Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH memanggil sejumlah saksi, Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya memelototi peran Sinarmas Sekuritas, anak usaha Sinar Mas, dalam perkara dugaan korupsi PT Taspen (Persero). Lembaga antirasuah ini memanggil Direktur Keuangan Sinarmas Sekuritas 2019-2021, Ferita Lie, yang kini menjabat komisaris utama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK juga memanggil petinggi PT Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) pada 2019, Hengky Koestanto, serta pengurus penundaan kewajiban pembayaran utang AISA, Anthony L.P. Hutapea. Ketiganya dipanggil sebagai saksi pada pertengahan September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemanggilan ini bukan tanpa sebab. Sinar Mas, kata seorang penegak hukum yang mengetahui kasus ini, masuk radar KPK karena ditengarai ikut berperan dalam transaksi pembelian reksa dana yang merugikan Taspen. “Sinar Mas merupakan underlying (di balik) transaksi pembelian reksa dana tersebut,” ucapnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan mantan Direktur Utama Taspen, Antonius Nicholas Stephanus “Steve” Kosasih, sebagai tersangka pada awal 2024. Pada Maret 2024, Steve dicopot dari posisinya setelah kasus korupsi ini mencuat. KPK menyoroti peran Steve sebagai Direktur Investasi Taspen 2019-2020.
Kantor Pusat PT Taspen di Cemp. Putih, Jakarta Pusat. antaranews.com
Dialah yang bertanggung jawab atas investasi Taspen senilai Rp 1 triliun di reksa dana Insight Tunas Bangsa Balanced Fund 2 atau I-Next G 2. Produk reksa dana ini diterbitkan PT Insight Investments Management—salah satu manajer investasi yang masih aktif di pasar modal Indonesia—yang sedang menjadi sorotan KPK.
Per Desember 2021, nilai investasi Taspen menurun sebesar Rp 296,25 miliar. Dana kelolaan Taspen di reksa dana tersebut tinggal Rp 704 miliar. Realisasi kerugian atau penyusutan itulah yang memicu KPK mengusut dugaan korupsi penempatan dana investasi. Apalagi, pada akhir 2022, istri Steve saat itu, Rina Lauwy, dan pengacaranya, Kamaruddin Simanjuntak, sesumbar punya bukti korupsi yang melibatkan Steve.
•••
DILUNCURKAN pada 25 Oktober 2018, I-Next G 2 baru punya investor setahun kemudian, yaitu akhir Mei 2019. Pembelinya saat itu adalah Taspen, perusahaan asuransi wajib pengelola dana pensiun aparatur sipil negara, dengan penyertaan sebanyak Rp 1 triliun.
Investasi reksa dana ini dimulai pada akhir April 2019. Manajemen Taspen meminta petinggi Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk atau AISA—kini bernama FKS Food—datang ke Cempaka Putih, lokasi kantor pusat Taspen di Jakarta. Di sana, AISA yang sedang sekarat memaparkan proposal restrukturisasi pembayaran Sukuk Ijarah II/2016 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPSF). Nilai obligasi ini mencapai Rp 1,2 triliun. Taspen mengoleksi Rp 228 miliar.
Manajemen AISA menawarkan imbal hasil sukuk tersebut turun dari 6 persen menjadi 2 persen per tahun dengan tanggal jatuh tempo mundur sampai 30 Juni 2029. Mereka juga menawarkan konversi saham AISA dan akan membeli kembali sukuk tersebut jika sudah ada investor baru yang masuk. Saat itu FKS Group sudah bersiap masuk setelah penyelesaian utang AISA secara damai di pengadilan. Untuk opsi buy back ini, AISA akan menebus sisa sukuk yang masih terutang dengan diskon 75 persen.
Steve Kosasih menolak opsi AISA tersebut. Hal itu sama saja merugikan negara. Akhirnya opsi buy back sukuk dengan diskon 75 persen hanya berlaku buat pemegang sukuk pelat hitam. Semua kreditor, termasuk Taspen, mengunci kesepakatan ini pada 23 Mei 2019.
Namun, beberapa hari kemudian, Taspen menjual obligasi tersebut kepada PT Sinarmas Sekuritas yang bertindak sebagai broker. Rupanya, transaksi ini tak lepas dari tawaran PT Insight Investments Management (IIM).
Tersangka Direktur Utama PT. Taspen (Persero) 2022-sekarang, Antonius N.S. Kosasih, seusai memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Pada 29 Mei 2019, seperti tertulis dalam laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan, IIM memaparkan proposal optimalisasi portofolio investasi kepada Taspen, terutama Sukuk Ijarah II/2016 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPSF).
Skemanya, Taspen akan membeli reksa dana I-Next G 2 sebesar Rp 1 triliun, lalu menjual sukuk di harga Rp 228 miliar. Setelah itu, manajer investasi I-Next G 2 membeli saham atau sukuk melalui broker di harga 70 persen serta bertransaksi lagi untuk mengimbangi kerugian broker.
Steve Kosasih tertarik pada tawaran Ekiawan Heri Primaryanto, Direktur Utama IIM saat itu, tersebut. Ketua Komite Investasi Taspen kemudian mengirim rekomendasi kepada Direktur Utama Taspen Iqbal Latanro. Isinya menjelaskan bahwa IIM adalah satu-satunya manajer investasi yang memiliki cangkang reksa dana untuk optimalisasi aset. Istilah ini diberikan untuk manajer investasi spesialis pemoles aset rugi. IIM juga memberikan kewenangan kepada Taspen untuk melihat semua aset di balik portofolio reksa dana. Pemilihan semua instrumen investasi mengikuti ketentuan Taspen.
IIM juga setuju dengan permintaan Taspen tidak memasukkan Sukuk Ijarah II/2016 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk ke reksa dana tersebut sejak hari pertama—tapi akan masuk setelahnya. Sebab, ada risiko NAB reksa dana bakal turun 12-16 persen dalam satu bulan jika sukuk itu langsung masuk.
Aktivitas pelayanan nasabah Taspen di Jakarta, Kamis 31 Agustus 2023. Tempo/Tony Hartawan
IIM juga mau membeli sukuk tersebut pada harga par atau nilai pokok. Pada 29 Mei 2019, Komite Investasi Taspen merekomendasikan optimalisasi lewat reksa dana I-Next G 2 dengan catatan acuan semua investasi reksa dana disepakati di depan dan diawasi secara periodik.
Dua hari kemudian, 31 Mei 2019, Taspen membeli reksa dana I-Next G 2 sebanyak 996.694.959,5143 unit dengan nilai aktiva bersih Rp 1.003,316 per unit. Artinya, investasi Taspen di reksa dana tersebut sebesar Rp 1 triliun. Pada hari yang sama, Taspen menjual sukuk TPSF melalui broker Sinarmas Sekuritas senilai Rp 200 miliar.
Sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, I-Next G 2 membeli lagi sukuk tersebut. Rupanya, sukuk ini mampir sebentar di reksa dana lain kelolaan Insight, lalu ke reksa dana kelolaan Valbury, sebelum akhirnya masuk lagi ke I-Next G 2. Per 28 Juni 2019, I-Next G 2 mengoleksi sukuk TPSF sebesar Rp 130 miliar dengan harga perolehan 67 persen atau Rp 87 miliar. Namun sukuk ini hanya bertahan satu bulan di I-Next G 2.
Sialnya, nilai reksa dana tersebut langsung anjlok pada tahun pertama. NAB I-Next G 2 turun pada penutupan 2019. Realisasi kerugiannya sebesar Rp 237,6 miliar. Menurut pengakuan manajer investasi, penurunan nilai tersebut berasal dari jual rugi (cut loss) sukuk TPSF.
Pada 2020, NAB I-Next G 2 terus turun. Kerugiannya Rp 19 miliar. IIM selanjutnya mengajukan rencana pemulihan dengan memproyeksikan imbal hasil pengelolaan reksa dana sebesar 9,5-11,5 persen per tahun. Dengan demikian, pemulihan buku dapat tercapai dalam lima tahun.
Tapi nyatanya NAB I-Next G 2 terus melorot. Per 31 Desember 2021, nilai dana kelolaan (AUM) reksa dana itu tinggal Rp 703,741 miliar—anjlok 29,63 persen atau Rp 296 miliar sejak pembelian Taspen di tahun pertama.
Tak hanya turun nilai, reksa dana ini pun tidak bisa dijual. Sebab, ketentuan internal Taspen menyebutkan reksa dana hanya bisa dilego jika keuntungannya minimal 2 persen dari harga perolehan. Celakanya, sumber pembelian reksa dana I-Next G 2 berasal dari iuran program jaminan hari tua atau JHT pegawai negeri yang mereka kelola.
Taspen beralasan, NAB I-Next G 2 turun gara-gara pandemi Covid-19. Bisnis emiten yang menjadi aset di balik reksa dana tersebut (underlying asset) terganggu. Di antaranya gagal bayar obligasi PT Tiphone Mobile Indonesia (TELE) dan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Garuda Indonesia (KIK-EBA Garuda). Taspen mengaku tak bisa mengintervensi manajer investasi untuk memilih aset reksa dana.
I-Next G 2 tercatat mengoleksi KIK-EBA Garuda Indonesia per 31 Juli 2019. Ini adalah surat utang yang diterbitkan Garuda Indonesia dengan jaminan pendapatan tiket penerbangan umrah di masa depan. Mengoleksi Rp 40 miliar, I-Next G 2 membeli efek ini seharga Rp 42 miliar.
Adapun obligasi Tiphone tercatat baru dikoleksi I-Next G 2 per 30 September 2019. Di sinilah jejak Sinarmas Sekuritas kembali muncul.
Sebulan sebelumnya, nilai obligasi Tiphone yang tersebar di semua reksa dana yang ada baru Rp 334 miliar. Sinarmas menjadi kolektor terbanyak dengan nilai Rp 228,87 miliar. IIM—lewat semua reksa dananya—hanya memegang Rp 24,68 miliar.
Sebulan kemudian, per 30 September 2019, porsinya terbalik. Sebaran obligasi Tiphone di reksa dana melonjak jadi Rp 604 miliar—berkat penerbitan Obligasi Berkelanjutan II Tiphone Tahap II Tahun 2019 (TELE02CN2) pada 19 September 2019 senilai Rp 500 miliar.
Sinarmas hanya memegang Rp 193,57 miliar, sementara Insight mengempit Rp 329,76 miliar. I-Next G 2 sendiri memegang TELE02CN2 sebanyak Rp 79,9 miliar dan Obligasi BKLJ Tiphone Tahap II Tahun 2016 Seri B sebesar Rp 5 miliar.
Aktivitas pelayanan nasabah Taspen di Jakarta, Kamis 31 Agustus 2023. Tempo/Tony Hartawan
Ketika I-Next G 2 membeli TELE02CN2, peringkat kredit Tiphone (TELE) masih BBB+/Stable berdasarkan hitungan Pemeringkat Efek Indonesia pada Januari 2019 atau masih di atas peringkat terendah untuk surat utang jangka menengah (BBB-).
Namun bisnis voucer pulsa Tiphone sebetulnya sudah mulai goyang, hingga akhirnya meletus pada 2020. Perusahaan gagal bayar utang, masuk skema penundaan kewajiban pembayaran utang, dan semua utangnya direstrukturisasi.
Begitu pula TELE02CN2. Bunganya diturunkan dari 11,50 persen per tahun menjadi 1 persen. Tanggal jatuh tempo yang tadinya 19 September 2022 mundur bertahap, dari 30 Juni 2023 sampai 31 Desember 2030. Sinarmas, lewat berapa entitasnya, seperti Sinarmas Sekuritas dan Sinarmas Asset Management, diketahui pernah menjadi pemegang saham dan kreditor terbesar Tiphone—kini PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE).
Menjawab soal penurunan nilai dan realisasi kerugian yang diderita I-Next G 2, Sekretaris Perusahaan Taspen Henra mengatakan manajer investasi yang bekerja sama dengan mereka cukup independen. Seluruh penempatan investasi reksa dana merupakan kewenangan manajer investasi. Taspen selaku investor tak dapat mengintervensi pemilihan asetnya.
Henra menambahkan, Taspen terus memonitor dan mengevaluasi seluruh penempatan investasi, termasuk penempatan reksa dana di Insight secara berkala. “Hingga saat ini, produk reksa dana yang dimaksud (I-Next G 2) per September 2024 menunjukkan kinerja positif dan berada di atas benchmark,” tutur Henra dalam keterangan tertulis pada Kamis, 10 Oktober 2024. Per 30 September 2024, NAB per unit penyertaannya Rp 846,31 dengan kinerja year-to-date sebesar 5,31 persen.
Hingga Jumat, 11 Oktober 2024, Steve Kosasih belum bisa dimintai klarifikasi mengenai perannya dalam transaksi yang kini merugikan Taspen Rp 296,25 miliar tersebut. Dua nomor teleponnya sudah tidak aktif. Pengacara Steve dulu saat beperkara dengan Kamaruddin Simanjuntak, Duke Ari Widagdo, mengaku sudah tak lagi menjadi kuasa hukumnya. Mantan istrinya, Rina Lauwy, juga mengatakan sudah lama tak berkomunikasi dengan Steve.
Mantan Direktur Utama IIM, Ekiawan Heri Primaryanto, tak membalas pertanyaan yang diajukan pada Kamis, 10 Oktober 2024. Panggilan telepon juga tak diangkat.
Adapun mantan Direktur Keuangan Sinarmas Sekuritas, Ferita Lie, menegaskan, dalam transaksi penjualan sukuk TPSF oleh Taspen, Sinarmas menjadi perantara. Mereka hanya menerima komisi, bukan sebagai pembeli.
“Kami hanya broker transaksi. Tidak pernah pegang atau beli," ujar Ferita, yang mengaku sudah dua kali diperiksa KPK, saat ditemui di sebuah restoran di Jakarta pada Jumat malam, 11 Oktober 2024. "Kalau kami yang beli, saya enggak akan lolos di KPK.”
Ferita juga membantah jika Sinarmas disebut terkait dengan Taspen ataupun Insight Investments Management. Menurut dia, Sinarmas juga tidak bersangkut paut dengan kepemilikan I-Next G 2 pada obligasi Tiphone. “Obligasi Tiphone yang dikoleksi I-Next G 2 bukan dari kami. Mereka (Insight) tampaknya beli langsung dari Tiphone,” kata Ferita. “Sejak 2019, kami sudah menghindari obligasi dan kredit ke Tiphone.”
Hingga Kamis, 10 Oktober 2024, nilai aktiva bersih per unit I-Next G 2 masih Rp 845,08 per unit, jauh di bawah NAB pembukaan yang sebesar Rp 1.003,316 per unit. Dana kelolaan reksa dana ini sekarang Rp 843,5 miliar. “Kami juga sudah bukan investor tunggal lagi di reksa dana tersebut,” tutur Henra, Sekretaris Perusahaan Taspen.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jual Sukuk Beli Rugi"