PENGUSAHA terkemuka Sukamdani Sahid Gitosardjono mengadakan hajatan besar merayakan ulang tahun ke-16 Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Jumat pekan silam. Suasana pesta disemarakkan dengan pergelaran Guruh Sukarno Putra, yang mengundang tepuk tangan 2.200 undangan, termasuk Wakil Presiden Sudharmono dan nyonya, serta cocktailparty, yang menyajikan hampir semua jenis minuman mahal. Adakah angka 16 punya arti khusus bagi Sukamdani? Agaknya bukan angka itu benar yang membuat Sukamdani merayakan ulang tahun Sahid Jaya Hotel secara besar-besaran. Acara utama pada hari itu adalah peresmian menara berlantai 20 Sahid Jaya Hotel -- berkapasitas 330 kamar plus presidential suite supermewah (keran air dan perlengkapan lain kamar mandi utama semuanya berlapis emas) bertarif US$ 2.500 semalam di puncak menara. Pada hari itu juga diresmikan pemakaian balai sidang Puri Agung berkapasitas 3.500 orang. "Kedua investasi baru ini memakan biaya Rp 85 milyar," kata Sukamdani. Pembangunan Sahid Jaya Tower dan Puri Agung, yang peresmian penggunaan kedua bangunan itu dilakukan oleh Wapres Sudharmono, dimulai Sukamdani selepas devaluasi rupiah pada 1986. "Banyak orang menganggap saya gila karena membangun dalam situasi seperti itu," kata Sukamdani. Setelah tiang pancang menara dan ruang konperensi itu ditancapkannya pada 22 Desember 1986, Sukamdani memang mengaku menghadapi banyak kesulitan untuk mendapatkan pinjaman bank bagi pembangunan kedua proyek tersebut. Kala itu, setelah Menteri Sumarlin melakukan gebrakan ekonomi pada Juli 1987, sebagian besar duit bank ditarik untuk dijadikan Sertifikat Bank Indonesia. "Kebijaksanaan itu jelas berpengaruh pada pembiayaan kedua bangunan tersebut," tambah Sukamdani. Lebih dari separuh (60%) dana pembangunan kedua bangunan itu diperoleh Sukamdani lewat kredit sindikasi tiga bank pemerintah -- Bank Bumi Daya, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank BNI. Waktu itu, tak ada pengusaha yang mengira kalau pada 1990 kondisi ekonomi seperti sekarang, dan pariwisata bakal meledak. Maka, pada peresmian Sahid Jaya Tower dan Puri Agung, Sukamdani mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan dengan mengundang 16 ulama untuk membacakan doa. Acara selamatan juga diwarnai alunan kidung Sekar Kinanti dan Dandang Gula, yang dilantunkan pesinden beken, Nyi Tjondrolukito. Suasana Jawa memang merupakan ciri khas di Sahid Jaya Hotel. Semua ruang di hotel berbintang lima itu dinamai dengan nama candi di Jawa Tengah. Bahkan di langit-langit Puri Agung, yang bangunannya berbentuk joglo itu, tergambar simbol rumah tangga masyarakat Jawa: rumah, wanita, keris, kuda, dan burung. Tak cuma kekhasan Sahid Jaya Hotel. Tak seperti lazimnya hotel berbintang lima lain, yang melakukan kerja sama manajemen dengan jaringan perhotelan internasional, Sahid Jaya Hotel berusaha dengan gayanya sendiri. "Supaya orang benar-benar merasakan suasana Indonesia," kata Sukamdani. Sebuah alasan yang cukup masuk akal, karena 65% tamu Sahid Jaya Hotel adalah wisatawan. Siapa tahu kebijaksanaan Sukamdani itu meniupkan angin keuntungan lagi bagi Sahid Jaya Hotel. Apalagi di tahun-tahun mendatang arus wisatawan ke Indonesia bakal melonjak. Tahun lalu, jumlah wisatawan asing yang masuk ke Indonesia sekitar 1.600.000 orang. Jumlah ini meningkat 25% dibanding tahun sebelumnya -- 10% di atas target rata-rata Pelita V. "Jumlah sebesar itu sebenarnya adalah target untuk akhir 1990 ini," kata Menparpostel Soesilo Soedarman. Melonjaknya jumlah turis yang masuk secara otomatis membuat tingkat penghunian hotel (occupancy rate) makin gemuk. Menurut Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto, rata-rata tingkat penghunian untuk hotel berbintang empat ke atas di Ibu Kota lebih dari 80%. "Tentu patut dipertimbangkan oleh pengusaha hotel untuk menambah jumlah kamar," kata Wiyogo. Sebagai hotel yang paling banyak dihuni wisatawan asing, Sahid Jaya Hotel cukup menikmati iklim ini. Tingkat penghunian sepanjang 1989 bisa mencapai 86%. Sepanjang Februari 1990 kemarin, tingkat penghunian malah melonjak sampai 94%. "Kalau tak kena beban bunga yang berat, 65 persen saja sudah mencapai titik impas," kata Sukamdani. Faktor itu pula, antara lain, yang membuat Sukamdani, pemilik hotel yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, berniat memasyarakatkan 11 juta saham PT Hotel Sahid Jaya Internasional. Karena dengan menjual saham seharga Rp 7.000 per lembar, PT Hotel Sahid Jaya Internasional akan mendapatkan dana Rp 77 milyar. "Sekitar 65 persen akan dipakai untuk melunasi pinjaman pembangunan Sahid Jaya Tower dan Puri Agung," kata Sukamdani. Semua saham yang akan ditawarkan PT Hotel Sahid Jaya Internasional adalah saham baru. Akibat penjualan ini, jumlah pemilikan saham Sukamdani dan Nyonya Juliah Sukamdani tentu saja berkurang. Karena 11 juta saham yang dimasyarakatkan itu adalah 16,18% dari seluruh modal disetor. Maka, setelah penjualan saham itu nanti, saham Sukamdani akan menjadi 50,29% dan kepemilikan istrinya tinggal 33,53% -- masing-masing turun dari 60% dan 40% sebelum PT Hotel Sahid Jaya Internasional melakukan penjualan saham kepada masyarakat (go public). Mengenai sisa dana hasil penjualan saham itu, seandainya semua saham yang ditawarkan diborong masyarakat, akan digunakan Sukamdani untuk merenovasi Sahid Jaya Hotel dan perluasan usaha PT Hotel Sahid Jaya Internasional. Yang sudah direncanakan adalah pembangunan Sahid Plaza di tanah seluas 2 ha, terletak di belakang bangunan Sahid Jaya Hotel, untuk pusat perkantoran, bioskop, pertokoan, dan pusat olahraga. Tentang waktu pelaksanaan pembangunan Sahid Plaza, "masih menunggu hari baik," kata Sukamdani. Di luar PT Hotel Sahid Jaya Internasional yang siap go public, Sukamdani, lewat Sahid Group, masih mengelola 8 hotel lain yang tersebar dari Lampung, Solo, sampai Manado. Akhir 1990, Sukamdani akan mengoperasikan sebuah hotel baru lagi di Surabaya. Bagaimana Sukamdani -- yang juga bergerak di bidang percetakan, tekstil, dan perdagangan -- mengembangkan bisnis perhotelan sampai demikian besar? Ternyata kiatnya, "Harus banyak akal dan banyak teman," tuturnya. Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini