Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kesalahan itu ''tak disengaja''

Bank Indonesia tengah melakukan pengawasan khusus terhadap 68 bank swasta. karena melanggar 3l atau sebab lain?

4 Desember 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA 18 bank yang kini goyah. Tepatnya, 18 bank swasta dari papan menengah ke atas kini sedang diawasi ekstra-ketat oleh Bank Indonesia. Isu inilah yang merebak di kalangan bankir dan menjadi bahan gunjingan dunia usaha, selama dua bulan terakhir ini. Konon di bank-bank itu, secara diam-diam, BI menempatkan aparatnya untuk melakukan pengawasan langsung. Bahkan, kepada bank-bank yang oleng itu, BI juga telah mengucurkan sejumlah dana yang cukup besar. Hanya tak jelas berapa besar rupiah yang dialirkan BI kepada mereka. Juga tak terungkap bank mana saja yang dikabarkan sempoyongan. Pihak BI sendiri langsung membantah berita burung tersebut. ''Sejak 1988, BI tak pernah melakukan penyuntikan pada bank swasta mana pun. Yang kami lakukan hanyalah melelang SBPU dan SBI,'' kata Hendrobudiyanto, Direktur Pengawasan BI. Benar, dua bulan lalu BI telah melakukan semacam pengawasan khusus pada 68 bank swasta. Tapi, kata Hendro, langkah itu bukan berarti bank-bank yang bersangkutan terancam kolaps seperti yang diisukan orang. Ketika itu BI hanya melakukan pengawasan terhadap kualitas aset bank, kualitas debitur, serta mutu agunan yang dimiliki oleh bank-bank tersebut. Namun, Hendro tidak menjelaskan kenapa hanya 68 bank itu yang diperiksa. Yang pasti, BI telah menemukan adanya ''kelalaian yang dilakukan secara tidak sengaja'' oleh para bankir. Misalnya, ada bank yang memberikan laporan tentang kredit macetnya secara tidak lengkap. Kemudian, ada juga bank yang memberikan laporan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Tapi, ''Semua itu terjadi dengan tidak sengaja,'' kata Hendro, seakan membela. Sementara itu, pengawasan BI terus ditingkatkan. Berbicara di Surabaya pekan lalu, Gubernur BI Soedradjad Djiwandono mengatakan, ''Tim kami akan memeriksa seluruh bank yang dicurigai melanggar legal lending limit.'' Maksudnya, BI tidak lagi hanya mempercayai laporan yang dibuat bank-bank. ''Kami juga akan meng-cover setiap pemberitaan yang disajikan media massa,'' tuturnya. Nadanya terdengar serius. Boleh jadi, memang ada ''sesuatu'' di kalangan bank-bank swasta. Tapi, seorang pejabat di Departemen Keuangan menyatakan, yang disorot BI kali ini adalah pelanggaran legal lending limit (3L). Menurut pejabat yang tak mau disebutkan namanya itu, kini ada beberapa bank (pemerintah dan swasta) yang melanggar 3L. Artinya, mereka telah memberikan kredit yang melampaui batas ketentuan BI. ''Bayangkan, ada bank pemerintah yang memberikan kredit pada PLN hingga di atas satu triliun. Ini kan sudah nggak bener,'' katanya. Tapi, seperti biasa, masyarakat baru tahu bahwa sebuah bank perlu ditolong kalau pemiliknya angkat bicara atau ada campur tangan dari luar. Contohnya, Bank Susila Bakti. Bank yang sahamnya dimiliki oleh Kodel Group (40%), Soebagyo Wirjatmodjo (30%), dan Boediarto Boentaran (30%) ini, pekan lalu resmi memperoleh bantuan manajemen dari Bank Dagang Negara. Belakangan baru diketahui bahwa BSB merupakan salah satu bank yang diteliti oleh BI. Benarkah BSB telah melanggar 3L seperti yang diberitakan beberapa media? Dan kenapa BDN yang turun tangan, apakah karena dia memiliki tagihan yang cukup besar di bank ini? ''Kami kan baru menjalin kerja sama, jadi kami belum memiliki informasi yang lengkap tentang bank ini,'' kata Soebagyo Karsono, Direktur Utama BDN, mengelak. Tapi ia tidak menutup kemungkinan, BDN mungkin akan memberi suntikan pada BSB. ''Kami akan melihat masalahnya dulu. Jadi, selama asistensi manajemen ini berlangsung, tak ada dana BDN yang akan dimasukkan ke BSB,'' katanya. Ternyata, dalam satu tahun terakhir, BSB memang mengalami kemunduran yang cukup berarti. Laba kotor yang diperoleh sepanjang Januari-September 1993 tercatat hanya Rp 1,733 milyar. Ini berarti turun 67% jika dibandingakan dengan laba kotor tahun sebelumnya. Begitu pun deposito dan giro, yang menjadi lambang kepercayaan masyarakat, mengalami penurunan yang lumayan besar. Deposito merosot 38% menjadi tinggal Rp 286 miliar. Sedangkan giro turun sebesar 10,5% menjadi tinggal Rp 13,7 miliar.Budi Kusumah, Indrawan, dan Sri Pudyastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum