Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT Ony Soerjo Wibowo menyebut memori kotak hitam jenis cockpit voice recorder atau CVR pesawat Sriwijaya Air SJ 182 masih bisa terbaca setelah hampir 82 hari terendam di laut. Ia mengatakan penanganan terhadap benda berisi rekaman suara di dalam kokpit itu dilakukan secara khusus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Masih (bisa terbaca). Ada teknik untuk men-download-nya di laboratorium KNKT,” ujar Ony saat dihubungi Tempo, Rabu, 31 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ony menerangkan KNKT akan mengeringkan kotak hitam sebelum mentransfer data di dalamnya. Pengeringan dilakukan dengan oven khusus sampai benar-benar aman untuk menjalani proses pembacaan isi rekaman.
Menurut dia, petugas bakal mengecek suhu kotak hitam di dalam oven secara berkala setiap delapan jam. Suhu oven pun diubah bertahap agar benda berwarnya oranye ini tidak rusak.
Dalam proses analisis data, Ony mengatakan investigator memerlukan waktu relatif lama setelah data ditranskrip. “Mendengarkan (rekamannya) cepat, paling hanya 2 jam. Tapi untuk melakukan analisis, apa yang mereka bicarakan, butuh waktu yang lama,” ujar Ony.
Investigator, tutur Ony, perlu mengetahui gestur dari pilot dan co-pilot melalui pembicaraan yang terjadi sebelum insiden kecelakaan pesawat. Karena itu, investigator akan melibatkan tim psikolog khusus dalam proses analisis data.
Tim gabungan menemukan memori CVR pada Selasa petang, 30 Maret 2021 di area sekitar koordinat 5 57 51 Lintang Selatan dan 106 34 31 Bujur Timur. Pencarian dilakukan dengan kapal pengeruk lumpur TSHD King Arthur 8.
"Alhamdulilah semalam jam 20.00 WIB ditemukan di tempat yang tidak jauh dari ditemukannya FDR Sriwijaya Air SJ 182. Kita sudah laporkan ke presiden dan kami laporkan juga untuk diberikan ke KNKT dan dilakukan tindak lanjut," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | HENDARTYO HANGGI