Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Cara Kerja Otak di Balik I Hate Monday

Dikenal dengan I hate Monday atau Monday Blues, fenomena tekanan mental seusai akhir pekan bisa dijelaskan lewat cara kerja otak.

13 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pekerja tidak menyukai hari senin. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • I hate Monday menimpa banyak orang saat kembali bekerja seusai akhir pekan.

  • Pakar biomolekuler menjelaskan fenomena pekerjaan lewat cara kerja otak yang menyukai rutinitas.

  • Bisa diatasi dengan melanjutkan rutinitas hari kerja pada akhir pekan, seperti berolahraga dan menonton televisi.

Jika kamu benci hari Senin, kamu tak sendirian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah beberapa hari libur kerja, banyak dari kita yang mengalami kesulitan untuk kembali ke rutinitas dan tanggung jawab pekerjaan. Bahkan kamu bisa mengalami ketakutan dan kecemasan pada akhir pekan, biasa kita kenal dengan sebutan “Sunday scaries”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kamu mungkin tak selalu bisa mengubah jadwal atau tuntutan kerjamu agar hari Senin-mu lebih menyenangkan. Tapi kamu dapat “memprogram ulang” otakmu untuk bisa melihat minggumu secara berbeda.

Sebab, otak kita menyukai prediktabilitas dan rutinitas. Riset menunjukkan bahwa kurangnya rutinitas terhubung dengan penurunan kesejahteraan dan tekanan psikologis. Meskipun akhir pekan lekat dengan waktu yang santai dan menyenangkan, otak kita sebetulnya bekerja keras untuk menyesuaikan dengan perubahan rutinitas yang tiba-tiba ini.

Kabar baiknya, otak kita tak butuh terlalu banyak usaha untuk menyesuaikan dengan kebebasan dan kurangnya rutinitas pada akhir pekan. Namun beda masalahnya ketika kita kembali ke aktivitas yang kurang menyenangkan, seperti menggarap hal-hal yang harus dikerjakan pada Senin pagi.

Salah satu cara untuk menyesuaikan dengan perubahan setelah lewatnya akhir pekan adalah mengenalkan rutinitas yang bertahan sepanjang minggu dan mampu membuat hidup kita lebih bermakna. Bisa saja ini termasuk menonton acara TV favoritmu, berkebun, atau pergi ke gym. Akan sangat membantu jika melakukan hal-hal ini pada jam yang sama setiap harinya.

Rutinitas meningkatkan rasa koherensi, suatu proses yang membuat kita memahami teka-teki peristiwa-peristiwa yang terjadi di kehidupan. Ketika kita sudah menetapkan rutinitas, entah itu bekerja lima hari dalam seminggu dan mengambil dua hari libur atau terlibat dalam serangkaian aktivitas setiap hari, hidup kita lebih bermakna.

Ilustrasi I Hate Monday. Shutterstock

Rutinitas penting lain yang perlu diterapkan adalah tidur. Studi menunjukkan, untuk bisa menikmati hari Senin, waktu tidur yang konsisten bisa jadi sama pentingnya dengan berapa lama kamu tidur atau kualitas tidurmu.

Perubahan dalam pola tidur dapat menimbulkan “jetlag sosial”. Sebagai contoh, tidur telat dari biasanya dan lebih lama saat hari libur dapat menimbulkan ketidaksesuaian antara jam tubuh dan tanggung jawab sosial. Ini berkaitan dengan tingkat stres yang lebih tinggi pada Senin pagi.

Cobalah untuk menetapkan waktu tidur dan bangun, serta hindari tidur siang. Kamu mungkin juga bisa membuat rutinitas “istirahat” selama 30 menit sebelum tidur, dengan mematikan atau menyimpan perangkat digitalmu dan mempraktikkan teknik relaksasi.

Baca: Ubah I Hate Monday Jadi I Love Monday

Membajak Hormonmu

Hormon juga dapat memainkan peranan untuk menentukan apa yang kita rasakan tentang hari Senin.

Kortisol, misalnya, adalah hormon multifungsi yang penting. Hormon ini membantu, antara lain, mengontrol metabolisme, mengatur siklus tidur-bangun, dan respons kita terhadap stres. Hormon ini biasanya dilepaskan sejam sebelum kita bangun tidur (ia membantu kita untuk merasa terbangun) dan terus menurun hingga keesokan paginya, kecuali jika kita berada di bawah tekanan.

Ketika mengalami stres akut, tubuh kita tak hanya melepaskan kortisol, tapi juga adrenalin sebagai persiapan untuk “perang” atau “kabur”. Ketika ini terjadi, jantung kita akan berdebar kencang, telapak tangan kita berkeringat, dan kita bisa saja bertindak impulsif.

Ini adalah saat ketika amigdala (area kecil berbentuk almon di dasar otak kita) membajak otak kita. Hal ini menciptakan respons emosional yang sangat cepat terhadap stres, bahkan sebelum otak kita bisa memproses dan memikirkan apakah respons ini diperlukan.

Aktivitas pekerja di Jakarta, 2 Januari 2023. Tempo/Tony Hartawan

Namun, jika tak ada ancaman nyata, respons ini akan dimitigasi begitu kita bisa berpikir—mengaktifkan korteks prefrontal kita yang bertanggung jawab terhadap kemampuan nalar dan eksekusi. Ini merupakan perang konstan antara emosi dan logika kita, serta membuat kita terbangun tengah malam ketika terlalu stres atau cemas.

Tak mengherankan jika level kortisol kita, yang diukur lewat sampel ludah para pekerja penuh waktu, cenderung lebih tinggi pada Senin dan Selasa, dengan level terendah tercatat pada Minggu.

Sebagai hormon yang berkaitan dengan stres, kortisol berfluktuasi setiap hari, tapi tidak secara konsisten. Pada hari kerja, begitu kita bangun, level kortisol kita menjulang dan variasinya cenderung lebih tinggi ketimbang pada akhir pekan.

Untuk melawan ini, kita perlu mengakali amigdala dengan melatih otak kita untuk hanya menyadari ancaman-ancaman nyata. Dengan kata lain, kita perlu mengaktifkan korteks prefrontal secepat mungkin.

Salah satu cara terbaik untuk mencapai hal ini dan menurunkan stresmu adalah melakukan aktivitas relaksasi, terutama pada hari Senin. Misalnya, mempraktikkan mindfulness (kesadaran penuh), yang diasosiasikan dengan penurunan kortisol. Menghabiskan waktu di alam merupakan salah satu metodenya—ke luar rumah begitu Senin dimulai atau ketika jam makan siangmu dapat membuat perubahan signifikan terhadap bagaimana kamu melihat awal minggumu.

Beri jeda waktu sebelum kamu mengecek ponselmu, media sosial atau berita. Ada baiknya menunggu puncak kortisol menurun secara alami, yang terjadi kira-kira satu jam setelah bangun tidur, sebelum kamu terpapar stresor eksternal.

Dengan mengikuti tip sederhana ini, kamu dapat melatih otakmu untuk percaya bahwa hari kerja bisa (hampir) sebaik akhir pekan.

---

Artikel ini ditulis oleh Cristina R. Reschke, dosen farmasi dan biomolekuler; dan Jolanta Burke, dosen ilmu kesehatan. Keduanya bekerja di RCSI University of Medicine and Health Sciences, Irlandia. Terbit pertama kali di The Conversation.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus