Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tarif pajak pertambahan nilai atau PPN direncanakan akan naik menjadi 12 persen, seperti termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Di Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022, dan PPN 12 persen berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025. Rencana kenaikan PPN 12 persen ini memicu beragam reaksi, serta adanya tuntutan untuk mempertimbangkan ulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Masih Dikaji di DPR
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, masih menunggu kepastian dari pemerintah perihal kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen pada 1 Januari 2025. “Semua pihak tolong bersabar, kami sedang mengkaji, dan akan berkomunikasi terus dengan pemerintah. Yang tentunya, komunikasi dan kajian ini untuk kebaikan rakyat,” kata Dasco saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 28 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
2. Kritik dari CISDI
Chief Strategist dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Yurdhina Meilissa, mengkritik rencana kenaikan PPN tahun depan dari 11 persen menjadi 12 persen. “Dari sisi industri, penambahan PPN akan memberi dampak tidak langsung yang berkontribusi terhadap biaya layanan kesehatan,” kata Yurdhina dalam jawaban tertulisnya seperti dikutip pada Kamis, 28 November 2024.
Kenaikan harga bahan pokok farmasi serta alat-alat kesehatan yang dikenai PPN 12 persen rentan berdampak terhadap peningkatan biaya layanan kesehatan. Menurut dia, layanan kesehatan dasarnya merupakan kategori yang dikecualikan atau dibebaskan dari pajak.
Adapun obat-obatan yang diberikan bagi pasien rawat jalan akan ikut dikenakan PPN. “Obat merupakan barang kena pajak (BKP) yang akan terkena PPN pada setiap rantai distribusinya,” kata Yurdhina. Ia mejelaskan, bahwa obat-obatan merupakan barang kena pajak (BKP) sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.52/2000.
3. Tanggapan dari Danone
Direktur Komunikasi Korporat PT Danone Indonesia, Arief Mujahidin, berharap pemerintah mempertimbangkan kembali soal pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen.
"Mudah-mudahan dengan tadi ingin ekonomi tumbuh, tidak ada kebijakan apa pun yang akhirnya bisa mengambat. Mengambat dalam konteks itu lagi bisa mengurangi daya beli," kata Arief saat ditemui selepas acara CEO Insight di hotel The Langham, di kawasan Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, 26 November 2024.
4. Barang yang Terkena Dampak
Merujuk Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, contoh barang yang terkena PPN adalah tas, pakaian, sepatu, produk otomotif, dan alat elektronik.
Contoh barang lainnya adalah pulsa telekomunikasi, perkakas, produk kecantikan, hingga kosmetik. Jasa layanan streaming musik dan film juga menjadi target pengenaan PPN, seperti Spotify dan Netflix.
5. Barang yang Tidak Terkena Dampak
Berdasarkan Pasal 4A UU HPP, jenis barang yang tidak dikenai PPN, yaitu barang tertentu dalam kelompok barang berikut: makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya. Uang, emas batangan, yang untuk kepentingan cadangan devisa negara dan surat berharga
Adapun jenis jasa yang tidak dikenai PPN, yaitu jasa tertentu dalam kelompok jasa, meliputi jasa keagamaan, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa penyediaan tempat parkir, jasa boga atau katering, jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan medis tertentu, jasa keuangan, jasa tenaga kerja, jasa angkutan umum di darat dan air dan udara.
ILONA ESTHERINA | VENDRO IMANNUEL G | MELYNDA DWI PUSPITA | M. RAIHAN MUZZAKI | ANTARA