Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Klakson keras arswendo

TVRI dikritik. kali ini kritik tersebut didukung data-data hasil pengamatan yang dilakukan oleh wartawan kompas, arswendo atmowiloto, selama setahun. berita TVRI banyak soal upacara.(md)

26 Juni 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH setahun, 1 April 1981, TVRI secara drastis mengubah pola siarannya. Sambil menghilangkan acara Siaran Niaga (iklan-iklan), yang bikin banyak uang, sedikitnya 19 acara baru wakru itu direncanakan mengudara secara nasional. Misalnya, acara-acara Dari Desa ke Desa, Desa Kita dan Daerab Membangun akan muncul dua kali sebulan. Juga ada Laporan Luar Negeri (TEMPO, 18 April 1981). Acara-acara mulai 1 April itu ditambah dengan Berita Terakhir. Acara tanpa visualisasi ini biasanya diudarakan pada sekitar pukul 22.30, sebelum saat-saat berpisah dengan penonton di Indonesia Timur dan acara terakhir untuk penonton wilayah Indonesia Barat dan Tengah . Sebelun ada perubahan pola siaran TVRI sudah punya acara-acara Berita Nasional (BN, disiaran pukul 17.00), Siaran Berita (SB, pukul 19.00 WIB) dan Dunia Dalam Berita (DDB, 21.00 WIB). Dan di hari Minggu pagi pukul 11.00 WIB (sebelum siaran film Si Unyil), Sari Berita Sepekan. Ada perubahan pula dalam acara-acara ini. Misalnya SB diperpanjang waktu penyiarannya jadi 30 menit, tadinya 15 menit. Berita yang diudarakan terdiri dari 10-12 pokok. Sebelumnya 25 pokok berita. Isinya pun direncanakan tidak lagi "berbagai upacara dari daerah." Tapi akan lebih banyak "laporan langsung dari lapangan yang tak bersifat seremonial dan tentang kegiatan para pejabat saja." Ternyata semua rencana perubahan itu tak bisa dilupakan Arswendo Atmowiloto, wartawan kompas dan sehari-hari pemimpin redaksi majalah Hai, salah satu penerbitan grup Kompas. Orang ini meragukan kemampuan TVRI melaksanakan program-programnya, terutama perubahan dalam acara siaran berita. "Saya bertekad akan membuktikannya setahun kemudian," tuturnya. Dan selama setahun itu pula secara tekun Arswendo mengamati pelbagai acara TVRI semaksimal mungkin. Sesekali keluar tulisannya di Kompas berupa kritik -- misalnya acara sandiwara. Tapi yang agaknya menarik adalah penelitiannya atas seluruh acara siaran warta berita. "Saya akhirnya berkesimpulan acara siaran berita masih terlalu banyak yang bersifat seremonial. Untuk membuktikannya, saya perlu fakta," katanya. Dengan video merk Sony -- disediakan oleh kantornya -- Arswendo, 33 tahun, merekam seluruh acara warta berita yang disiarkan TVRI sejak 1 April 1982 selama sebulan penuh. Hasilnya? Itulah yang keluar di korannya 11 Juni. Disertai tabel jumlah berita selama 30 hari, jumlah berita kegiatan pejabat resmi, yang bersumber pejabat resmi dan bukan, yang terjadi di luar negeri, jumlah pejabat yang tampil di TVRI danjumlah organisasi atau lembaga yang disiarkan TVRI. "Masih terlalu banyak menampilkan berita pejabat resmi. Itu pun masih terkumpul pada pejabat resmi tertentu, terutama dalam acara peresmian. Ini membenarkan hipotesa saya," Arswendo berbangga. Juga berita TVRI, katanya, kurang menyiarkan laporan-laporan khusus produksi sendiri. Sedang berita yang bersumber luar negeri, masih menunjukkan timpangnya perbandingan. Berita-berita dari Amerika, Israel, Inggris, Perang Malvinas, misalnya, jauh lebih banyak dibandingkan berita dari ASEAN. "Saya sadar kalau mau menunjukkan kesalahan tak cukup dengan hanya membuat pernyataan," katanya. Lebih-lebih saya berkeyakinan TVRI bukan cuma milik pejabat," katanya. "Missi saya ialah jadikan TVRI milik masyarakat. " Sesungguhnya, kata Arswendo "tujuan saya dengan penelitian itu amat sederhana. Ibarat pengendara motor melihat semrawutnya lalu-lintas, saya hanya memberi klakson." Tapi apakah yang dilakukannya itu sebuah penelitian? "Paling tidak penelitian kecil-kecilan," katanya. Ia mengaku cara-cara atau metode yang dipakainya berpedoman pada metode Federal Children Communication di AS. Bagaimana komentar pejabat TVRI? Sampai akhir pekan lalu tak ada pejabat TVRI di Senayan, Jakarta, mau berkomentar. Subrata, Direktur TVRI sedang berada di Malta, Eropa, menyertai perjalanan Menpen Ali Moertopo. Sedang Alex Leo, Kepala Studio TVRI Pusat Jakarta sedang ke Pekalongan, Ja-Teng. Juga gumadi, Dirjen Radio, Televisi dan Film, Deppen belum bersedia menjawab pertanyaan. "Pak Sumadi tak boleh diganggu. Sibuk mempersiapkan pertukaran film Indonesia-Malaysia," kata seorang petugas di Deppen. Hanya Willy Karamoy, Kepala Sub Direktorat Pemberitaan sedikit mau buka suara. "Hasil penelitian Arswendo itu tidak seluruhnya benar," kata Willy tanpa memperincinya .

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus