Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kiat Mengejar Setoran

Hingga Maret 2001, setoran BPPN ke Departemen Keuangan masih jauh dari harapan. Diperkirakan, target Rp 37 triliun sulit dicapai, karena situasi politik yang sangat tidak kondusif.

6 Mei 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Beringsut-ingsut bagaikan siput. Itulah irama kerja Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)—dalam menjual aset—selama tiga bulan pada awal tahun 2001 ini. Sampai Maret lalu, setoran BPPN ke Departemen Keuangan baru Rp 4 triliun, total dari hasil kerja Februari sebesar Rp 2,5 triliun dan Maret Rp 1,5 triliun. Sedangkan pada Januari 2001, BPPN tidak menyetor uang sepeser pun ke pundi-pundi negara. Obligasi yang dibebankan sebesar Rp 10 triliun juga belum ada hasilnya. Untuk tahun 2001, BPPN memang ditugasi menambal APBN Rp 27 triliun dalam bentuk uang kontan dan Rp 10 triliun dalam format obligasi.

Apakah BPPN tidak bisa bekerja lebih keras? Pasalnya, situasi dan kondisi politik tak lagi sama dengan tahun lalu. Diperkirakan, antara jatuhnya memorandum kedua DPR dan penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR akan dibutuhkan waktu lima bulan. Artinya, sampai Agustus mendatang, ketidakpastian di dalam negeri akan tinggi. Gelagat tak baik ini mengharuskan para investor menunggu sampai situasi benar-benar kondusif untuk berbisnis lagi. "Investor paling tidak akan menunggu apakah akan terjadi pergantian pucuk pimpinan," demikian perkiraan Kepala Riset Nomura Securities, Goei Siaw Hong.

Hong menambahkan bahwa sikap para investor itu didorong oleh kenyataan bahwa sejumlah aset yang dibeli di masa lalu diusik lagi setelah pemerintah berganti. Sebut saja pembelian saham Semen Gresik oleh Cemex. Saat ini, dua anak perusahaan Semen Gresik, yaitu Semen Tonasa dan Semen Padang, menuntut pemisahan diri. Bagi Cemex, pemisahan akan merugikan karena mereka dulu membeli Semen Gresik lantaran di dalamnya ada Semen Padang dan Tonasa.

Kasus Cemex vs Semen Gresik adalah sekadar contoh. Paling tidak, BPPN kini tentu semakin menyadari bahwa tantangan yang dihadapinya kian berat. Pekerjaan paling mendesak yang akan dilakukan BPPN adalah melepas aset yang sudah direstrukturisasi senilai Rp 7 triliun. Menurut rencana, penjualannya akan dilakukan akhir Mei mendatang. Hasilnya akan memperkuat rekor BPPN dalam mencapai target tahun 2001.

Menyinggung perihal obligasi yang perolehannya masih nihil, pihak BPPN memastikan bahwa isunya tidak sesensitif penjualan aset. Selain itu, BPPN juga menggelar beberapa strategi untuk mencapai target yang jumlahnya cukup besar. Divisi AMC, yang diberi beban Rp 12,2 triliun, akan memprioritaskan penanganan portofolio kredit korporasi, yang per Desember 2000 nilainya mencapai Rp 244,99 triliun. Restrukturisasi 50 obligor terbesar akan lebih difokuskan, sementara kredit bermasalah dipecahkan dengan dua pendekatan: restrukturisasi perusahaan atau hanya dengan restrukturisasi utang.

Divisi AMI, yang mendapat beban Rp 9,9 triliun, akan melanjutkan penjualan berbagai aset di holding company. Sisa beban akan dibagi pada Unit Restrukturisasi Bank (BRU) sebesar Rp 3,6 triliun dan premi program penjaminan Rp 1,3 triliun. Target Rp 10 triliun berbentuk obligasi direncanakan dari penjualan kembali obligasi 11 bank peserta rekapitalisasi.

Kepala Riset SocGen Securities, Lin Che Wei, mengatakan memang masih terlalu dini untuk melihat apakah BPPN bisa mengejar setoran. Proyek-proyek di BPPN masih terus berjalan, dan bagaimana kondisinya saat ini, tidak diketahui. Becermin dari kinerja tahun lalu, setoran BPPN ke Departemen Keuangan tiga bulan pertama memang kecil. Tapi lembaga penyehatan perbankan ini bisa mengejar sisanya pada akhir kuartal tahun 2000. Namun, Che Wei juga mengkhawatirkan kondisi politik yang makin buruk belakangan ini. Kalau situasi politik tidak membaik, bisa jadi target tidak tercapai karena aset-aset terjual tidak dengan harga optimal.

Lin Che Wei mencontohkan penjualan saham BUMN Indofarma yang kurang berhasil. Demikian juga pelepasan saham BCA yang tidak sesuai dengan target BPPN. Tahun lalu saja, kalau dipilah per bagian, Divisi AMI dan BRU ternyata tidak mencapai target. Dari Rp 5,7 triliun yang direncanakan, hanya terealisasi Rp 3,2 triliun. BRU malah lebih jelek. Dari rencana pendapatan Rp 3,867 triliun, yang bisa dipungut hanya Rp 962 miliar. Untungnya, AMC bisa melebihi target sehingga bisa menutupi kekurangan di AMI dan BRU.

Semoga saja BPPN bisa mengejar setoran dengan berbagai kiat yang telah dirancang. Tapi hindari cara-cara mengejar setoran yang dipraktekkan oleh kalangan pengemudi bus dan taksi. Jangan karena terdesak tenggat, BPPN lantas berlaku seperti mereka: ugal-ugalan, main hantam kromo, dan tidak menaati rambu-rambu lalu lintas.

Leanika Tanjung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus