Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Kopi Indonesia bisa dikatakan belum seterkenal kopi Brasil. Padahal Indonesia memiliki lahan yang sangat luas untuk dimanfaatkan menanam kopi. Untuk memperluas areal kopi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menawarkan hutan bagi petani untuk menanam kopi secara agroforestri.
Direktur Jendral Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hadi Daryanto mengatakan sistem agroforestri menjadi salah satu program yang tengah dilakukan pemerintah sebagai upaya memaksimalkan potensi sumber daya alam untuk dimanfaatkan petani dengan titik berat berbasis ramah lingkungan.
Baca juga: Ini Perbedaan Kopi Robusta dan Arabika
"Agroforestri ini memang salah satu program kita untuk mengenalkan kepada petani, selain bertani, juga bisa menjaga lingkungan, tidak hanya sebatas menanam kopi," katanya dalam acara pelatihan kewirausahaan kopi yang digelar Kementerian di Bandung, Jumat, 13 Oktober 2017.
Menurut Hadi, sistem agroforestri diperuntukkan bagi petani yang menggarap lahan hutan milik pemerintah. Namun syarat agroforestri adalah bercocok tanam berbasis ramah lingkungan.
"Jadi nantinya petani kita arahin dulu buat menanam pohon, baru kemudian kita kasih kursus cara menanam kopi dengan pola organik. Jadi ini nantinya petani tidak usah bingung-bingung memikirkan masalah pupuk karena kan alami kalau di hutan," ujarnya.
Selain berupa bantuan lahan, nantinya petani atau kelompok tani akan dibantu pemerintah melalui badan layanan umum (BLU). "BLU di kehutanan itu kita bisa ngasih pinjaman lunak maksimal sampai Rp 100 juta, apalagi kalau bagi hasil ini lebih menarik," ucapnya.
Kopi jenis arabika lebih bagus ditanam di daerah berketinggian minimal 1.000 mdpl. Lahan dengan ketinggian itu tentu kebanyakan berada di kawasan hutan lindung milik pemerintah. Karena itu, Kementerian sangat mendorong para petani untuk mulai memaksimalkan potensi lahan dengan cara agroforestri.
Ketua Specialty Coffee Association of Indonesia Setra Yuhana mengatakan tanaman kopi jenis arabika memang cocok ditanami di bawah pohon-pohon dengan ukuran cukup besar. Artinya, sistem tumpang sari sangat dimungkinkan untuk tanaman kopi.
"Makanya tanaman kopi ini tidak monokultur, tapi bagus pakai pohon naungan karena bisa mengatasi penyakit karat daun pada kopi," tuturnya.
Pembina Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Jawa Barat Wawan mengatakan kendala yang dialami petani memang cukup banyak.
"Kendalanya antara lain petani di kita kan awalnya bukan petani kopi, jadi budaya tanam kopi dengan keterbatasan pengetahuan petani tentang kopi menjadi tantangan," ujarnya.
Padahal, kata dia, potensi lahan pemerintah kategori hutan lindung di Jawa Barat yang bisa ditanami para petani sekitar 2.500 ribu hektare.
Namun, karena pengetahuan petani masih minim dan peran serta pemerintah pun masih belum banyak dirasakan petani, baru sebagian lahan yang bisa digarap. "Sekarang saja, untuk LMDH ada sekitar 50 ribu hektare yang baru ditanami kopi," ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini