Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SITI Khodijah mengerutkan dahi sembari menatap layar telepon selulernya. Dia membaca berita dugaan korupsi dana investasi PT Taspen (Persero) di sebuah situs media daring. Informasi itu dikirimkan rekan kerjanya, sesama guru di sekolah menengah atas negeri di Kota Semarang. “Ada rasa khawatir karena lima tahun lagi saya memasuki pensiun, takut uangnya tidak bisa cair,” ujar perempuan 55 tahun itu kepada Tempo, Rabu, 9 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekhawatiran Siti beralasan. Dia teringat kasus korupsi penyelewengan dana dan gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya yang diungkap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) empat tahun silam. Lembaga auditor negara itu menaksir jumlah kerugian negara mencapai Rp 16,81 triliun. Hingga kini, sejumlah nasabah asuransi dan dana pensiun Jiwasraya masih berupaya menagih hak mereka yang belum dibayarkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Taspen adalah perusahaan pelat merah yang diberi mandat mengelola jaminan asuransi dan pensiun pegawai negeri sipil (PNS) serta pejabat negara. Gaji Siti setiap bulan dipotong untuk tabungan pensiun. Jumlahnya sebesar 4,75 persen dari total penghasilan.
Siti berniat menyisihkan sebagian uang pensiunnya untuk modal usaha menjual kue kering. “Jangan sampai uang yang ditabung bertahun-tahun ini tidak bisa diambil ketika kita butuh,” kata ibu dua anak itu.
Penyidikan dugaan rasuah dengan modus manipulasi investasi PT Taspen terus bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi mendeteksi ada dugaan korupsi yang dibalut kerugian investasi yang melibatkan kongkalikong pejabat Taspen dengan pihak swasta. Nilai kerugian negara diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.
KPK sudah menetapkan dua tersangka, yakni eks Direktur Utama PT Taspen, Antonius N.S. Kosasih, dan Direktur Utama PT Insight Investments Management Ekiawan Heri Primaryanto. Mereka juga sudah memeriksa petinggi Sinarmas Sekuritas selaku broker, yakni mantan direktur keuangan dan operasional Ferita Tanuwijaya, Associate Director Harta Setiawan, serta Direktur Keuangan dan Akuntansi Julius Sanjaya.
Sengkarut pengelolaan investasi PT Taspen juga pernah menjadi sorotan BPK. Menyitir “Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Skema Perhitungan Pensiun secara Penuh, Pengelolaan Program Pensiun dan Asuransi (THT, JKK, JKM), serta Pengelolaan Biaya, Pendapatan, dan Investasi Tahun Buku 2022”, terdapat sejumlah temuan perihal penempatan portofolio investasi yang tak sesuai dengan ketentuan.
Temuan pertama, ada penempatan investasi saham pada emiten dengan nilai kapitalisasi pasar kurang dari Rp 5 triliun. Hal ini tidak sesuai dengan pedoman kebijakan investasi PT Taspen, yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51 dan 66 Tahun 2021 yang mengatur pengelolaan dana akumulasi iuran pensiun, program tabungan hari tua (THT), jaminan kecelakaan kerja (JKK), dan jaminan kematian (JKM).
Berdasarkan rincian saldo saham yang dimiliki per 30 September 2022, Taspen menempatkan dana kelolaan sebesar Rp 1,18 triliun pada sejumlah emiten yang memiliki nilai kapitalisasi pasar kurang dari Rp 5 triliun. Penempatan investasi pada saham-saham tersebut bisa memicu potensi kerugian atau unrealized loss sebesar Rp 762,82 miliar atau minus 64,19 persen dari harga perolehan. Untuk menutup kerugian, Taspen telah melakukan pelbagai upaya, di antaranya menjual saham dengan memanfaatkan momentum pasar serta menjual aset lain.
Aktivitas pelayanan nasabah Taspen di Jakarta, Kamis 31 Agustus 2024. Tempo/Tony Hartawan
Temuan berikutnya adalah portofolio instrumen investasi dengan rating rendah. Berdasarkan ketentuan, PT Taspen hanya diperkenankan menempatkan investasi pada instrumen surat utang dengan peringkat minimum BBB untuk obligasi yang diterbitkan badan usaha milik negara serta minimum A- buat obligasi yang diterbitkan badan usaha swasta.
Kenyataannya, Taspen diketahui memiliki portofolio Obligasi Berkelanjutan 1 PP Properti Tahap 1 Tahun 2018 Seri B dengan rating BBB- senilai Rp 100 miliar. Kepada BPK, Taspen menyatakan akan melakukan pemantauan berkala. Sebab, secara keseluruhan, efek itu masih memenuhi kewajiban pembayaran kupon.
Manajemen Taspen berupaya membenahi strategi pengelolaan investasi untuk menjamin keamanan dana asuransi dan tabungan pensiun para peserta. Per 30 September 2024, jumlahnya mencapai 8.896.677 orang, terdiri atas 4.750.298 peserta aktif dan 3.146.379 peserta pensiun.
Sekretaris Perusahaan PT Taspen Henra menuturkan, perseroan sudah menerapkan berbagai langkah strategis. Fokusnya adalah pada pengelolaan risiko keuangan, tata kelola perusahaan yang baik, serta diversifikasi investasi yang bijaksana.
Upaya itu meliputi pengelolaan investasi yang hati-hati dan terukur, kepatuhan terhadap regulasi, pengelolaan risiko untuk memonitor potensi risiko pasar, mengantisipasi perubahan ekonomi yang bisa mempengaruhi dana pensiun, serta menjaga ketersediaan likuiditas. Menurut Henra, Taspen berupaya menjaga cadangan dana yang memadai untuk memastikan pembayaran pensiun tepat waktu dan tidak terjadi gagal bayar.
Hingga Agustus 2024, total aset konsolidasi Taspen mencapai Rp 394,84 triliun. Hasil investasi perseroan sebesar Rp 6 triliun atau mencapai 67,42 persen dari total target hasil investasi dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2024 yang sebesar Rp 8,90 triliun.
Henra menambahkan, sebagian besar investasi ditempatkan pada instrumen surat berharga negara, yakni sekitar 58,76 persen dari total portofolio. Penempatan lain adalah 20,12 persen pada deposito, 7,14 persen obligasi dan sukuk, 6,82 persen reksa dana, 4,19 persen saham, dan 2,97 persen lainnya. “Dalam lima tahun terakhir, rata-rata persentase imbal hasil investasi sekitar 8,53 persen per tahun.”
Menilik laporan laba-rugi perusahaan, sampai Agustus 2024, PT Taspen masih mencatatkan keuntungan sebesar Rp 1,51 triliun atau hampir empat kali lipat target laba dalam RKAP 2024. Dengan seluruh kinerja tersebut, Henra meminta masyarakat, khususnya pegawai negeri dan para pensiunan Taspen, tidak khawatir. Taspen menjamin pembayaran pensiun dapat dilakukan secara konsisten, lancar, dan aman.
Di sisi lain, karut-marut pengelolaan investasi mendorong diskursus untuk memperketat pengaturan penempatan portofolio investasi PT Taspen. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan, sebagai entitas perseroan terbatas dan BUMN, Taspen masih berorientasi pada profit atau mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Walhasil, perseroan masih dibolehkan mencurahkan investasi ke berbagai instrumen keuangan, termasuk reksa dana dan saham yang relatif berisiko serta memiliki volatilitas tinggi. “Terlebih tidak ada aturan yang secara spesifik menyatakan mereka harus beli saham LQ45, tidak boleh beli saham gorengan,” ucapnya.
Pengawasan pengelolaan investasi yang bertanggung jawab juga harus dilakukan secara berkala untuk menghindari penyalahgunaan wewenang. Pengawas seperti Otoritas Jasa Keuangan, kata Timboel, harus lebih proaktif menanyakan alasan manajemen membeli saham atau menempatkan aset pada reksa dana tertentu.
Sebab, dana yang dikelola merupakan amanat publik. “Satu rupiah pun itu tidak boleh dianggap enteng,” tuturnya. Investasi yang merugi berpotensi mengguncang sistem keuangan negara.
Associate Director BUMN Research Group Universitas Indonesia, Toto Pranoto, menyebutkan industri asuransi dan dana pensiun sudah seharusnya memiliki kebijakan investasi dan pemenuhan indikator keuangan yang rigid. Tujuannya adalah industri berjalan sehat dan kepentingan masyarakat serta nasabah terlindungi.
Transparansi dan akuntabilitas menjadi prasyarat utama yang harus dipenuhi, termasuk membuka serta memudahkan akses laporan kinerja investasi. “Setiap peserta Taspen seharusnya dapat laporan pengembangan dana investasi secara berkala, sebagaimana laporan BP Jamsostek untuk pegawai swasta,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fajar Pebrianto berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak artikel ini terbit di bawah judul "Jatuh-Bangun Mendongkrak Investasi."