Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO. CO, Jakarta - Kementerian Keuangan belum bisa memprediksi berapa besar pengurangan penggunaan kantong plastik sekali pakai setelah dikenai tarif cukai. Padahal, kebijakan ini ditujukan sebagai corrective tax untuk mengurangi penggunaan kantong plastik di masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Berapa persen akan berkurang, akan sulit diprediksi,” kata Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Adriyanto, dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat, 12 Juli 2019.
Namun, Adriyanto tetap menegaskan bahwa cukai ini merupakan salah satu cara agar masyarakat bisa beralih, dari kantong yang terkena cukai, ke kantong yang dibawa sendiri dari rumah.
Dalam konferensi pers ini, pihak Kemenkeu sempat mendapat pertanyaan soal studi yang telah dilakukan, terkait apakah masyarakat akan berhenti menggunakan kantong plastik ketika kena cukai dan harganya makin mahal. Namun, menanggapi pertanyaan ini, Kemenkeu belum memberikan jawaban tegas.
Namun, Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai, Kementerian Keuangan, Nasrudin Joko Surjono, mengklaim kebijakan kantong plastik berbayar Rp 200 yang telah berjalan dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo mampu membuat penggunaan kantong plastik berkurang. Pernyataan ini diambil dari data Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK).
Wacana penerapan cukai plastik ini sebelumnya hilang dari pembicaraan publik, hingga diangkat kembali oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam rapat bersama Komisi Anggaran DPR, minggu lalu, ia mengatakan kantong plastik siap dikenai cukai sebesar Rp 200 per lembar, atau Rp 30 ribu per kilogram. Sehingga, harga kantong plastik setelah dikenai cukai yaitu sekitar Rp 450 hingga Rp 500 per lembar. Angka ini muncul karena harus ditambah dengan pungutan sekitar Rp 200 sampai Rp 300 yang diterapkan Aprindo sejak 1 Maret 2019.
Akan tetapi, Kepala Sub Direktorat Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, M. Sutartib, mengatakan Indonesia bukanlah negara satu-satunya yang menerapkan cukai untuk mengatasi sampah kantong plastik. Beberapa negara lain juga menerapkan corrective tax dengan mekanisme masing-masing. “Kenapa yang kena cukai kantong plastik, karena jumlah kantong plastik yang dipungut itu cuma 5 persen saja, sisanya tidak,” kata dia.
Saat ini, aturan cukai kantong plastik ini tengah dibahas dan dirumuskan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan dibahas bersama DPR. Tapi dalam beberapa kesempatan, sejumlah asosiasi telah menyatakan penolakan atas rencana ini.
Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) Christine Halim masih mempertanyakan tujuan dari penerapan cukai plastik ini. Ia tidak setuju cukai digunakan untuk mengendalikan sampah kantong plastik karena dianggap tidak bisa didaur ulang dan berbahaya.
FAJAR PEBRIANTO