 akan di atas 4 persen," kata Yusuf.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan tekanan inflasi tinggi akan menjadi tantangan bagi perekonomian pada tahun ini. Pasalnya, kondisi ini akan membuat daya beli masyarakat tergerus.
Jika inflasi cukup tinggi dan kompensasi kenaikan inflasi tidak cukup, terutama untuk kelas menengah ke bawah, menurut Yusuf, kinerja konsumsi rumah tangga akan ikut tertekan dan pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi. "Selama dua bulan ke depan, berapa kenaikan inflasi serta berapa kompensasi bantuan perlu diperhatikan pemerintah dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi."
CAESAR AKBAR | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo