Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bali Yang Luntur

Kain motif khas Bali: endek, pelangi, songket banyak diproduksi dan ditiru oleh pabrik di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mirip tetapi warnanya cepat luntur. Mereka juga ditiru.

18 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA sejumlah kain yang bermotif khas Bali seperti endek, pelangi dan songket. Selama ini kaum pelancong mengira semua itu ditenun di Bali. Tapi sekarang mungkin banyak pelancong di Bali tertipu, sudah membeli kain yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tenunan Jateng dan Jatim sekarang banyak memasuki pasaran Bali. Kaum pengusaha pertenunan di Bali menyebutnya sebagai "barang dari seberang, yang cepat luntur". Konsumen awam tentu tidak bisa memisahkan apakah sesuatu barang berasal dari "seberang". "Karena tidak bisa membedakan, konsumen biasanya cepat menuduh, kain Bali jelek", Rachmat Soewoto kepala Kanwil Departemen Perindustrian Bali berkata dalam pertemuan dengan kaum pengusaha pertenunan setempat. "Teknik celup dan warna sudah diberikan di sini. Tak mungkin hasil tenun asli Bali cepat luntur". Pertemuan itu berlangsung di Denpasar sebulan yang lalu. Di situ terungkap betapa gelisahnya kaum pengusaha Bali, demikian koresponden TEMPO Putu Setia melaporkan. Mereka mendesak supaya pemerintah daerah melindungi produksi mereka. Artinya, supaya dilarang kain bermotif Bali masuk dari Jawa. Tidak mungkin, tentu saja, pemda Bali memenuhi permintaan itu. Meskipun begitu, Ketut Adisudana, kepala Kantor Perindustrian kabupaten Badung/Gianyar di Bali menyatakan dirinya turut prihatin. "Bukan saja motif, melainkan juga merek ditiru mereka", kata Adisudana, yang khusus memberi contoh pada cap Togog (tenunan Gianyar) dan cap Patung (dari Jawa). Keduanya kelihatan sama, malah gambarnya sukar dibedakan. Tapi cap Patung tidak menyebutkan pasti di mana pabriknya. Ngurah Mayun, ketua Asosiasi Pengusaha Tekstil Bali, mengatakan cap Patung diduga ditenun di Gresik. "Tapi tak mustahil ia juga dari Solo dan Yogya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus