ADA sejumlah kain yang bermotif khas Bali seperti endek, pelangi
dan songket. Selama ini kaum pelancong mengira semua itu ditenun
di Bali. Tapi sekarang mungkin banyak pelancong di Bali tertipu,
sudah membeli kain yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tenunan Jateng dan Jatim sekarang banyak memasuki pasaran Bali.
Kaum pengusaha pertenunan di Bali menyebutnya sebagai "barang
dari seberang, yang cepat luntur". Konsumen awam tentu tidak
bisa memisahkan apakah sesuatu barang berasal dari "seberang".
"Karena tidak bisa membedakan, konsumen biasanya cepat menuduh,
kain Bali jelek", Rachmat Soewoto kepala Kanwil Departemen
Perindustrian Bali berkata dalam pertemuan dengan kaum pengusaha
pertenunan setempat. "Teknik celup dan warna sudah diberikan di
sini. Tak mungkin hasil tenun asli Bali cepat luntur".
Pertemuan itu berlangsung di Denpasar sebulan yang lalu. Di situ
terungkap betapa gelisahnya kaum pengusaha Bali, demikian
koresponden TEMPO Putu Setia melaporkan. Mereka mendesak supaya
pemerintah daerah melindungi produksi mereka. Artinya, supaya
dilarang kain bermotif Bali masuk dari Jawa.
Tidak mungkin, tentu saja, pemda Bali memenuhi permintaan itu.
Meskipun begitu, Ketut Adisudana, kepala Kantor Perindustrian
kabupaten Badung/Gianyar di Bali menyatakan dirinya turut
prihatin. "Bukan saja motif, melainkan juga merek ditiru
mereka", kata Adisudana, yang khusus memberi contoh pada cap
Togog (tenunan Gianyar) dan cap Patung (dari Jawa). Keduanya
kelihatan sama, malah gambarnya sukar dibedakan. Tapi cap Patung
tidak menyebutkan pasti di mana pabriknya. Ngurah Mayun, ketua
Asosiasi Pengusaha Tekstil Bali, mengatakan cap Patung diduga
ditenun di Gresik. "Tapi tak mustahil ia juga dari Solo dan
Yogya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini