TAK seorang pun sudi beli mobil yang mundur terus, atau maju
terus. Mobil sempurna adalah dia yang bisa mundur dan bisa pula
maju, sesuai kebutuhan dan situasi. Lain perkara bila orang
bermaksud usaha dagang atau berebut order seperti laron memburu
lampu di musim penghujan. Pasti dibentuknya PT Maju, bukannya PT
Mundur, lewat kalimat notaris yang tak mudah dipaham.
Tapi, rupanya ada juga cucu Adam yang lebih gemar mundur
daripada maju. Seorang samurai memilih mundur ke alam baka
daripada menanggung aib. Bahkan seorang Menteri Perhubungan
Jepang yang lebih pragmatis pilih turun dari kursi ketika
pesawat pengangkut sipil jatuh berdebam di tengah hutan. Seakan
solider dengan sepupunya. Seorang Menteri Israel mundur hanya
karena koran menghubung-hubungkan namanya dengan korupsi.
Sungguh rapuh Yahudi itu, apa sih pentingnya korupsi itu?
Begitu pula tuan P Menteri Britania itu: apakah pembesar tidak
diperkenankan terlibat skandal seks? Bagaimana mungkin Inggris
yang sanggup menginjak beratus juta batang leher India bisa
tertangkap hansip karena pelacur?
Oleh karena sekolah itu macam-macam, produknya pun aneka ragam.
Contoh riilnya Gamal Abd. Nasser, anak kelahiran Bani Mur,
lulusan Akademi Militer Kerajaan. Dihinggap malu kegagalan
Perang 1967, anak Arab jempolan ini pilih mundur dari presiden,
terpikat pepatah Melayu "daripada hidup berputih mata mending
mati berkalang tanah". Hanya rakyat Mesir yang menjerit jerit:
Jangan ya Gamal, janganlah kau mundur!
Menurut kabar, bila berniat keledai maju ke depan, tarik
buntutnya mundur. Keledai itu dungu, tiga kali lipat dungunya
dari angsa. Terbukti info itu tidak sepenuhnya benar. Seseorang
coba tarik buntut keledai binatang itu benar-benar mundur
semundur-mundurnya hingga kejeblos ke comberan. Di dunia yang
sudah begini komplek, satu-dua keledai memiliki kelainan sendiri
yang perlu diperhitungkan oleh lembaga semacam Lipi.
Yang betul-betul mundur tidak mencla-mencle begitu keputusan
diambil adalah Raja ldward VIII, sinuhun Inggris Raya dan
Irlandia Utara. Tak ada mendung tak ada hujan kabut tak biasanya
menjauh dari London, bulan November 1936 Perdana Menteri Stanley
Baldwin terperanjat seperti ada orang meninju punggungnya dari
belakang: sang raja merangkap kepala gereja bertekad bulat
mengawini janda 2 x cerai Wallis Simpson yang kerempeng. Edward
betul-betul mundur dan betul-betul kawin, hingkang ke Paris
menjinjing kopor. Tak banyak lagi raja di bumi, tapi lebih tak
banyak lagi raja yang minggat dari mahligai tanpa disorong
revolusi apa pun juga. Wallis Simpson sudah menekuk seekor
singa.
KALAU saja tak keliru raba, jangan-jangan Edward VIII ini
tergolong Sukarnois tulen, semata-mata karena terpikat
semboyan penuh sambaran api "Maju terus pantang mundur!" Dan
bisa juga kena pukauan -- kalau saja yang dipertuan paham Jawa
-- "Rawe-rawe rantas malang-malang putung". Berhubung cinta itu
sama perkasanya seperti gelombang ataupun setan, hanya orang
macam Nietzsche atau Kropotkin yang sanggup menepisnya ke
pinggir hanya dengan kelingking. Bila kekuasaan dan tata sosial
dianggap angin oleh nihilis dan anarkis ini, apa pula artinya
seorang Wallis Simpson?
Sekarang tiba giliran berandai-andai! Andaikata. Andaikata
Edward Albert Christian George Andrew Patrick David alias Edward
VIII ini iseng-iseng di atas geladak selaku laksamana armada
baca tulisan Cina gunung Mao Zhedong, barangkali jalan cerita
akan lain. Khusus kalimat "Mundur selangkah untuk maju dua
langkah". Bukan mustahil tahtanya bisa selamat. Akan bagaimana
halnya sang janda, bukanlah menjadi urusan saya. Itu urusan Biro
Konsultan.
Berat dugaan, justru sempat terbaca oleh Idham Chalid, entah di
mana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini