KETIKA negeri ini masih Hindia selanda, ir. C.E. Stehn mempunyai
gagasan untuk mengolah potesi energi di daerah pegunungan.
Gagasannya bersumber pada sukses orang Italia di Larderello. Di
situ tahun 1904 energi panas bumi untuk pertama kali dipakai
secara komersial.
Merintisnya sejak 1918, barulah tahun 1925 Stehn dapat memulai
eksplorasi di Kamojang, daerah tua Gunung Gandapura, di
perbatasan kabupaten Bandung dan Garut. Peralatan zaman itu
masih primitif, antara lain mirip dengan yang dipakai orang
sekarang untuk menancap sumur pompa. Lima sumur eksplorasi dulu
digali, satu di antaranya masih menyemburkan uap panas, yang
oleh penduduk disebut Kawah Lokomotif.
Eksplorasi di Kamojang itu dulu berhasil sebenarnya, tapi tiada
dorongan untuk melanjutkan pengolahannya. Memang tidak ada
krisis energi ketika itu. Maklum, minyak masih murah, dan
keburuhan akan energi pun belum begitu mendesak.
Dalam memasuki dasawarsa 1970-an, Indonesia mulai memikirkan
sumber energi pengganti. Tujuannya ialah supaya sumber minyak
bisa dihematkan untuk keperluan ekspor. Pertamina pun mendapat
tugas baru, yaitu mengelola sumber daya panas bumi.
Survai demi survai sudah berjalan. Dan diketahui potensi sumber
panas bumi Kamojang, Derajat, Dieng dan Cimukarame --
masing-masing 150 MW, Salak 240 MW, Banteng 50 MW. Semua itu di
Jawa dengan total 890 MW. Ditambah Bali 120 MW, Minahasa 180 MW
dan Sumatera 270 MW. Seluruhnya di Indonesia 1460 MW.
Itu yang diketahui saja. Suatu laporan PBB malah menaksir
potensi panas bumi Indonesia setinggi 8000 MW. Sekalipun begitu,
sebesar 1460 MW itulah yang nyara mungkin bisa diolah selama dua
dasawarsa mendatang sampai tahun 2000.
Pertamina sudah berhasil dalam eksplorasi panas bumi ini di
beberapa rempat, termasuk Kamojang. Kegiatan Pertamina ini
tampaknya akan lebih digalakkan lagi. Apalagi pekan lalu
Pertamina menandatangani piagam kerjasama dengan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi, pimpinan Menreri Ristek B.J.
Habibie.
Tidak banyak orang mengetahui bahwa Kamojang malam hari
diterangi listrik -- hasil sebuah turbo generator yangmemperoleh
tenaganya dari uap panas bumi. Geothermal Mono Block -- nama
jenis turbo generator ini -- menghasilkan 250 kw, memenuhi
kebutuhan listrik proyek Kamojang.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) kecil ini diresmikan
tahun 1978 oleh Menteri Pertambangan dan Energi Subroto.
Diperoleh uapnya dari salah satu sumur eksplorasi -- nanti tidak
digunakan untuk produksi. Geothermal New Zealand Corporation
Ltd. (GENZL) sejak 1972 turut mengadakan eksplorasi di Kamojang
itu. Kini sudah selesai dibor 10 sumur produksi, di samping 5
sumur eksplorasi, dan proyek itu siap untuk mulai dengan
pemasangan stasiun pembangkir listrik. Ke-10 sumur produksi itu
bersama dapat nanti menghasilkan 42 MW, sedangkan seluruh
lapangan itu diperkirakan punya potensi 150 MW.
Pemerintah New Zealand memberikan grant -- dalam rangka Colombo
Plan -- untuk mengembangkan proyek panas bumi itu. Paling akhir
sudah tersedia grant dari New Zealand NZ$24 juni. Sepertiga
dari jumlah ini akan diimbangi pemerintah Indonesia dalam bentuk
penyediaan jasa dan barang lokal. Bantuan New Zealand ini
meliputi eksplorasi permulaan, pemboran sumur eksplorasi dan
produksi, pemasangan saluran dan pemasangan stasion pembangkit
listrik lengkap dengan turbin dan generator berdaya 30 MW.
GENZL dalam mengolah proyek ini didampingi oleh Direktorat
Geologi, lertamina dan PLN. Dengan demikian Indonesia, insya
Allah, memasuki zaman geothermal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini