Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Berita Tempo Plus

Khawatir Menjadi Corong

Dua pengurus partai politik masuk jajaran direksi TVRI. Tidak ada kesinambungan.

28 Agustus 2006 | 00.00 WIB

Khawatir Menjadi Corong
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPENGGAL iklan lowongan pekerjaan di sebuah koran Jakarta, awal bulan lalu, membetot perhatian Noorca Mahendra Massardi. Posisi yang ditawarkan tak sembara-ng-an: kursi direksi Televisi Republik Indonesia (TVRI)—stasiun tertua di Tanah Air. Mantan Pemimpin Redaksi Majalah Forum itu segera mengirim surat lamar-an, berikut makalah singkat visi dan misi memperbaiki kualitas televisi pelat merah itu.

Tahap pertama mulus belaka. Nama Noorca dan 271 pelamar lainnya yang lolos seleksi awal dimuat di media massa. Mereka kemudian diminta mengikuti tes kepribadian di Lembaga Manajemen Universitas Indonesia, 2-4 Agustus lalu. Kandidat yang lolos ke seleksi tahap selanjutnya akan diberi tahu sepekan kemudian.

Dua pekan berlalu, kabar yang dinanti tak kunjung datang. ”Tahu-tahu saya dengar sudah ada 18 orang yang terpi-lih,” kata Noorca, 56 tahun. Meski pasrah dinyatakan tak lulus, ia mengaku penasaran akan hasil tesnya. Aslim Nurhasan, pelamar lain yang terdepak setelah mengikuti tes kepribadian, terus terang melepaskan pertanyaan, ”Kok, tidak transparan?”

Kamis pekan lalu Dewan Pengawas TVRI akhirnya memilih enam dari 18 nama itu menjadi anggota direksi. Dari enam nama, dua anggota direksi-terpi-lih menuai sorotan, yakni Mayor Jende-ral (Purn) I Gde Nyoman Arsana, yang menjadi Direktur Utama, dan R-ully Charmeianto Iswachyudi, Direktur Prog-ram dan Berita.

Arsana pengurus Partai Golkar. Ko-ordinator Staf Ahli Panglima TNI semasa Wiranto ini adalah anggota Departemen Perhubungan, Telekomunikasi, dan Informasi Partai Beringin. Rully aktivis Blora Center, lembaga tim sukses Presi-den Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan umum 2004.

Masuknya dua nama ini membuat sejumlah pihak khawatir, TVRI bakal menjadi corong partai politik dan pe-nguasa. Padahal penggantian direksi sekaligus menandai perubahan status TVRI dari persero menjadi lembaga penyiaran publik. Dengan demikian, stasiun televisi yang hidup dari kucuran dana APBN ini dituntut menjadi lembaga penyiaran yang netral, independen, dan tidak komersial.

Pengangkatan kedua orang itu juga menimbulkan kekecewaan di Senayan. Anggota Komisi Pertahanan dan Komunikasi DPR, Djoko Susilo, mengancam tak akan mencairkan anggaran untuk Departemen Komunikasi dan Informatika—yang mencakup anggaran untuk TVRI—jika Dewan Pengawas tidak memberikan penjelasan.

Djoko juga menyesalkan mengapa ha-nya satu orang dari kalangan dalam TVRI yang terpilih menjadi di-reksi, yaitu Farhat Syukri, bekas Kepala TVRI Stasiun Kalimantan Tengah. ”Ini menunjukkan tidak ada kesinambungan pengelolaan TVRI,” kata anggota Fraksi Amanat Nasional itu kepada Fajar W.H. dari Tempo.

Ketua Dewan Pengawas, Musya Asy-ari, menampik bersikap tertutup. Percepatan proses pemilihan, katanya, tiada lain untuk menghemat waktu dan biaya. Itu sebabnya, dari rencana semula 60 peserta yang lolos ke babak akhir, dipotong menjadi 18 orang saja. ”Kami tak menduga jumlah pendaftar bakal membludak,” ujarnya.

Robik Mukav, anggota Dewan Peng-awas yang lain, beralasan bahwa masuk-nya orang luar demi mengubah budaya kerja di TVRI. Bekas Kepala Dinas Pene-rangan TNI Angkatan Darat ini menilai karyawan TVRI, yang jumlahnya sekitar 6.000 orang, terlalu santai laiknya pegawai negeri. Tapi, brigadir jen-deral purnawirawan itu mengingatkan, per-ubahan budaya kerja harus diimbangi pening-katan kesejahteraan karyawan.

Ihwal persetujuan dana dari DPR, Musya Asyari malah optimistis direksi baru akan mendapat sokongan Sena-yan. Pemilihan direksi, menurut dia, juga mempertimbangkan kemampuan mere-ka melobi para wakil rakyat dan peme-rintah. ”Memang banyak calon bagus, tapi mereka mengaku tidak bisa melobi para politisi untuk mendapatkan dana,” kata Musya. ”Jadi, ini pilihan pragmatis demi tujuan baik.”

Nyoman Arsana juga menolak pandangan miring tentang dirinya. Kendati bekas tentara dan aktif di Partai Golkar, ia mengaku melamar atas kehendak sendiri. Sebagai bos baru, purna-wirawan 65 tahun ini menargetkan pe-ningkatan kualitas gambar, program, dan sumber daya manusia dalam seratus hari pertama di TVRI. Kita catat saja.

Adek Media Roza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus