SETAHUN yang lalu Morina meluncur di jalanan. Kini menyusul pula
Kijang. Keduanya adalah kendaraan serba-guna, sederhana dan
relatif murah. Murah?
Morina dijual dealernya dalam keadaan kosong (belun1 siap jalan)
Rp 1,25 juta. Sedang Kijang Rp 1,3 juta. Jika ditambah semua
biaya sampai diperoleh nomor polisi, maka ia bisa mencapai
sekitar Rp 1,5 juta Dan ini pun masih berbentuk pick-up.
dibanding roda-tiga seperti Bajaj yang mencapai Rp 1 juta,
roda-empat seperti Morina atau Kijang ini tentu masih murah.
Meskipun orang bisa mengritik, misalnya dengan menunjuk
bentuknya yang kurang manis dan "wagu".
Banyak juga macam kendaraan kecil dari merek lain yang dijual
dalam bentuk pick-up, antara lain Honda, Daihatsu dan Colt, yang
bisa diserba-gunakan. Tapi adalah Morina dan Kijang yang
tergolong BUV (Basic Utdity Vehicle) kini diduga akan bersaingan
ketat.
Morina dirakit oleh PT Garmak Motor, pimpinan Probo Sutejo (yang
dikekal dalam perdagangan cengkeh), lebih kurang 60 unit sebulam
la bermesin Vauxhall (Inggeris), 4 silinder 1256 cc. Dari sudut
harga, komponen dalam negeri yang dipakainya sudah 40%.
Kijang memakai mesin Toyota Corolla, 1166 cc. Corolla sudah
dikenal laris di dunia sebagai kendaraan penumpang. Bahwa mesin
Corolla juga cocok untuk BW, itu sudah terbukti di Manila dengan
nama Tamaraw. Orang Manila menggunakan Tamaraw itu untuk
menambang seperti oplet di Jakarta. Sukses Toyota dengan
Tarnaraw itu rupanya ingin diimpor ke sini dengan nama Kijang.
Untuk Oplet!
"Kami memperkenalkannya sebagai memenuhi permintaan pemerintah
(supaya diperbanyak produksi kendaraan niaga)", direktur
Moedahar dari PT Toyota-Astra Motor mengatakan kepada TEMPO.
Perusahaan itu kini memproduksi Kijang sebanyak 200 unit
sebulan, sesuai dengan sasaran penjualannya pada tahap pertama
ini. PT Multi Astra, juga anggota kelompok PT Astra
International, merakitnya dengan secara berangsur akan meningkat
ke 400 unit per bulan pada tahun depan. Dari rencana produksinya
itu, nyata sekali PT Toyota-Astra Motor sudah matang
mempersiapkan pemasarannya.
PT Toyota-Astra Motor melihat kemungkinan orang tertarik pada
Kijang untuk oplet. Sekian banyak oplet di DKI saja tentu perlu
diremajakan. Tapi apakah DLLAJR akan mengizinkannya?
Kalau bukan untuk oplet, Kijang juga dilinat akan laris untuk
keperluan mengantar barang di dalam kota. Di pedesaan, Kijang
juga diperkirakan bisa menarik untuk angkutan hasil ladang dan
ternak. Ia bisa pula dijadikan station-wagon untuk orang
berpiknik.
Komponennya sebagian dibuat oleh pabrik PT Toyota-Mobilindo,
juga dari kelompok Astra. Terjamin persediaannya. Tapi dari
harga Kijang Rp 1,3 juta itu, bagian komponen lokalnya cuma 30%,
dibanding 40% di Morina.
Harga Kijang itu, menurut manajer pemasarannya, akan
dipertahankannya selama satu tahun. Dengan demikian, PT Garmak
Motor diduga akan terpaksa bertahan dengan tingkat harga Morina
sekarang yang berlaku sejak semula kendaraan ini diluncurkan di
DKI.
Tapi PT Toyota-Astra Motor, selain menawarkan harga yang
bersaing, juga menyediakan servis-sesudah-penjualan untuk Kijang
di mana saja dealernya berada. Ini akan membuat daya saingnya
lebih tangguh. Apalagi Kijang, walaupun bernama pribumi, memakai
merek Jepang, suatu daya-tarik tersendiri. Kebetulan 80% dari
hampir 700.000 kendaraan (penumpang dan niaga) yang didaftar
polisi di negeri ini tahun 1976 memakai merek Jepang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini