Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah kelompok menilai kebijakan impor beras tahun ini tidak tepat.
BPS memprediksi produksi padi nasional selama Januari-April 2021 lebih tinggi dibanding pada tahun sebelumnya.
Harga gabah kering di tingkat petani sudah turun sejak akhir tahun lalu.
JAKARTA – Rencana pemerintah mengimpor beras sebanyak 1 juta ton ditentang sejumlah kelompok. Kebijakan impor tersebut dinilai bisa merusak harga beras di pasar, yang saat ini saja sudah mengalami penurunan. Wakil Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Billy Haryanto, mengatakan musim panen yang masih berlangsung hingga saat ini memastikan persediaan beras cukup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sekarang harga rata-rata beras sebesar Rp 7.500-9.500 per kilogram, sementara harga eceran tertinggi saja Rp12.800 per kilogram," ujar Billy kepada Tempo, kemarin.
Menurut dia, tahun lalu saja, harga beras tertinggi hanya Rp 11.500 per kilogram. Hal itu, kata Billy, menandakan pasokan beras stabil. Ia berujar, pemerintah sebaiknya melibatkan berbagai pemangku kepentingan ketika ingin mengeluarkan kebijakan. Menurut dia, impor beras yang dilakukan serampangan akan menimbulkan kerugian bagi petani, pedagang, bahkan pemerintah karena harus membayar pinjaman untuk impor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas, menilai kebijakan impor beras tahun ini tidak tepat. Ia berujar, semua data yang ada menunjukkan tidak ada indikasi krisis pangan tahun ini. Berdasarkan proyeksi yang dirilis Badan Pusat Statistik, produksi padi nasional untuk periode Januari-April 2021 bakal lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya akibat naiknya potensi luas panen.
Petani merontokkan gabah saat panen padi di Batununggal, Bandung, Jawa Barat, 2018. TEMPO/Prima Mulia.
"Pada tahun lalu saja tidak ada impor beras. Mengapa tahun ini ada impor di saat potensi produksi padi nasional meningkat?" ujar Dwi. Menurut dia, keputusan itu disampaikan pada waktu yang tidak tepat karena sudah masuk musim panen.
Menurut Dwi, memasuki musim panen, biasanya harga gabah kering di tingkat petani (GKP) turun. Ia bahkan mencatat, sejak September tahun lalu, harga GKP terus turun, khususnya di wilayah produsen. Kondisi ini merupakan anomali karena biasanya harga pada September naik karena tidak ada penanaman. Hal itu menunjukkan stok akhir 2020 sebetulnya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pada September tahun lalu, AB2TI mencatat harga GKP sebesar Rp 4.800 per kilogram di wilayah produsen. Angka itu kemudian turun menjadi Rp 4.564 pada Oktober tahun lalu. Penurunan masih berlanjut pada November dan Desember. Pada Januari 2021, harga GKP mulai naik menjadi Rp 4.600 per kilogram. Namun harga kembali turun menjadi Rp 3.995 per kilogram pada bulan berikutnya. Pada Maret ini, Dwi bahkan mencatat ada harga GKP yang di bawah Rp 3.800 per kilogram.
"Walau ini alasannya untuk cadangan, mereka lupa setiap keputusan itu berpengaruh pada psikologis yang besar terhadap pasar. Padahal beras miliki masa simpan dan harus dilepas ke pasar," kata Dwi.
Menurut Dwi, apabila pasokan cadangan beras pemerintah (CBP) di Perusahaan Umum Bulog tak sampai 1 juta ton, seharusnya yang dipacu adalah penyerapan beras lokal. Bahkan, Dwi mengatakan, Bulog bisa menyerap melebihi dari target sebesar 1,4 juta ton beras tahun ini. Ia mengimbuhkan, kalau Bulog berencana menyerap 2,5 juta ton, hal itu sudah bisa terpenuhi.
"Serap saja beras dari petani. Itu sudah bisa membantu petani dan menjaga stabilisasi harga. Bukan kemudian memutuskan untuk impor," ujar Dwi. Menurut dia, kalaupun harus impor, jangan diputuskan saat ini, melainkan sekitar Juni-Agustus untuk memprediksi angka potensi panen yang lebih tepat.
Berdasarkan hasil survei kerangka sampel area (KSA) yang dilakukan BPS, luas panen padi pada Januari-April 2021 mencapai 4,86 juta hektare atau naik sekitar 1,02 juta hektare (26,53 persen) dibanding pada Januari-April 2020 yang sebesar 3,84 juta hektare. Dengan potensi luas panen yang besar, produksi gabah kering giling (GKG) pada Januari-April mencapai 25,37 juta ton atau naik 26,68 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu.
Jika dikonversi menjadi beras, potensi produksi pada periode Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton. Angka itu naik sebesar 3,08 juta ton (26,84 persen) dibandingkan dengan produksi beras pada subround yang sama tahun lalu sebesar 11,46 juta ton.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mendesak pemerintah membatalkan rencana impor beras. Menurut dia, alasan impor beras untuk memperkuat cadangan beras nasional sulit diterima. Pasalnya, dalam 2-3 minggu ke depan akan terjadi panen raya. Pada saat itu, stok beras nasional berada pada puncaknya.
Petani melakukan persiapan penanaman padi di area persawahan Dusun Bleberan, Desa Sawahan, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, 25 November 2020. TEMPO/Imam Sukamto.
"Jika stok di gudang Bulog kurang, pilihannya bukan dengan melakukan impor, melainkan memberikan keleluasaan (termasuk dana) kepada Bulog untuk melakukan penyerapan secara besar-besaran," ujar Said.
Said juga mendorong pemerintah memfasilitasi petani agar dapat meningkatkan kualitas gabah, terutama pada musim panen raya dengan curah hujan yang tinggi. Selain itu, pemerintah diharapkan bisa memberikan layanan dan dukungan kepada petani pada saat panen raya dengan memastikan harga gabah cukup menguntungkan petani.
Hingga saat ini pun, ujar Said, tidak ditemukan adanya gangguan produksi, seperti serangan hama penyakit atau bencana kebanjiran, sehingga relatif tidak ada gejolak dan ancaman. Adapun wilayah yang saat ini mulai panen adalah Merauke, Ngawi, hingga Bojonegoro. Harga gabah juga tercatat di kisaran Rp 3.800-4.000 per kilogram. Harga ini jauh di bawah harga pokok produksi (HPP).
Sekretaris Jenderal Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Yadi Sofyan Noor, mengungkapkan bahwa beberapa wilayah di Indonesia sudah memasuki masa panen, yaitu di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, serta Kalimatan Selatan. Dia memastikan bahwa awal Maret hingga Mei merupakan masa panen raya.
"Pemerintah, melalui Perum Bulog, diharapkan dapat menyerap dan menampung hasil produksi padi di daerah-daerah," katanya.
LARISSA HUDA | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo